PROLOG

22 8 1
                                    

Biarkan dunia bersuara, aku tetap diam dengan ketidakadilan yang ada.

💛💛💛💛

“Perkenalkan nama aku Arima Saskya, kalian bisa panggil aku Rima, semoga teman-teman semua bisa menerima saya disini dan membantu saya mengejar pelajaran yang tertinggal, terima kasih.” Dia memperkenalkan dirinya dengan percaya diri, senyuman itu tak pernah lepas dari wajah cantik miliknya. Dia memang cantik, siswa di kelas banyak yang tertarik, beberapa diantara mereka menyahuti perkenalan singkatnya.

Pak Nala mempersilahkan Rima duduk, tidak ada kursi tersisa selain disampingku. Dia menerimanya dengan senang hati dan berjalan kearahku, yang duduk paling belakang.

“Hai, aku Rima,” ucapnya saat sudah duduk disampingku dengan senyum ramah, dilihat dari dekat dia lebih cantik.

“Sharma,” jawabku, senyumku tak selebar senyumnya. Hanya tarikan bibir kecil bahkan aku tidak tahu Rima melihatnya atau tidak. Sulit bagiku menerima orang lain yang baru hadir dihidupku.

Bukannya sombong. Aku hanya tidak bisa bergaul, maksudku tidak mau bergaul setelah semua orang menjauhiku. Tidak ada yang mau menerimaku setelah mereka tahu aku hanyalah gadis yang berasal dari keluarga miskin yang beruntung bisa sekolah di sekolahan elite seperti ini karena mendapat beasiswa.

Aku selalu bertanya-tanya, memangnya kenapa kalau aku miskin. Mereka bilang tidak level dan malu jika punya teman sepertiku. Awalnya aku memiliki banyak teman karena aku pintar, akhirnya semuanya menjauh. Tetapi tidak ada yang lebih baik selain menerima takdirku. Bertahan disini dengan ketidakadilan selama dua tahun harus penuh kesabaran.

Aku tak yakin kalau Rima akan menerimaku. Dia pasti berasal dari keluarga kaya raya dan setelah tahu aku miskin, dia pasti tidak akan se-ramah itu padaku.

“Apa aku boleh bertanya?” suara itu membuyarkanku, aku mengangguk. “Aku nggak ngerti yang dijelasin Pak Nala, bisa tolong jelaskan yang ini.” dia menunjukan pembahasan dibuku, aku mengangguk lagi lalu menjelaskan apa yang aku mengerti.

“Makasih, kamu pintar ya.” aku mengulas senyum tipis, semoga dia tidak seperti yang lain, semoga dia tetap baik padaku.

****

Worth ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang