Ehm, lama kuperhatikan Pak Wanto, satpam kantor itu. Umurnya hampir 40an, namun badannya masih bagus di balik pakaian satpam hitam2 yang ketet itu ,dan lumayan tinggi walau sedikit ‘ndut’, item, kumisan tipis yang tampak bekas cukuran. Terus terang, aku ada ‘nafsu’ ama dia. Gw banget.
Ada satu kebiasaannya yang membuatku keki. Dia senang sekali mencolek pantatku. Tambah hari kok pantatnya tambah seksi aja sih mas, celutuknya seraya mencolek pantaku bahkan kadang2 meremas kayak gemas gitu. Dan, biasanya hal itu ia lakukan saat aku melewatinya. Bahkan ga peduli betapa banyaknya teman2 sekantor yang tertawa menyambut leluconnya. Awalnya sih aku risih tapi selanjutnya aku cuek.
Ada satu hal yang menarik dari lelaki itu. Sungguh aku penasaran tonjolan yang menggunung di selangkangannya itu. Aku menelan ludah membayangkan ukuran kemaluannya. Aku jadi ‘terobsesi’ ingin menikmatinya.
Nah, hari itu, pertengahan Maret 2007, aku ketemu pak Wanto di lorong menuju toilet. Nampaknya dia baru selesai dari kamar kecil. Melihatku dia mengangguk dan tersenyum nakal. Aku berdebar, duh, gundukan itu membuatku makin penasaran
“eh, mas. Mau ke toilet ya?” sapanya mencoba ramah.
“ya, rame ga di dalam?”
“Ga mas. Sepi aja”
Aku melewatinya dan lagi-lagi tiba-tiba aku rasakan tangannya mencolek pantatku. Pak Wanto tertawa nakal.
“senang ya pak sama pantat saya?”tembakku.
“hehehe.. Bahenol..”
Aku tersenyum ragu membalas tawanya.
“sini deh Pak”panggilku agar dia mendekat. Dia yang semula mau berlalu, memandangku dan melihatku begitu serius segera mendekat.
“ada apa mas?”
“ehm… Saya penasaran Pak” jawabku, “ini apa sih? Kontol atau apa??”
Entah keberanian darimana, tanganku meremas gemas gundukan di selangkangan pak Wanto. Pak Wanto nampak kaget. Namun, ntah dia ga sempat menghindar atau memang pasrah, ga ada perlawanan dari dia.
“Membalas saya ya mas??” ujarnya sambil tertawa
“Habisnya bapak sering nyolek pantat saya. Ya, sesekali dong saya balas saja”
Pak Wanto tertawa lepas. Tanganku yang semula cuma sebentar meremas gundukan itu, kembali dengan berani meremasnya dengan gemas.
“ ini kontol atau apa pak,” celutukku nakal, “kayaknya gede banget Pak”
Pak Wanto nampak tidak menolak saat aku meremas-remas lagi dengan gemas kemaluannya. “ya kontol lah mas. Masa pentungan??” jawabnya sambil tertawa sumbang, mungkin risih karena tanganku masih menempel dan meremas-remas di sana.
“masa sih Pak,” aku kejar terus, ”gede ya Pak?”
“Iya lah. Ini aja belum bangun tuh”
“Akh, ga percaya”
“mau liat??” tiba2 dia menanyakan hal itu. Ehm…
“memang boileh saya liat?”
“klo mas mau buktiin,” tukasnya, “saya buka sekarang”
“Eh, jangan di sini Pak” cegahku saat dia mulai menurunkan risluting celananya, “di dalam, ntar ada yang liat kan malu tuh..”
“ Oh iya ya.. Lupa.. Hehehehe”
Di dalam, lantas kami memilih salah satu toilet di sudut ruangan dan tentu yang tertutup.
“nah, di sini kan aman Pak”