1. Zea is Missing

2 0 0
                                    

Lagi-lagi aku ditinggal sendirian. Mataku bergerak cepat menyusuri lorong-lorong supermarket itu. Kaki kecilku mulai lelah setelah mengelilingi tempat ini berkali-kali.

Aku panik.

Apa mereka meninggalkanku lagi? Aku hanya ingin melihat mainan pistol itu. Aku hanya ingin melihatnya dan bermainnya sebentar.

Tidak perlu membelinya, aku tahu harganya mahal. Aku sadar kalau keuangan keluarga kita sedang buruk. Aku hanya ingin melihatnya, hanya melihatnya.

Aku lelah.

Aku tidak melihat bayangan mereka dari tadi. Apa mereka benar-benar pulang? Meninggalkan aku sendirian disini? Apa mereka serius?

Apa aku salah? Jarang-jarang aku bisa pergi ke mall. Aku sangat bahagia ketika diajak pergi keluar. Aku berharap Papa dan Mama sering mengajakku jalan-jalan.

Harapanku terkabul, mereka mengajakku keluar. Mama berpesan, "Jadilah anak yang baik dan selalu ikuti aku. Kalau tidak aku dan Papamu akan meninggalkanmu disini." Aku mengangguk dengan semangat dan menggengam tangan Mama.

Rasanya hangat.

Mataku sibuk melihat kesana kemari, menyentuh ini dan itu. Aku melihat berbagai jenis snack dan permen yang beraneka ragam.

Aku ingin memakannya. Aku tau aku rakus, tapi aku menginginkannya. Tapi aku juga ingat Mama tidak punya banyak uang. Jadi aku menahan diriku dan cukup puas dengan hanya melihat. 

Setelah melihat begitu banyak hal, aku tersadar. Dimana Mama? Dimana Papa? Seingatku tadi Papa sedang mendorong troli dan Mama sedang sibuk memilih sayur.

Diskon akhir bulan, kata Mama. Sayur dan diskon mendapat potongan harga setengah dari harga biasanya. Yang harus dilakukan hanyalah memilih sayur yang bagus.

Ketika aku menyadari kalau aku sendirian di lorong ini. Aku terkejut dan sedikit takut. Aku berusaha menenangkan diriku.

Tenang. Ini bukan yang pertama.

Aku berhasil menenangkan diriku dan berusaha berpikir positif. Ya!  Mungkin mereka sedang mengantri di kasir. Antrian kasir biasanya ramai dan sesak. Itu sebabnya aku menghindari area antrian.

Kakiku berlari menyusuri lorong-lorong yang ada. Mataku menangkap sebuah kotak kecil bergambar cookies dan ikan. Terdapat sebuah label merah dengan tulisan yang cukup mencolok diatasnya.

Limited edition.

Aku membacanya dalam hati. Aku tergoda untuk berhenti dan mengeceknya, tetapi bagaimana bila aku terlambat dan ternyata Mama dan Papa meninggalkanku disini. Aku tidak mau itu terjadi lagi. Aku takut.

Benar saja antrian kasir itu sangat panjang, aku mencari-cari di antara keramaian itu. Tetapi aku masih belum melihat sosok mereka. Apa yang harus aku lakukan?

Ayo berpikirlah Zea! Kau anak yang pintar, gunakan otakmu itu. Setelah berpikir beberapa saat. Aku menyerah. Aku tidak tahu harus mencari kemana lagi.

Aku lelah. Aku takut..

Apa Papa dan Mama tidak menginginkanku lagi? Kenapa mereka selalu meninggalkanku? Apa salahku?

Aku berjongkok di lantai. Kakiku tidak kuat lagi. Tanpa kusadari mataku terasa panas dan bulir-bulir air mata mengalir perlahan.

"Dek, apa kau tidak apa-apa?"

Aku mendongak ketika merasakan sentuhan ringan di kepalaku. Hati kecilku bersemangat. Mungkin itu Mama! Karena aku terlalu larut dalam pikiranku, aku tidak mendengar ucapannya. Hatiku sudah sangat berharap dan ketika aku mendongak. Harapanku pecah lagi.

Itu bukan Mama..

Dengan lemas aku menundukkan kepalaku lagi. Aku benar-benar takut. Apa yang harus aku lakukan bila Papa dan Mama meninggalkan diriku disini? Kemana aku harus pergi? Apa aku akan mati? Atau aku akan ditangkap dan dijual oleh orang-orang jahat?

Isakan tangisku tidak berhenti, malah semakin keras. Aku tahu tidak ada gunanya aku menangis. Menangis tidak akan merubah apapun. Aku harus mencari mereka lagi. Aku tidak akan menyerah!

Aku bangkit berdiri dan berlari mengelilingi supermarket itu lagi. Mengabaikan perempuan tadi yang bertanya kepadaku. Aku tidak percaya Mama akan meninggalkanku.

Aku berlari dengan cepat dan tanpa sengaja menabrak orang-orang di jalan. Kakiku semakin sakit, tapi aku tidak peduli. Aku bisa menahannya. Pasti bisa.

Aku mengusap air mataku dengan kasar dan berusaha agar tidak tenggelam dalam perasaan ini lagi.

Aku kuat. Pasti bisa.

Aku berlari menuju bagian elektronik. Aku tahu mereka seharusnya tidak ada disini karena yah- Papa dan Mama tidak akan membuang waktunya untuk melihat hal tidak penting.

Baru saja aku akan meninggalkan area itu, tiba-tiba lenganku dicengkram dengan erat. Tubuhku terjengkang kedepan. Aku terkejut, hampir saja aku jatuh ke lantai. Tangan yang menahan lenganku sangat kuat.

Aku mendongak dan bertatapan dengan sepasang mata yang menatapku marah. Tebakanku salah, mereka ada disini ternyata. Pantesan dari tadi tidak ketemu. "P-Papa.." Apa Papa marah? Ugh- Dia pasti marah.

Papa menatapku dalam diam dan menarikku ke hadapan Mama.
"Aku menemukan dia."

Aku sangat senang ketika melihat Mama. Mimik Mamaku tidak bagus, aku akui itu. Tapi setidaknya Ia masih tersenyum dan berjalan kearahku. Mama pasti akan memelukku. Aku harus meminta maaf karena sudah membuatnya khawatir.

"Mama maaf- AKH!!"

SAKIT!!

Kenapa aku dicubit lagi? Perutku sakit. Sakit sekali rasanya. Apa salahku? Aku hanya ingin meminta maaf. Mataku mulai terasa hangat lagi. Cubitan kedua datang lagi.

"Argh!! S-Sakit!" Aku berusaha melepaskan diri, tetapi rambutku dijambak dan ditarik ke belakang troli.

"Diam!! Apa kau tahu apa kesalahanmu? Teriak sekali lagi dan kau akan tahu akibatnya."

"Maaf Ma, aku- ARGHH!" Aku berteriak sedikit. Cubitan ketiga tepat diatas cubitan pertama. Sakit dan perih.

"Apa kubilang barusan? Apa kau tuli?"

Mama mencubitku lagi dan lagi. Aku menggigit bibirku dengan keras. Tidak berani membiarkan suara apapun keluar kecuali geraman yang tertahan. Aku hanya bisa pasrah dan berharap ini cepat berlalu.

Setelah puas mencubitku. Mama menarik tanganku dan berjalan menuju tempat pembayaran. Papa sudah berjalan duluan sambil mendorong troli yang berisi barang-barang belanjaan.

"Hapus air matamu."

Aku menghapus air mataku dengan cepat. Aku tidak mengerti kenapa Mama mencubitku seperti ini. Aku takut. Apa Mama akan menghukumku lagi?

Setelah membayar belanjaannya, Papa mengangkat barang-barang dan berjalan menuju mobil di parkiran. Aku dan Mama mengikuti dibelakang dengan diam.

Sosok Mama sangat dingin sekarang. Aku takut, tapi aku harus meminta maaf. Aku tahu aku salah.

Aku memberanikan diri dan menggenggam tangannya. "Ma-"

Aku bahkan belum bicara selesai. Tanganku sudah dihempas. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang membuatnya semarah ini.

Rasanya perih saat aku menyentuh perutku. Aku berharap mungkin hanya sedikit memar. Rasanya sakit memang. Tapi aku tidak tahu kenapa. Dadaku sesak. Rasanya sakit. Aku tidak bohong.

Ini benar-benar menyakitkan.

*****
Status :

Nama : Zea
Umur : 7 tahun
Gender : Perempuan
Lokasi : Mall
Kondisi : -

23 Dec. 19

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Zea and Her StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang