an agreement - 1

14 1 0
                                    

"Abis kuliah nanti kamu ikut omi ke pasar ya? Jangan pulang malem - malem." Tanya seorang wanita paruh baya bertubuh tambun pada seorang gadis cantik yang sedang merapikan piring piring yang telah ia cuci.

Pertanyaan wanita paruh baya itu hanya dijawab senyuman manis oleh gadis cantik tersebut, setelah piring piring selesai ia rapikan, ia bergegas mengambil lap pel disebelah kiri nakas piring, namun tangannya ditepis oleh wanita paruh baya yang ia panggil Omi, "Naya kamu ini rajinnya gak ketulungan, kamu itu disuruh sekolah yang pinter bukan jadi tukang bersih bersih Omi." Gerutu Retno—Omi Naya. "Sekarang mandi, siap siap ke kampus sama bang Raihan. Kalo kamu yang bersihin ini semua ntar bu Endah mau kerja apa?" Lanjut Retno sembari terkekeh melihat betapa rajinnya gadis cantik bersurai hitam ini.

Naya memeluk Retno sembari berbisik "Omi udah baik banget sama Naya, makasih mi.."

"Kamu ini apaan sih, udah udah cepet mandi nanti telat." Jawab Retno, melepaskan rengkuhan Naya.

🌻

Naya membuka kaca jendela mobil sedikit demi sedikit, menikmati semilir angin pagi bercampur aroma masakan - masakan tetangganya, seperti ritual di pagi hari ia terus menerus mengulang kegiatan ini tiap harinya. Naya juga menyapa beberapa orang yang ia kenal sembari melambai lambaikan tangan.

"Aihh tutup katro!" Bentak Raihan, berhasil membuat Naya kaget bukan main.

Naya mengalihkan pandangannya menuju Raihan, lalu menatapnya dengan tatapan tajam. "Cuma nikmatin pemandangan komplek pagi pagi dibilang katro." Gumam Naya.

Raihan menggeleng gelengkan kepalanya, "Dasar ya bocilll di bilangin abangg gak ada nurutnya." Ucapnya sembari mengacak acak rambut Naya gemas. Raihan menutup kaca mobil lalu menguncinya agar Naya tak bisa lagi memainkan kaca mobilnya kembali. Sebenarnya Raihan tak masalah jika Naya membuka kaca mobil untuk sekedar menyapa orang atau menikmati aroma masakan tetangganya dikomplek, hanya saja Naya sering tak mau menutupnya kembali hingga mobil mereka melewati jalan raya, hal ini membuat Raihan geram selain banyak polusi udara yang masuk ke mobilnya, banyak pengendara motor yang sesekali memotret wajah cantik dan polos milik adiknya yang tentu saja membuat ia khawatir akan ada seseorang yang menyalahgunakan foto tersebut.

Sembari menyetir, Raihan sesekali menatap wajah Naya yang masih kesal karena ucapannya.

"Udah dong ngambeknya, ini abang mau curhat kak Adisti ke siapa kalo lu ngambek mulu?" Tanya Raihan.

Bukannya dijawab Naya hanya melemparkan tatapan tajamnya pada Raihan. Alih alih menakuti, Raihan malah tertawa karena tingkah adiknya.

"Eh btw lu masih ngambil kerja part time?" Raihan kembali bertanya pada Naya.

Naya hanya mengangguk,

"Emang orang kalo mau sukses mah harus susah dulu gak cuma leyeh leyeh, tenang aja Nay perjuangan lu ini proses pendewasaan lu ini gak bakal gua aduin ke mama.. biar lu tambah mandiri..." ucap Raihan sok bijak.

"Makasih." Jawab Naya singkat,

"Papa mama juga ngalamin banyak jatuh, tapi mereka gak gentar punya tekad yang kuat, dan alhasil terbentuklah caffe yang lumayan bisa ngehidupin kita ini hehehe..."

"Eh iya, gua punya cerita mayan aneh, dulu papa pernah jatuh sejatuh jatuhnya, gak punya modal. Uang papa habis habisan karna ditipu orang, hampir aja mereka nggelandang katanya. ya ampuuunn gabisa gua bayangin kecewanya gimana, tiba tiba ada temen orang tua papa ngasih dia modal tanpa syarat apapun. Papa janji bakal balikin semua uang itu, pas usaha papa udah berkembang papa mau nyicil uangnya eh dia gak mau.. aneh ngga Nay? Teruss lebih anehnya..."
Lanjut Raihan panjang lebar pada Naya, wajah Naya yang semula kesal berubah menjadi kini mulai memudar, Raihan tau bagaimana cara meruntuhkan kejengkelan adiknya.

an agreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang