7

405 31 9
                                    

Menatap pantulan diri di cermin. Wajah kuyu, dan mata sembab akibat menangis semalaman.

Beruntung akhir pekan ini ia tidak pergi bekerja. Tapi tetap saja, tidur di lantai bukan pilihan yang baik.

'Kalau Nii-Chan datang aku harus bilang apa...? '

Sibuk membasuh wajah dan menggosok gigi. Bel berbunyi beberapa kali

"Sebentar! "

Terburu-buru mengganti pakaian sebelum beranjak membuka pintu.

"Nii-Chan, kenapa tidak bilang kalau ingin datang...pagi.. "

Tiba-tiba saja membanting pintu, ia menelan saliva berat.

'Bohongkan? Yang tadi itu... '

Menarik nafas panjang dan membuka pintu sekali lagi.

Ia terdiam

Dan kembali menutup pintu. Jantung berdetak tak beraturan. Nafasnya terasa berat. Ketukan pelan terdengar

'Aku pasti sedang bermimpi... '


"Jiro, sudah lama sekali ya.. "

Terlalu lama

3 tahun ia tidak melihatnya

1 tahun ia tidak mendengarnya

Yang dia lakukan terhadapnya itu, sangat jahat.

"Mau bicara seperti ini saja atau kau membukakan pintunya? "

Jiro tidak menjawab ia bersandar membelakangi pintu, mencoba mengatur nafas dan detak jantungnya.

"Aku tebak, kau sudah membacanya. Dasar ceroboh, aku juga jadi sama bingungnya. "

'Ini mimpi kan? Mana mungkin dia disini '

"Tapi, aku senang kau akhirnya membaca surat itu "

Hening menyelimuti sejenak, Jiro menghadap ke arah pintu. Orang di balik pintu itu kembali bersuara

"Apa kau masih menungguku, Jiro? "

Nafas Jiro tercekat, menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis.

"Maaf jika aku tidak mengabarimu selama setahun penuh. Aku lupa kau mengganti nomor ponselmu dan aku kehilangan ponselku. "

"Aku terlalu sibuk bekerja, karena aku ingin menemuimu. Sudah ku bilang bukan, aku tidak tahan kalau kau mengabaikanku. "

'Jangan terlalu sibuk bekerja, bodoh. Memangnya kau mau mati karena kelelahan? Katanya mau menungguku? '



"Hei, Jiro.. Kau sudah lulus ya? Bagaimana kuliahmu? Kudengar kau juga sudah bekerja sekarang. "

'Kuliahku menyebalkan, harusnya kau membantuku. Bukannya malah menghilang. '

'Tentu saja aku bekerja. Kau pikir siapa yang selalu meremehkan dan bilang aku tak bisa hidup sendirian? Lihat, aku sudah bisa menyewa apartemen sendiri. '




"Melihatmu tadi, ternyata belum berubah sama sekali. Rambutmu tidak panjang lagi, tapi kau selalu cantik bagiku."

'Kau sendiri juga sama saja, Pak Tua. Kemana-mana masih memakai setelan jas hitam dan sarung tangan merahmu itu. '








"Butuh waktu yang cukup lama untuk menemukanmu. Apa kau bahagia setelah bertemu denganku? "

'Bagaimana mungkin aku tidak bahagia, cuma kau yang memahami pikiran labil dan mau meladeni sikap kekanak-kanakanku '


Menyandarkan kepala pada pintu, meletakkan tangan di dada, merasakan jantungnya berdetak pelan. Detak yang selama ini di peruntukkan hanya satu orang.



"Aku ingin sekali memelukmu, menggenggam tanganmu, mencium keningmu, kalau saja pintu sialan ini tidak menghalangiku "

Tidak bisa menahan senyuman, ia menghela nafas kecil

"Aku merindukanmu, apa kau tidak merindukanku? "

'Bagaimana mungkin aku tidak merindukanmu? Padahal kau selalu memelukku dengan hangat. Kau selalu menggenggam tanganku, menyemangatiku.'





'Bahkan... sampai berhalusinasi kau ada di mana pun aku pergi. Aku sangat merindukanmu, Jyuto-San... '





Hening kembali menyelimuti, namun hatinya terasa menghangat.

"Apa kau tidak mau membuka pintu ini lagi? "

Menarik nafas panjang, menyiapkan hati untuk orang yang menanti di balik pintu. Sebelum tangan menyentuh kenop pintu, satu pertanyaan membuat tak beraturan.

"Kalau kau buka, aku akan bertanya lagi. Apa kau siap? "










'Kumohon, tanyakan itu sekali lagi.. '












Kenop pintu di putar perlahan. Angin musim semi berhembus lembut menerpa wajahnya yang samar memerah.

Di hadapannya, Jyuto berdiri tegak, menatap lekat.

Jyuto yang sangat ia rindukan, yang selalu ia mimpikan setiap malam, yang selalu ia sebut namanya dalam jiwa, tersenyum tulus dan bertanya,

"Yamada Jiro, maukah kau menikah denganku? "

Euphoria memenuhi udara. Dengan air mata yang perlahan menderas, bibir mengucap persetujuan.

"Mulai sekarang... Ayo melangkah maju bersama, Jyuto-San. "



~~~


Sekian tahun terpisahkan, dua hati kembali berjumpa.

Hati yang tak lelah menanti.

Hati yang tak menyerah mencari.

Hati yang saling melengkapi, menyempurnakan cinta di antara mereka.


Cinta yang kadang berarti pengorbanan. Ada harga yang harus di bayar sebelum menemui kebahagiaan.

Kadang penantian yang panjang. Kadang luka yang tak kunjung mereda. Kadang ketidakpastian dari janji yang telah lama di ucap. Kadang pula bayang-bayang yang menutup kebenaran.

Namun satu hal yang pasti.

Cinta adalah rumah.

Kemanapun perginya, hati akan kembali kepada rasa yang telah menjadikannya rumah bagi anak manusia lainnya.

Selama, dan sejauh apapun, cinta akan membawamu pulang pada orang yang tepat.

Dan Yamada Jiro, adalah tempat pulang bagi Iruma Jyuto.

Fin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fin

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang