Di ujung sebuah gelap aku terkapar tak berdaya. Gelap...gelap. Semuanya gelap. Jiwa dan ragakupun gelap. Terangku adalah gelap. Pagiku, siangku, soreku hanyalah gelap. Cahaya matahari yang menyebar rata di seluruh alam ini pun membawa gelap bagiku. Tapi aku tahu kapan pagi, siang, dan malam itu datang. Aku sudah terbiasa menikmati tiga raja waktu itu dalam perpektif yang gelap. Gelap ini telah kunikmati saat gelap menimpah diriku 12 tahun yang lalu.Tak ada penyesalan. Aku malah senang menjalani gelapku ini pada ruangan berukuran 4X4 di sebuah lembaga. Walaupun harus mendekap di ruangan ini, namun aku telah melihat dan merasakan keindahan cinta yang dipertontonkan oleh sang maha cinta. Seumur hidupku akan kuhabiskan di ruangan yang paling dibenci oleh siapa pun yang membenci kejahatan. Aku hanya bisa menikmati dan menikmati, aku.
***
Pagi yang indah ini merupakan simbol kebahagiaanku menempuh pendidikan di SMA. Aku yang baru melepas masa kanak-kanakku di SMP,harus berhadapan dengan berbagai kerumitan yang menggerogoti pikiranku. Namun, apa pun bentuk kerumitan itu, masa-masa ini adalah masa paling indah dalam hidupku. Masa di mana aku mengenal sesuatu yang spesial dan yang membuat manusia takluk di bawahnya. Banyak teori cinta terlontar dari mulut para ahli, banyak bentuk dari cinta yang juga sulit kucerna, banyak yang sakit, gila, mati, dan hidup karena cinta. Satu kata ini pasti dimiliki oleh semua manusia, atau adakah manusia sekalipun itu sang pembunuh tak memiliki cinta?
Sejak perkenalan di awal MOS (masa orientasi siswa)itu, ada yang berbeda pada diriku ini. Kata-katanya saat mengucapkan namanya selalu terngiang-ngiang di pikiranku. "Namaku Rosa" begitu katanya mengawali perkenalan kami saat itu. Mendengar ia menyebutkan namanya saja batinku sepertinya lupa ingatan untuk sesaat. Sungguh tak ada yang mampu membuat aku seperti ini sebelumnya.
Detik, menit, jam, hari, minggu, dan bulan pun terotasi secara otomatis. Sudah tiga bulan aku seperti ini dan hanya satu penyebabnya: Ros. Aku, seorang Alexandro Mutakhir, seorang yang pendiam, tak banyak bicara dan malu-malu jika bertemu cewek berubah tiga ratus enam puluh derajat. Aku mulai cerewet, penampilan kurombak habis,dan aku mulai menebar jaringan dengan sebanyak mungkin cewek di sekolahku. Tujuannya hanya satu: mencari informasi tentang keberadaan Rosa. Alhasil, aku pun hampir dikenal oleh semua siswi di sekolahku. Selain karena performaku yang keren, aku juga adalah delegatus sekolahku untuk urusan Fisika dan Bahasa Indonesia.
Bukan Sandro namaku jika apa yang kuinginkan tak kugapai. Berawal dari alamat Facebook yang kuperoleh dari koleksi teman Intan, sahabatku, mulailah aku merajut persahabatan dengannya. Awalnya ia menolak sapaanku. Namun benteng hatinya roboh juga dengan berbagai kata yang kuperoleh dari Khalil Gibran dan Andrea Hirata. Kebetulan penulis Lebanon dan Belitong ini adalah idolaku. "Ros, esok setelah pelajaran usai aku ingin berjumpa dengan hatimu" tulisku saat chatting dengannya malam ini. Dan tulisnya untukku "ok'aku juga ingin bertemu dengan hatimu". Matahari sungguh membuat keringatku melompat melebihi pori-poriku siang ini. Aku telah cukup lama menunggu di parkiran motor hingga akhirnya dia pun muncul. Langsung saja aku mendekatinya dan mengajaknya menuju kingkebanggaanku. Dan segera sesudah itu kutancap gas menuju pantai. Kebetulan, kotaku adalah daerah pantai. Setelah itu, kuhentikan motorku di pinggir jalan yang berjarak 25 meter dari laut. Sengaja kupilih tempat ini karena tak ada apa pun yang dapat menghalangi pandangan kami untuk menikmati pesonanya.
Sambil bersandar pada motorku, aku pun memulai pembicaraanku dengannya. Seperi biasa kuawali pembicaraanku dengan basa-basi dan mengajukan pertanyaan kecil tentang dirinya dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya. Di tengah pembicaraan, kata-kata ini keluar dari mulutku "Ros, entah apa yang terjadi dengan hatiku. Namun yang pasti ia selalu merasa tenang, damai, dan tenteram bersamamu. Setiap detik hanya engkau yang ada dalam pikiranku. Auramu telah melumuri aku dan hatiku. Hanya demi melihatmulah, walupun tanpa sepengetahuanmu aku rajin sekali ke sekolah. Hidup ini serasa tak hidup jika sehari saja tak melihatmu. Rosa, aku mencintaimu lebih dari apa pun. Sangat mencintaimu. Maukah engkau menjadi pacarku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita - Refleksi
Short StoryKisah nyata dengan bumbu imajinasi. Imajinasi dengan bumbu realitaa.