0:1 the last

251 32 4
                                    

Ini hari pertamanya masuk sekolah setelah liburan musim panas yang buruk. Mungkin hanya dirinya yang selama liburan mengurung diri di dalam kamar, melewatkan musim panas yang selalu dinanti-nanti setiap orang, apalagi dirinya yang menunggu musim panas karena ada grand opening toko roti di tengah kota.

Kelasnya bising, diisi dengan berbagai macam obrolan teman-temannya tentang pengalaman rekreasi bersama keluarganya masing-masing. Ada yang pergi ke Australia karena terlalu kaya, ada yang casting iklan, mendaftar ke agensi, bermain di pantai, sementara dirinya hanya bisa menceritakan: "Aku dikurung di kamar karena mendapat peringkat paling akhir."

Semua anak di kelas menertawakannya.

Dengan membawa sekotak susu almond, ia berjalan pergi meninggalkan kelas. Dalam pikirannya terus berkecamuk ide-ide mengerikan. Meyakinkan dirinya seribu kali kalau apa yang dilakukannya saat ini benar-benar di luar kepala, yaitu bagaimana kakinya melangkah membawanya pergi ke salah satu ruangan yang penuh dengan rak-rak berisi buku.

Kunjungannya ini dalam rangka menyembunyikan diri dari teman-temannya. Juga niat ambis di dalam diri untuk belajar agar tidak lagi-lagi mendapat peringkat terakhir yang terasa mengerikan.

"Choi Soobin," katanya, sambil menyerahkan kartu anggota perpustakaan sekolah.

"Taruh makanan atau minumanmu di loker penitipan di sebelah sana," ucap penjaga perpustakaan sambil menatapnya garang.

Kakinya bergetar begitu mendapat peringatan sederhana. Choi Soobin menyesali bagaimana dirinya harus berakhir di sana. Ia melangkah menaruh kotak susu almond yang sudah habis di loker, selanjutnya menarik nafas untuk memulai tour pengenalan ruangan perpustakaan yang besar itu.

Beberapa teman seangkatan terkejut melihat sang 'peringkat terakhir' masuk ke dalam perpustaan.

"Kau tersesat? Mau kuantar ke kantin sekolah?" katanya tertawa kecil, sambil berlalu meninggalkan Soobin setelah merundungnya.

Soobin menggaruk belakang lehernya. Berusaha tidak peduli, karena mau melawan pun ia tak punya kekuatan karena sudah faktanya mempunyai otak yang bodoh.

Ia mengedarkan pandangannya, tidak tau harus membaca apa dan mulai darimana. Ia hanya melewati rak tulisan matematika, dan pelajaran-pelajaran lainnya begitu saja. Kemudian berhenti di bagian komik.

Tersenyum masam menatap dirinya sendiri di cermin yang berdiri di salah satu tembok perpustakaan. "Pada akhirnya aku mengambil komik lagi, otakku memang tidak di desain untuk menerima pelajaran."

Tangannya terjulur mengambil sebuah judul komik di rak kedua. Melihat covernya lalu mengangguk-angguk mengagumi sinopsis ceritanya. Kemudian mencari tempat duduk. Beberapa siswa lain menoleh, menggelengkan kepalanya ketika menyadari ada seseorang yang datang ke perpustakaan untuk membaca komik.

"Kenapa? Bukannya menyenangkan? Kalian tidak suka komik-"

"Ssst," begitu saja mulutnya tertutup rapat setelah mendapat teguran dari siswa siswi lain.

Ia membuka lembar demi lembar. Membacanya sambil terkadang menahan tawa di bagian yang lucu sampai akhirnya berhenti karena sudah menyelesaikan satu buku begitu saja.

Kakinya melangkah ke rak komik kembali untuk mengambil seri lainnya. Namun, ternyata lanjutan seri tersebut di tempatkan di tempat paling teratas rak buku. Kejam, pikirnya. Mudah sekali ditebak kalau penataan komik ini disengaja, di desain agar anak smp yang biasanya mempunyai tinggi rata-rata tidak bisa melanjutkan membaca seri-seri lainnya.

Soobin bahkan hanya bisa menggapai sampai rak buku kelima, sementara buku tersebut ada di rak ketujuh.

Ia menatap sinis penjaga perpustakaan yang sedang makan di mejanya.

Meskipun begitu ia tidak menyerah. Mencoba memanjangkan tangannya agar sampai pada komik itu dan mencoba berbagai macam cara lainnya. Jinjit sampai ujung jarinya memutih, lompat-lompat sampai membuat kegaduhan anak lainnya, mencoba memanjat rak sampai hampir mendapat teguran kedua.

"Seperti saat ujian, bagaimanapun aku bekerja keras semalam suntuk belajar, pada akhirnya nilai bagus memang tidak diperuntukkan untukku," gumamnya, menatap naas komik tersebut dengan tawa menyedihkan.

Hap

Bocah itu terkejut ketika melihat sebuah tangan terjulur begitu saja dari ujung matanya. Ia menolehkan kepalanya cepat, melihat bagaimana seorang siswi berjinjit untuk mengambil buku di rak ketujuh.

"Ambil ini," katanya, menyodorkan komik dengan sampul berwarna kuning yang merupakan seri kedua dan ketiga komik yang diinginkannya.

Soobin membeku di tempat, mulutnya terbuka karena sangat terkagum-kagum melihat bagaimana gadis itu mengambilkan buku untuknya. Seperti seorang penyelamat-Soobin lebih suka menyebutnya malaikat-yang datang menyelamatkannya.

"Hei," gadis itu melambaikan tangan di depan matanya, menyadarkannya begitu saja.

"Ah—" Soobin segera mengambil buku itu dari tangannya. "Terima kasih."

Gadis itu terkekeh, melihat bagaimana bocah di depannya bertingkah sangat menggemaskan. Ia ingin berjalan pergi sebelum Soobin memanggilnya, "Noona—"

Namun, belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, suara penjaga perpustakaan sudah menggelegar begitu saja di depan sana, "Perhatian, siapa diantara kalian yang berani-beraninya menaruh sampah kotak susu almond di loker penitipan dan membuat loker saat ini penuh dengan semut menjijikan?!"

계속
vote and comment♡

i wish i had gone to the library sooner (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang