Break Out

73 7 16
                                    

Seorang gadis terlihat tersenyum malu-malu kala seorang pria berlutut di depannya dengan membawa bunga kemudian menyambutnya dan tanpa berpikir dua kali, ia mengatakan "Iya" tanda bahwa ia menerima laki-laki itu tanpa ragu.

Keduanya terlihat begitu bahagia, hingga laki-laki itu memeluk gadis itu dengan senangnya. Kedua insan itu bahkan tidak peduli pada orang disekitar mereka. Ada yang terlihat begitu antusias hingga perasaan iri ingin merasakan hal yang sama. Namun, kebahagiaan seseorang pastilah ada yang tidak menyukainya seperti seseorang yang melihat mereka dari kejauhan, menatap tajam hingga tanpa sadar wajahnya telah dihujani air mata. Ia sakit akan pengkhianatan yang begitu nyata. Mereka yang begitu di percaya ternyata bermain di belakangnya dengan sengaja.

Metha, iya gadis yang bersembunyi di balik keramaian tanpa ingin menunjukkan eksistensinya pada sejoli yang sedang di mabuk asmara. Tangannya mengepal kuat, ia tak sanggup melihat pemandangan menyayat di hadapannya. Ia memilih pergi, kemanapun asal tidak melihat mereka. Metha muak melihat apapun tentang mereka. Dan Metha muak, mengetahui bahwa ia masih mencintai pria brengsek itu. Metha membencinya.

####

Gadis itu tampak rapuh, matanya tersirat begitu banyak luka yang ditanggungnya. Hatinya hancur, air mata bahkan tak sanggup lagi keluar meski hanya satu tetes. Ia diam di kursi taman sendirian sembari menunggu seseorang yang mengajaknya bertemu setengah jam lalu.

"Hi sayang!" panggil seseorang sembari memeluknya dari belakang. Metha hafal betul aroma ini, aroma yang menjadi favoritnya sejak 1 tahun yang lalu meski pelukannya terasa berbeda. Iya, tak sehangat dulu tapi Metha tetap menyukainya. Katakanlah ia Naif, tetap mempertahankan laki-laki yang ia tau bahkan telah bermain dibelakangnya. Metha tidak peduli selagi pria itu masih peduli dan tetap memperhatikannya. Iya, Metha memang senaif itu.

"Hi." Balas Metha ikut tersenyum

"Bagaimana liburanmu? Apa kamu menikmatinya?" tanya pria itu sambil melepas pelukannya dan memilih duduk di samping Metha.

"Tentu saja. Korea sangat dingin, tapi tetap indah meski banyak salju di atas nya."

"Aku minta maaf karena tidak pergi bersamamu." Jawabnya dengan raut wajah bersalah.

"Tak apa, kita bisa pergi bersama lain kali." Metha tersenyum hingga matanya nampak seperti bulan sabit, cantik.

"Baiklah." jawab pria itu ikut tersenyum.

"Mengapa pulang tak memberi kabar padaku? Jika kau mengatakannya aku pasti akan menjemputmu di bandara." lanjut pria itu.

"Aku hanya ingin memberi kejutan." (Tapi, malah aku yang dikejutkan dengan hal yang kurang menyenangkan.) Metha tersenyum tapi hatinya menangis.

"Aku hanya khawatir kau naik taxi yang salah."

"Atau, kau khawatir hubunganmu dengannya terungkap?" Metha tidak bodoh untuk melontarkan kalimat itu. Kemudian ia hanya tertawa kecil untuk menyembunyikan luka.

"Aku sudah besar Delvin. Aku tidak sesembrono itu." lanjut Metha.

"Maaf, aku hanya tidak ingin kamu kenapa-kenapa."

"Aku mengerti. Kau tidak merindukanku?"

"Hey! Tentu saja aku merindukanmu. Seminggu itu lama sekali." jawab Delvin, kemudian memeluk Metha.

Break Out [[ONESHOOT]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang