Chapter 7 - Keraguan (Revisi)

22.7K 1.4K 0
                                    

       Setelah senja berganti peran menjadi malam, kami dengan segera menuju ke mobil. Rey terlihat menggulung lengan bajunya, memasang wajah serius, menampilkan rahang-rahangnya yang terlihat tegas sebelum ia menyalakan mesin mobil.

Aku memandangi wajahnya tanpa berkedip. Salah satu hal yang tidak dapat di dustai oleh wanita, saat melihat seorang pria menggulung lengan bajunya. Rey menoleh ke arahku.

"Gue laper," ujarnya.

Aku memutar bola mataku, sebelum mengiyakan pernyataanya, sambil menarik seatbelt yang terasa keras. Aku memutar badanku setengah, menarik seatbelt yang tak kunjung bekerja.

"Ini kenapa, sih?" gerutuku begitu seatbelt milikku masih terasa begitu sulit untuk ku tarik. Masih dalam posisi yang sama, tiba-tiba tanpa sadar tangan Rey terjulur melewati pundakku. Aku spontan melepaskan seatbelt itu dengan cepat, memundurkan posisi dudukku, meremas tas yang berada di pangkuanku. Saat merasakan jarak Rey yang begitu dekat.

Demi Dewa Neptunus, kali ini jantungku berpacu lebih kencang dari sebelumnya. Aku mengatup bibirku rapat, begitu Rey menggeser posisi duduknya lebih mendekat.

"Ini kenapa keras banget," gerutunya masih sambil menarik-narik seatbelt milikku.

Tak lama terdengar bunyi 'sret'

Aku bisa merasakan helaan nafas panjang Rey, ia tertawa pendek. Sedangkan aku tak menanggapinya, dan aku masih terdiam dalam posisi tidak bergerak sama sekali. Badanku tidak dapat aku gerakan, karena Rey berada tepat di depanku. Ia menggeser pandangannya ke arahku, aku mengikutinya, dan mata kami bertemu. Matanya seolah mencermati wajahku untuk beberapa saat.

Sampai akhirnya, Rey mengerjap. Dengan cepat, ia melepaskan seatbelt dari tangannya, dan kembali pada kursi joknya.

Aku mendengar Rey berdeham kecil sebelum, ia mengatakan kepadaku untuk memasang seatbeltku. Aku tetap diam membisu dan menurutinya, bahkan sampai mobil Rey beranjak pergi.

***

Ruangan Osis terasa jauh lebih rame, dengan kehadiran anak mading yang akan membantu kegiatan baksos yang akan dilakukan minggu ini. Di depan, Naufan sebagai ketua OSIS sedang menyampaikan pengumuman, sambil beberapa kali mencatat sesuatu di papan tulis. Aku memerhatikannya dengan seksama, sampai akhirnya Disa menyenggol lenganku.

"Gitu amat liatin, Naufan. Udah mulai suka ya?" ujarnya sambil menunjukku, memandangiku dengan kerlingan jahil miliknya.

Aku memutar bola mataku "Engga ih, lo ajalah yang sama dia." balasku sambil mengedikkan sebelah bahuku padanya.

Disa menggeleng cepat "Idih, ga mau gue kalo cintanya terbagi."

Aku mengernyit "Sok, melankolis lo!"

Disa tertawa pendek "Biarin."

Lalu,ia memasang raut wajah serius "Tapi, ya daritadi dia curi pandang mulu ke lo, Ter." lanjutnya.

Aku menoleh ke depan. Sebenarnya, tanpa Disa memberitahuku, aku sudah merasakan hal itu sejak tadi. Bagaimana, tatapannya yang tidak biasa ia arahkan kepadaku sesekali.

Kadang, aku ingin tahu apa yang ada dikepalanya setiap kali ia memikirkanku, atau sekedar melihatku? Aku menggeleng mengusir jauh-jauh pikiranku itu.

Tak lama kemudian, setelah rapat selesai, orang-orang mulai meninggalkan ruangan termasuk Disa, dan menyisakkan beberapa orang saja di dalam ruangan yang tidak sempat ku perhatikan, karena terlalu sibuk mengecek dan menghitung barang-barang yang akan dibawa besok.

Flip FlopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang