Special

105 18 4
                                    

Choi Soobin bersemangat sekali hari ini. Bersenandung di depan cermin sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk, bermain peran santa clause dengan busa cukur, mencampurkan banyak macam-macam selai di atas rotinya untuk sarapan, tersenyum sepanjang pagi menyapa semua anggota keluarga—Seokjin bahkan sampai ingin membawanya ke rumah sakit jiwa melihat bagaimana tingkah adiknya pagi itu.

"Sudah kubilang kalau mabuk jangan di pagi hari," kata Sojung padanya, sembari mencuri sereal milik Seokjin.

"Ini kan hari pertama masuk kuliah," ucap Soobin, terkekeh, menggigit rotinya lalu pamit pergi keluar dari apartemennya setelah mengatakan, "Jangan lupa, kalau mau pergi lampu dinyalakan agar saat aku sampai di rumah tidak gelap."

Choi Seokjin dan Choi Sojung benar-benar tak habis pikir. Pertama kalinya mereka menemukan seseorang bersemangat di hari pertama masuk kuliah setelah mendapat liburan musim panas yang bahkan rasanya kurang panjang.

Soobin keluar dari lift, masuk ke dalam mobilnya, lalu segera menancap gas dan pergi darisana. Membawanya ke jalanan, dengan kecepatan rata-rata menuju kampus yang sangat dirindukannya.

Tahun pertama di Korea setelah 5 tahun menghirup udara Amerika. Masuk semester keduanya juga sebagai mahasiswa Sastra Korea yang tak pernah terbayang di pikirannya.

Kalau ditanya bagaimana kondisi kehidupannya di Amerika, Choi Soobin pernah ingin menyerah. Menjadi siswa asia yang dipandang sebelah mata di tengah-tengah murid lainnya. Apalagi karena bahasa yang tak lancar, tidak ada yang mau bergaul dengannya.

Namun setahun gila di Amerika itu berakhir ketika Choi Beomgyu dengan tenangnya mengirimkan sebuah foto kelulusan. Dia noona yang selalu bersamamu, kan? Sebelumnya dia sempat bertanya perihal kabarmu, katanya pasti menyenangkan berada di Amerika. Han Jihyun tampak selaras berdiri di atas panggung bersama beberapa orang yang mendapat nilai bagus lainnya.

Choi Soobin hanya bisa tertawa ketika melihat tulisan 'pasti menyenangkan berada di Amerika'. Ya, sialan sangat menyenangkannya sampai ia sangat merasa kelelahan dengan apa yang dilakukan bumi dan seisinya. Merindukan pembicaraan sederhana dengan noona itu di dalam perpustakaan, roti pemberian sebagai hadiah ucapan selamat, dan bagaimana dirinya diselamatkan dari jurang kesepian.

Soobin akhirnya menetapkan tujuan utama dari penjelajahan panjang: menyetujui ucapan Jihyun noona tentang Amerika yang menyenangkan. Choi Soobin akan membuat Amerika yang menyenangkan itu dan menceritakan semuanya pada Han Jihyun suatu hari nanti.

Ponselnya bergetar di kursi sebelah. Sedikit membuatnya teralih dari jalanan dan pikiran berkecamuk di kepala. Menekan tombol terima sambungan lewat stir mobil, kemudian mendengar seseorang bicara di ujung sana, menanyakan keberadaannya.

"Aduh, hyung sibuk. Maaf, ya, Huening-ah" katanya, tertawa kecil menolak ajakan salah satu temannya untuk membeli buku di bookstore.

"Sibuk mencari toko roti? Ya sudah, aku akan pergi bersama Taehyun."

Sambungan dimatikan. Hueningkai, pertemuannya dengan adik kelas di Amerika yang juga bisa bahasa Korea. Bocah itu mengajarkan segalanya pada Choi Soobin. Tetapi maaf—

—untuk hari ini, Soobin benar-benar tidak punya waktu untuk menyia-nyiakan kesempatannya.

Ia memikirkan bagaimana hari ini akan berjalan. Ketika biasanya hari-harinya terasa sangat kelabu dan membosankan, tercekat di antara tawa-tawa palsu mengerikan yang tidak membuatnya nyaman, akhirnya hari seperti ini yang ditunggu datang juga.

Terwujud hanya dengan segenggam informasi tentang Han Jihyun di tangan.

Tak berapa lama ia sudah memarkirkan mobilnya di tempat parkir. Keluar lalu berkaca di kaca mobil sambil senyum lebar yang tak lepas dari wajahnya. Han Jihyun, nama yang terus dirapalkan dari semalam.

Mulutnya terus bersenandung. "Doseogwan maen wi kan chaekdeuldo, wuooooo, naega kkeonaejulge~"

Kakinya berjalan memasuki perpustakaan, untuk pertama kalinya. Menghirup aroma buku-buku baru yang tercampur dengan buku kuno tua, rasanya seperti mencium parfum gadis itu setelah sekian lama.

"Choi Soobin," katanya, sembari memberikan kartu anggota perpustakaan dengan percaya diri.

Selanjutnya, ia pergi masuk ke dalam. Jantungnya berdetak kencang ketika langsung menemukan sesosok gadis itu yang berdiri di ujung sana, matanya sedang mengamati satu persatu buku yang berjajar padahal sudah ada buku tebal di genggamannya. Noona style sekali, pikirnya.

Choi Soobin tak percaya kalau saat ini atensi gadis itu benar-benar ada di depan matanya. Setelah perpisahan lima tahun yang lalu dan membuat mereka kehilangan satu sama lain, rasanya tidak bisa dipercaya kalau mereka akan kembali dipertemukan seperti ini.

Soobin mengutuk dirinya sendiri. Daripada berkeliling mencari gadis itu di setiap toko roti di wilayah Seoul, kenapa dirinya tidak pergi ke perpustakaan kampus yang setiap hari bahkan dilewatinya sambil terbayang-bayang akan noona itu?

Choi Soobin mengamatinya. Dalam hati bicara kalau kemunculannya hari ini bukanlah sebagai dirinya yang lama-bocah menengah pertama umur 14 tahun. Namun, lebih dari itu, ia ingin memperkenalkan dirinya kembali sebagai seorang pria.

Ingin memberitau gadis itu kalau semenjak mereka tidak bertemu, tingginya sudah bertambah pesat, suaranya juga semakin berat, apalagi sesuatu di dalam hatinya sana yang meraung tak sabar.

Soobin tersenyum, melangkahkan kakinya mendekati eksistensi gadis yang sedang mengalami kesulitan mengambil buku yang diinginkannya itu. Menarik nafas merasakan kupu-kupu terbang di perutnya, kemudian,

"Noona," panggilnya.

Setiap malamnya, tinggi badanku dan perasaanku padamu,

...tampaknya tumbuh dengan selaras satu sama lainnya. 💙💛

i wish i had gone to the library sooner (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang