Prolog

175 20 2
                                    

Tepat di bawah cahaya gemerlap lampu jalanan, seorang remaja duduk termenung sambil sedikit mengeratkan jaket yang dipakainya. Angin malam mulai berdesir lebih kencang, membawa aroma hujan yang akan segera turun. Terdengar pula suara gemuruh di kejauhan yang menandakan badai mungkin akan datang tak lama lagi.

Meskipun begitu, orang-orang masih saja terus berdatangan. Mungkin karena faktor 'malam minggu', membuat taman kota saat ini lebih ramai dibanding malam-malam lainnya. Namun, di tengah keramaian ini, dia tetap saja merasa sepi. Meskipun tahu, ada begitu banyak kehidupan di sekitarnya.

Pandangannya beralih tatkala telinganya menangkap suara berisik dari beberapa anak kecil yang tengah bermain ayunan di sampingnya. Mereka tertawa dan berteriak, menikmati setiap detik permainan mereka. Keheningan yang mengiringi sepi di dalam dirinya menjadi semakin terasa. Malang sekali, batinnya.

Kepalanya mulai berisik.

Seharusnya, hari ini dia juga tengah tertawa bahagia. Berkumpul bersama seluruh keluarganya. Bernyanyi bersama. Meniup lilin bersama, dan berakhir memakan kue bersama.

Ya, seharusnya.

Kepalanya menggeleng kecil, mengusir berbagai pertanyaan yang mulai menggerogoti pikirannya. Dia memutuskan untuk pulang. Mungkin, secangkir teh buatan Bu Asep nanti akan membuat tubuhnya lebih rileks.

Dia mengayunkan tungkainya dengan santai, seolah tak ada beban yang mengganggunya. Bibirnya terangkat, kepalanya menunduk tatkala bersinggungan dengan orang lain.

Langkahnya terhenti ketika netranya bertemu dengan sosok remaja yang baru saja keluar dari sebuah minimarket. Di sebelah tangannya terdapat kantong plastik berwarna putih, menciptakan suasana yang lebih misterius di malam yang mulai menggelap.

"Dava? Lo dari mana anjir?" Tanya remaja dengan kantong plastik tadi. Dia berjalan mendekati teman sebangkunya tersebut.

Yang dipanggil menggaruk tengkuknya, lalu meringis kecil. "Tadi jalan-jalan di taman." Matanya mencoba mengintip kecil isi kantong plastik tersebut. "Lo sendiri? Beli apa?" lanjutnya.

Bintang mengangkat bawaannya sambil digoyangkan ke kanan dan ke kiri. "Pesenan nyokap, lagi dateng bulan. Biasalah, cewek." jawabnya sambil terkekeh.

"Udah mulai gerimis nih, gue duluan ya!" lanjut Bintang yang kemudian menepuk pelan bahu yang lebih muda.

"Iya, hati-hati." balas Dava dengan senyum tipisnya.

Dava baru saja akan melanjutkan langkahnya, sebelum kemudian ia mendengar teriakan Bintang yang sudah berada di ujung tikungan.

"DAVA, SELAMAT ULANG TAHUN YA! JANGAN LUPA MAKE A WISH!"

Bintang berseru dengan kegembiraan yang memecah keheningan malam. Senyum lebar tercetak jelas di wajahnya, bak cahaya bintang yang menyinari malam gelap. Tak lupa dia melambaikan tangannya dengan semangat, sebelum akhirnya dia sepenuhnya berbelok.

Dava tertegun. Kakinya mendadak berhenti, seakan-akan waktu memberi jeda khusus untuk momen ini. Pandangannya tertuju pada tempat dimana Bintang berdiri sebelumnya. Satu pertanyaan muncul dibenaknya.

'Dari mana Bintang tahu?'

Rintikan hujan yang semakin ramai membuat kepalanya menoleh ke arah langit yang sudah sepenuhnya tertutup mendung. Bukannya mengeluh, bibirnya malah menampilkan senyuman yang sangat lebar. Akhirnya, setelah lima belas tahun, ada orang yang mengingat hari penting ini. Tentu saja selain dirinya.

Dava terkekeh geli ketika mengingat ucapan Bintang tadi. Make a wish, katanya? Haruskah? Bahkan dirinya sendiri lupa, kapan terakhir kali dia membuat permohonan. Bukan karena sombong, hanya saja dia terlalu lelah mengucap harapan yang tak satupun pernah terkabul.

Tapi, untuk kali ini, entah kenapa rasanya sedikit berbeda. Tanpa sadar, Dava memejamkan matanya. Tangannya mengatup sempurna di depan dada. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Suara lembut hujan seakan menjadi latar belakang bagi harapan-harapannya mengudara.

"Tuhan, aku mohon pertemukanlah aku dengan kebahagiaanku."

Sederhana. Dava hanya ingin semua perjuangannya untuk bertahan selama ini tidak sia-sia.

Dalam keheningannya, suara klakson mobil tiba-tiba menggema, membuat tubuh Dava bergetar. Jantungnya berdegup kencang tak sesuai dengan irama. Nafasnya memburu, begitu memperlihatkan betapa terkejutnya dia. Bahkan suara decitan ban mobil tadi masih berdengung di telinganya.

Cahaya lampu mobil yang berhenti tepat di depannya, kini menerangi wajah paniknya. Tetesan air hujan yang menyerbu jalanan kini menjadi saksi momen tak terduga ini. Kakinya terasa seperti tak bertulang. Dava meluruhkan tubuhnya, membuat sosok dibalik kemudi buru-buru menghampirinya.

"Ya Tuhan, kamu nggak apa-apa? Maaf, saya tadi buru-buru." ucapnya dengan gemetar. Tangannya menepuk pundak Dava yang masih linglung.

"Maaf, sekali lagi maafkan saya. Ayo naik dulu ke mobil saya, kamu harus minum dulu!"

Dava masih menetralkan jantungnya yang berdegup terlalu kencang. Matanya memejam erat, membuat sosok disampingnya semakin panik. Dia buru-buru mengangkat tubuh Dava, sebelum dia merasakan tarikan di ujung kemeja kotak-kotaknya.

"Nggak usah, nggak papa."

Secara perlahan, Dava mengangkat kepalanya. Wajah mereka bertemu di bawah sinar lampu jalan yang mulai meredup. Waktu seakan berhenti berjalan. Suara hujan menciptakan dentingan pelan, menjadi latar belakang yang seolah menyuarakan kerinduan.

"Dava? Ini Dava kan?"

"Bang Sean..." lirih Dava, membuat yang lebih tua segera membawanya ke dalam rengkuhan yang begitu erat. Di dalamnya, kebahagiaan dan rindu berpadu, menciptakan momen yang mengalirkan air mata suka cita.

"Thank God, kamu baik-baik aja. Semuanya nyari kamu. Vicky, Sandi. Abang bersyukur bertemu kamu tanpa luka," tutur Sean. Tangannya tak berhenti menepuk kepala yang sudah lama tak dielusnya, menciptakan suara isakan yang semakin mengalahkan suara hujan.

"Abang, Dava takut. Dava sendirian. Dava sendiri, Bang."

Dava mengeratkan pelukannya. Menyembunyikan wajahnya di pundak lebar milik Sean. Tak memperdulikan tubuhnya yang semakin gemetar karena hujan, karena dia tahu, malam ini akan menjadi malam yang panjang. Malam dimana satu persatu harapannya mulai dikabulkan.

"Tuhan, terima kasih. Aku sungguh berterima kasih," batinnya.

°°°

Halooooo!!!👋🏻

Selamat datang di Lembar Cerita Dava, selamat membaca sampai lembar terakhir yaaa!

Sampai jumpa di lembar selanjutnya ^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lembar Cerita Dava Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang