s a t u

95 11 5
                                    

Hanya karena sebatas pertanyaan "yang lain pada kemana?," kita bisa sedekat ini. Awalnya kupikir ini akan menjadi pertemanan yang biasa saja seperti dengan laki-laki lainnya di kelasku.

Kuingatkan di awal, ya. Ini bukan kisah manis layaknya pangeran dan putri di dongeng kesukaanku. Bukan juga kisah menggemaskan seperti yang ada di thread twitter.

Ini tentang Rendi, yang eksistensinya mampu memberikan efek yang besar dalam hidupku, khususnya pikiranku.

Terdengar menggelikan, tapi begini kenyataannya.

Anggara Rendi Mahardika, namanya. Lelaki yang lahir ke bumi ini pada tanggal 23 Maret 2000 yang merupakan anak kedua dari keluarga Mahardika. Rendi dengan segala keanehannya yang justru membuatku penasaran bagaimana kepribadiannya.

Aku gadis yang ntah beruntung atau kurang beruntung bisa ada di sisinya hingga detik ini.

"Nya, tugas mat lo udah?," tanyanya memecah lamunanku,

"Mat apa? Wajib aku udah, minat belum, hehe,"

"Liat dong," pintanya diakhiri cengiran,

Ren, kamu tuh sebenarnya biasa saja. Tapi bertingkah menggemaskan gini kenapa gak baik ya buat jantungku?

Hubunganku dan Rendi hanya sebatas teman sekelas yang beberapa kali bertukar pikiran mengenai materi pelajaran. Kebetulan dia juga cukup asik untuk diajak berdiskusi.

Kami juga semakin dekat karena ia beberapa kali mengantarkanku pulang saat aku lupa top up go-pay ku. Itu pun karena mulut rese milik Chandra yang seenaknya memerintah orang.

Tapi aku berterima kasih juga, karenanya aku punya teman lagi! Walau rasa sebalku masih ada sih. Hehe.

Kembali pada aku dan Rendi. Kini kami sedang mengerjakan tugas biologi, ralat, hanya Rendi. Karena tugasku sudah selesai dan tengah disalin olehnya.

Aku tak habis pikir dengan anak itu, ia pintar tapi malas. Sayang sekali otak bagusnya itu jarang digunakan, lebih baik untukku saja.

Dia sibuk bergumam sembari menulis kata demi kata dibukunya. Aku hanya menyaksikannya dari sebelah dengan tangan yang dilipat menumpu kepala pada meja.

"Kenapa, Nya?,"

"Hah? Ngga,"

"Ada masalah?," ini salah satu alasan mengapa aku masih memilih bersamanya.

Dia tidak cukup peka, tapi berusaha untuk memahamiku.

Aku pun hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaannya. Dia kembali melanjutkan pekerjaannya tadi dan aku memilih untuk memejamkan mata barang sebentar.

Tangan besar menyentuh kepalaku, mengelus pelan memberikan kenyamanan. Ah, mataku jadi berat gini. Tanpa kata, tanpa suara. Tapi seakan berkata "tidur, Nya, lepasin dulu sejenak apa yang membebanimu,"


Dia baik, aku akui itu.

Pikiranku di penuhi oleh Rendi. Perkenalan pertama yang tidak begitu berkesan alias biasa saja. Tapi mampu menjadikan hubungan kami sedekat ini.

Aku memutuskan untuk membuka mata dan langsung menemukan tatapan sengit darinya. Ia marah, jelas. Tertawa aku dibuatnya.

Aku sedang mengerjainya dan lucunya dia masuk ke dalam perangkapku. Jarang-jarang ia bisa seperti ini.

Rendi si cowok kalem yang kerjaannya cuma duduk di bangkunya dan diam dengan fokus yang sepenuhnya ia berikan pada ponselnya bisa merajuk? suatu hal yang hebat juga lucu.

Pemandangan yang sebelumnya belum pernah kulihat. Iya, baru kali pertama Rendi merajuk seperti ini. Sebelumnya biasa saja walau beberapa kali dia menunjukkan senyumnya. Rendi termasuk yang kurang baik dalam berekspresi.

Beda dengan hari ini, Rendi terlihat lebih cerah di banding sebelum-sebelumnya. Apa karena sinar yang menembus celah-celah tirai di sampingnya?

Dia terlihat sebal karena hal tadi, akhirnya kembali mengerjakan tugas-tugas lainnya. Aku memilih untuk kembali memperhatikan segala pergerakannya.

Berusaha merekam pemandangan di depanku, yang mungkin akan ku rindukan suatu saat nanti.


Iya,


Suatu saat nanti,

• s e n j a •
est. 2020

sigan☆

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝒔 𝒆 𝒏 𝒋 𝒂 ; 𝒉𝒖𝒂𝒏𝒈 𝒓𝒆𝒏𝒋𝒖𝒏Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang