DIA ADA

632 28 1
                                    

Jarum jam di tangan kiriku sudah menunjukan pukul sepuluh malam, hari ini benar-benar membuat badan dan pikiran terkuras habis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jarum jam di tangan kiriku sudah menunjukan pukul sepuluh malam, hari ini benar-benar membuat badan dan pikiran terkuras habis. Pekerjaan yang harusnya dikerjakan oleh orang lain, harus ditimpakan kepadaku karena dia cuti istrinya melahirkan.

"Akhirnya selesai juga.." ujarku sambil melihat jam di tangan, sudah jam segini rasa-rasanya sudah tidak ada kereta menuju rumah.

"Loh mas, baru pulang ?" ujar Pak Anton, Seorang Satpam Kantor yang memang sedang shift malam hari ini.

"Iya pak, ada pekerjaan double tadi" jawabku sambil memberikan salam tanda berpisah, ah jalanan terlihat begitu sepi. Tidak begitu ramai lampu-lampu kendaraan berlalu lalang, mungkin ada satu-dua kendaraan saja yang masih berkeliaran dijalan.

Kaki terus ku ajak berjalan agak cepat, Stasiun Kereta Api memang tidak jauh dari kantor. Mungkin sekitar 200 meter. Meskipun tidak terlalu yakin masih ada jadwal kereta semalam ini, namun tidak ada salahnya mencoba.

****

Suasana stasiun saat itu benar-benar sepi, hanya ada dua petugas loket dan satpam serta tiga orang yang kemungkinan adalah penumpang. Ada hal yang ganjil ku rasakan di stasiun tersebut, semua orang yang ku temui terlihat diam, kaku dan seperti tidak bernyawa.

"Mas, ada jadwal kereta api ke wilayah A tidak ?" ujarku kepada petugas loket yang memiliki tatapan begitu dingin.

"Ada, dua puluh menit lagi kereta datang" ujar si petugas loket, tanpa pikir panjang lagi. Segera ku bayar tiket kereta terakhir ini, pikiranku saat itu adalah segera pulang dan bisa beristirahat karena besok juga masih disibukan dengan kerja.

Tiket yang sudah ditangan, segera ku serahkan kepada Satpam Stasiun yang sudah berjaga didepan pintu. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, petugas keamanan ini tidak pernah ku temui sebelumnya. Dan yang paling janggal adalah dirinya tidak banyak berbicara bahkan seingatku dia tidak bicara sama sekali.

Kali ini bulu kuduk ku sudah benar-benar mulai berdiri, melirik kanan-kiri hanya ada dua atau tiga penumpang lain yang menanti di kursi-kursi stasiun. Ingin rasanya mendekat dan duduk di samping mereka, namun niat itu langsung ku pupuskan.

Lebih baik aku berdiri sejenak menanti kereta datang, ketimbang harus dekat dengan manusia yang mungkin bukan manusia. Pandanganku coba ku alihkan dengan ponsel, bermain game bawaan ponsel, snake.

Beberapa waktu, sembari menunggu loading aku mengintip ke arah mereka. Dan benar-benar aneh, bahkan untuk setidaknya menjentikan jari pun tidak mereka lakukan. Ini manusia apa patung sih ? gumamku dalam hati yang benar-benar sudah ketakutan.

***

Setelah menanti kurang lebih dua puluh menit, sorot lampu kereta api yang ditunggu mulai terlihat dari arah timur menuju ke barat. Seluruh penumpang yang sedari tadi menanti kedatangannya mulai berdiri dan menanti di bibir jalur kereta.

Kini mau tidak mau, aku berdekatan dengan para penumpang lain yang sedaritadi mencurigakan. Gerakan mereka benar-benar kaku, pandangan mereka seakan kosong.

"Terserahlah, yang penting bisa pulang dengan cepat" ujarku dalam hati.

Tanpa klakson khas kereta api pada umumnya, rentettan gerbong sudah mulai melaju pelan. Dan gerbong terakhir sudah tiba didepan mata, pintu membuka secara otomatis. Semua penumpang segera masuk.

Lagi-lagi hal ganjal ku alami, tidak ada tiupan pluit yang menandakan kereta akan segera berangkat. "Ah, mungkin karena sudah larut malam" ujarku menenangkan diri sambil mencari tempat duduk yang ternyata sudah cukup penuh.

Bangku berjejer membuat para penumpang bisa saling melihat orang di depannya, aku merasakan sunyi disana. Seperti tidak ada kehidupan, semua orang menunduk ke bawah dengan wajah pucat dan tanpa ekspresi.

Kembali, tidak ada satu kata pun keluar dari mulut mereka. Semua seperti diperintahkan membisu, beberapa kali aku juga menengok orang di sampingku. Lirikanku ternyata mendapatkan respon oleh laki-laki paruh baya mungkin sekitar 50 tahun. Wajahnya terangkat dengan pelan, menatapku dengan tatapan kosong.

Aku mencoba ramah, senyum coba ku kembangkan. Tetapi respon yang ku dapat hanyalah tatapan, tanpa kata atau balasan senyum. Segera ku palingkan wajahku kepada ponsel di kantong, seperti biasa game Snake menjadi media agar tidak melihat penumpang-penumpang yang tidak jelas ini.

Kereta tiba-tiba melamban, ku tengok dari jendela samping kereta. Ternyata kereta sudah memasuki Stasiun tujuan. Segera aku berdiri, disinilah bulu kudukku mulai merinding tidak jelas.

Tidak ada satupun penumpang didalam kereta yang turun disini, padahal ini adalah stasiun terakhir setahuku. Semua penumpang menatap ke arahku yang berdiri di tepi pintu, getar kaki ini. Keringat juga sudah mulai keluar, suara khas rem kereta sudah mulai ku dengar.

***

"Alhamdullilah" ujarku pertama kali setelah keluar dari kereta api yang benar-benar berbeda tersebut, kaki mulai melangkah menuju pintu keluar stasiun.

"Masssss" teriak seseorang yang ternyata adalah Satpam Stasiun A. Dia berlari mendekatiku, pikiranku saat itu adalah mungkin aku menjatuhkan barang atau apa.

"Tadi sampeyan kesini naik apa ?" tanyanya dengan tatapan penuh tanda tanya, "Itu" jawabku sambil menunjuk Kereta Api yang tadi ku pakai.

"Itu kereta sudah tidak digunakan mas, dulu kereta itu kecelakaan dan menewaskan ratusan penumpang" ujar Bapak Satpam yang benar-benar membuatku shok, anehnya seketika itu juga kereta api yang tadinya masih terlihat mulus ternyata benar-benar sudah rusak dan hanya diparkirkan di jalur mati.

Aku segera pamit kepada Pak Satpam, ku tengok jam arloji di tangan kiri. Ternyata perjalananku hanya 5 menit saja, padahal biasanya menggunakan kereta 'manusia' bisa sampai 30 menit. Dengan segera ku langkahkan kaki semakin cepat, ingin rasanya tdak percaya dengan semua ini.

Semalam Bersama Kereta HantuWhere stories live. Discover now