Hari pertama operasi "Mencairkan Hati Melody" pun dimulai. Matthew nggak main-main. Dia udah nyiapin strategi.
Pagi itu, Matthew udah nongkrong di depan loker Melody dari subuh. Iya, lo nggak salah denger. Si playboy sekolah rela bangun pagi-pagi buta cuma buat nunggu sang pujaan hati. Kocak emang.
Koridor masih sepi banget. Cuma ada Pak Nyoman, satpam sekolah yang bolak-balik sambil nguap lebar. Matthew berdiri gugup, tangannya nggak bisa diem. Satu menit dia beresin kerah bajunya, menit berikutnya dia acak-acak rambutnya yang udah ditata pake gel sejam penuh.
"Aduh, kok lama banget sih," gumam Matthew sambil liatin jam tangannya untuk yang ke-100 kalinya.
Jantungnya dag-dig-dug nggak karuan. Bayangin aja, ini pertama kalinya dia ngerasa segugup ini cuma buat nyapa cewek. Biasanya kan Matthew yang bikin cewek-cewek deg-degan. Eh sekarang malah kebalikannya.
Matthew nyoba pose macem-macem. Mulai dari bersandar di loker dengan gaya cool, sampai pura-pura sibuk baca buku (yang sebenernya dia pegang terbalik saking gugupnya). Parfum cowoknya yang biasanya bikin cewek-cewek klepek-klepek sekarang malah bikin dia bersin-bersin saking banyaknya dia pake.
Tiap ada suara langkah kaki, Matthew langsung tegak. Matanya melotot ke ujung koridor, berharap yang muncul adalah Melody. Tapi yang dateng malah Lisa.
"Eh, tumben lo pagi-pagi udah nongkrong di sini?" tanya Lisa.
Matthew cuma nyengir garing. "Eh, nggak. Cuma... lagi... olahraga. Hehe."
Olahraga apaan coba? Olahraga jantung kali ya.
Waktu berasa jalan kayak siput. Matthew mulai panik. Bentar lagi bel masuk bunyi, dan Melody belom nongol juga. Dia gigit-gigit kuku, mikir apa mending nyerah aja.
Tapi nggak! Matthew udah bulatkan tekad. Mau telat masuk kelas juga nggak apa-apa, yang penting bisa ketemu Melody.
Dan akhirnya... di tengah anak-anak yang mulai rame, Matthew ngeliat sosok cewek yang dijuluki 'Ratu kutub selatan'. Melody jalan dengan anggun, buku-buku di tangannya, rambut hitamnya yang lurus tergerai indah.
Matthew menelan ludah. Ini dia. Saatnya beraksi.
Dengan senyum paling ganteng yang dia punya (hasil latihan semalem di depan kaca), Matthew nyapa, "Pagi, Melody."
Dan... yah, lo tau sendiri deh gimana reaksi Melody. Dingin kayak es batu. Tapi hey, setidaknya Matthew udah berani nyapa, kan? Baby steps, bro. Baby steps.
"Pagi, Melody," sapanya lagi dengan senyum paling ganteng yang dia punya.
Melody ngelirik sekilas, muka datar. "Pagi," balesnya singkat, terus sibuk sama buku-bukunya.
Matthew nggak nyerah. "Eh, gue liat lo kesusahan bawa buku kemaren. Kalo lo mau, gue bisa bantuin lo bawa."
Melody natap Matthew, alisnya naik sedikit. "Nggak usah. Gue bisa sendiri."
"Oke, oke. Tapi kalo butuh bantuan, panggil gue aja ya," Matthew masih nyoba.
Sepanjang hari, Matthew terus berusaha. Dia ngirim notes kecil ke Melody lewat temen sekelasnya, nawarin minuman pas istirahat, bahkan pura-pura nggak ngerti pelajaran biar bisa minta bantuan Melody.
Bahkan Matthew juga berusaha nawarin tumpangan ke Melody sampai Ia juga pura-pura nabrak Melody biar bisa ngobrol. Tapi hasilnya? Nihil, bro.
****
Hari-hari berikutnya, Matthew makin gencar. Dia mulai rajin ke perpustakaan, tempat favorit Melody. "Eh, Melody. Kebetulan nih. Lo bisa bantuin gue ngerjain soal Fisika nggak?" tanyanya dengan muka polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Days With You
RomanceMatthew, cowok paling populer di sekolah, bertaruh dengan teman-temannya untuk menaklukkan Melody, si "Ratu Es". Namun, semakin mengenalnya, Matthew jatuh cinta pada Melody yang ternyata tengah berjuang untuk hidup. Melody tahu dia hanya taruhan dan...