A. Seseorang Meninggal Karena Aku

38 7 0
                                    

Polusi suara tercipta melalui sirine ambulance. Begitu memekakkan dan membuat orang ketar-ketir mendengarnya. Keempat roda blankar bergesekan dengan lantai marmer. Dua petugas 119, seorang suster, dan seorang pemakai jas putih mendorong blankar secepat yang mereka mampu. Diatasnya, tubuh seseorang tergeletak dan tertutup kain putih. Gerombolan itu menyusuri lorong panjang rumah sakit dan melewati seorang pemuda tan yang tengah duduk menunduk.

Pria tan itu menunduk dalam. Seperti tengah menyesali sesuatu. Urat-urat wajahnya menguatkan dugaan bahwa dia memang tengah menyesal. Hingga hawa dingin rumah sakit tak dirasa.

Sebuah tangan besar menepuk bahunya. Membuat ia mau tak mau mengembalikan fokus otaknya. Si empu tangan menginfokan 'Pemuda itu telah meninggal' sang pemuda meninggal sebelum sempat ditangani pihak rumah sakit. Pendarahan si pemuda terlampau parah. Dan setelah memberi info yang sangat menyakitinya, pria bertangan besar itu berlalu. Meninggalkan pria tan yang tentu saja shock. Napasnya menjadi berat. Kim Jongin, ia tak tahu harus berbuat apa. Apakah dia bakal menjadi pembunuh?

Dengan tangan bergetar hebat, Jongin, merogoh semua kantungnya. Setelah mendapati benda yang dibutuhkan, dia menghubungi seorang teman.

"Sehun, karena aku.. seseorang telah meninggal." Ucapnya terbata-bata. Ia menguatkan pertahanannya agar air yang berkumul di pelupuknya tak berjatuhan. Tanpa menunggu respon lawan bicaranya, Kim Jongin memutuskan sambungan. Ia kembali menunduk. Dan tersedu.

.

.

.

.

Krisan putih tergeletak di depan dupa. Tak jauh dari partisi, sebuah meja dan pigura yang tertempel photo seorang pemuda dengan mata belo dan senyum menawan, Jongin terduduk disana. Tak berdaya, seakan sesuatu yang paling berharga baru saja direnggut darimu. Jongin sangat kacau. Hanya ada dia di tempat duka itu.

Ribut-ribut dibelakangnya ia hiraukan. Hingga si pembuat ribut mendekatinya dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Saat Jongin menoleh, rupanya temannya, Oh Sehun.

Jongin menatap Sehun tanpa minat. Tak punya tenaga rasanya sekedar menjawab pertanyaan teman sejawatnya. Ditambah temannya itu sangat berisik. Dia bahkan merapalkan pertanyaan bagai merapal sebuah mantra penolak balak yang sering Shaman kenalan ibunya ucapkan. Sehun menanyakan 'Apa maksud ucapan Jongin tentang seseorang telah meninggal karena Jongin', 'Siapa yang meninggal', dan 'Bagaimana dia meninggal' dalam sekali napas.

Jongin hanya bisa menatap Sehun. Tatapannya syarat akan permintaan tolong. Dia sangat berharap Sehun bakal menolongnya. Setidaknya, temannya itu tak memberinya pertanyaan sebanyak tadi.

Sehun mengatur napasnya. Dia mengerti arti tatapan Jongin. Jadi, dia mulai mengatur emosinya dan sedikit menahan rasa penasaran yang membumbung. Ia kembali menatap Jongin. Namun, kali ini tatapan penuh perhatian antara sahabat dengan sahabatnya.

"Siapa dia?" Tanya Sehun setelah ia menatap foto yang tertempel di depan sana. Seorang pemuda tampan dengan mata belo dan senyum yang menawan. Seingat Sehun, ia tak pernah bertegur sapa dengan pemuda dalam foto tersebut.

"Aku tak tahu." Jongin menjawab lemah.

Sehun kebingungan. Kenapa Jongin bisa tak tahu pemuda itu? Sehun membasahi bibirnya yang kering. Ia gugup. "Lalu, bagaimana bisa pemuda itu mati karenamu?" nada Sehun lembut. Jongin tak menanggapinya. Memutar otak, Sehun makin mendekatkan duduknya pada Jongin. Ia mengelus punggung tangan Jongin. Dengan sangat hati-hati ia kembali bertanya, "Apa, kau membunuhnya?"

Jongin menunduk. Ia kembali mencari ingatan kejadian beberapa jam lalu. Saat itu, dia tengah melakukan perjalanan pulang sehabis melakukan presentasi di komunitas 'Warm and Blessed'. Saat sedang menyusuri trotoar, tiba-tiba seseorang menelpon. Fokusnya saat itu hanya tertuju pada orang yang mengajaknya mengobrol. Hingga kejadian itu terjadi.

He is 200 Years Old (Kaisoo Remake)Where stories live. Discover now