The Room - 1

4 1 0
                                    

"Mama" kata seorang bocah kecil perempuan yang berusia lima tahun. Navisa. Anak itu tengah digendong oleh seorang wanita paruh baya. Dia adalah Nenek anak itu.

"Kenpa, sayang. Mama mau beresin baju kamu dulu." ucap seorang wanita yang sepertinya masih lebih muda dari orang yang mengendong bocah kecil itu.

"Nenek, buatkan minum susu, yah?" kata Neneknya ketika melihat Navisa seperti ingin diturunkan dari gendongan nya.

Navisa mengangguk kemudian dia duduk disofa ruang tamu. Bocah kecil itu terus mengamati barang-barang antik yang berjejer rapih disetiap tempat. Beberapa foto tersusun didinding ruang tamu. Manik mata biru terang bocah itu menatap bingkai foto yang terlihat banyak sekali orang disana. Foto itu merupakan foto keluarga.

Seorang wanita yang tengah membersihkan debu-debu diatas benda antik menatap kearah bocah kecil itu dengan tatapan heran. Wanita itu berdiri dibelakang sofa yang Navisa duduki dan mengamatinya yang tak berkedip ketika melihat foto bersama yang terpaku didinding. Sebut saja Lena, wanita yang menjadi asisten dirumah itu sejak tiga tahun lalu hingga saat ini.

Lena terus memperhatikan Navisa dengan dahi mengekerut hingga beberapa kali ekspresi wajahnya berubah ubah.

"Navisa, ini minumnya."

Suara Nyonya Litte membuat Lena mengerjap. Dengan segera dia melakukan tugasnya kembali. Membersihkan benda-benda hias kesayangan majikannya. Namun, tetap saja Lena sesekali melirik dengan ekor matanya. Sangat heran.

"Nenek, mana Papa?" tanya Navisa saat Neneknya mengulurkan gelas susu yang dibawanya tadi. Tatapan mata Navisa tak beralih dari foto yang terpasang ditembok.

Perlahan botol susu yang ada di genggaman tangan wanita paruh baya itu menurun. "Minun susunya dulu sayang." kata Litte seraya menyodorkan gelas itu kembali.

"Baiklah, Nenek. Tapi Nenek harus mengatakan diamana Papa Navisa berada nanti." ucap bocah kecil itu dan menerima gelas susunya kemudian meneguknya hingga tandas.

Litte masih bingung dengan apa yang akan dikatakannya kepada cucunya nanti. Mungkin dia bisa berbohong karena gadis seumuran itu sangat mudah untuk dikibuli dengan omongan orang. Namun, dia tidak tega terus membohongi cucunya tentang keberadaan Ayahnya yang sebenarnya sudah tak dapat ditemukan sejak insiden kecelakan kapal pesisir yang sering membawa para wisatawan di pantai pada empat tahun yang lampau. Entah bagaimana keadaannya, hingga saat ini sosok laki-laki itu belum ditemukan. Beberapa anggota para petinggi pemerintah banyak yang mengatakan bahwa Harry mungkinlah sudah termakan hewan besar di laut. Namun, Litte tidak percaya dengan itu. Pantai yang indah dan menjadi tempat wisatawan tidak akan ada hewan laut yang mampu membuat kapal jongklang dan terbalik hingga anaknya seorang yang susah ditemukan. Sedangkan ombak nya saja tidak terlalu besar.

Lamunan Litte membuyar ketika cucunya menyerahkan gelas kosongnya. "Habis, Nek! Sekarang tinggal Nenek yang ceritain ke Ica." kata Navisa dengan mata berbinar. Berharap.

Litte menoleh kebelakang. "Lena!" ucap Litte hingga membuat siempu nama menoleh. Dengan mengunakan tangan kanannya dia menyodorkan gelas kosong tadi ke wanita itu. Lena yang paham dengan perintah majikannya segera mengambil gelas itu dan membawanya kedapur untuk dicuci.

"Nenek, Layla sampe." seru seseorang yang berasal dari balik pintu utama. Kedua wanita beda usia yang sedang duduk disofa mengarahkan pandangan matanya kearah luar pintu. Seorang perempuan berusia sembilan belas tahunan nongol.

"Kakak!" kata Navisa kemudian berlari kearahnya.

"Ica! Kakak kangen banget." Layla berjokok dan memeluk tubuh kecil adiknya dengan sesekali mengelus pucuk kepalanya dengan sayang. Dua tahun lamanya mereka tak bertemu. Memang bagi kakak beradik itu dua tahun bukanlah waktu yang singkat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Room👻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang