Bagaimana bisa aku melupakan hal itu?
Aku masih mengingatnya dengan jelas. Semua kenangan-kenangan yang telah kita jalani bersama. Meski kau telah melupakannya. Ingatan itu akan terus bersamaku. Ya terus bersamaku, setidaknya seperti itu. Semua itu berawal ketika aku masih kecil.
Aku hanyalah gadis biasa yang tinggal di sebuah kota kecil di pinggiran wilayah Ursus. Kota yang sangat indah pada waktu itu, tidak terlalu banyak bangunan menjulang tinggi, memiliki padang rumput yang luas, perkebunan dan hutan pinus yang menghiasi sudut-sudut kota serta pegunungan mengelilingi hampir seluruh wilayah kotaku. Tempat yang penuh kenangan.
Aku pun ingat bagaimana kita bertemu. Saat itu aku hanyalah anak kecil yang sering dikerjai. Itu karena aku seorang yang penyendiri, lemah, dan aneh bagi mereka. Aneh karena diriku selalu mengenakan pakaian musim dingin lengkap dengan sarung tangan bahkan ketika musim panas, itu bertujuan untuk mencegah hal buruk terjadi.
Kala itu aku dikelilingi tiga orang bocah saat pulang sekolah. Mereka hanyalah sekelompok anak nakal yang selalu merampas apa yang aku miliki. Entah itu bekal makan siang atau uang jajan. Keluargaku hidup secara pas-pasan mengandalkan hasil perkebunan. Karena waktu itu kondisi perkebunan cukup memprihatinkan, aku terpaksa berangkat tanpa membawa bekal atau pun uang jajan.
"Hei lihat, bocah aneh! Berikan uangmu jika kau tidak ingin terluka!" teriak bocah yang menghadang tepat di hadapanku.
"Aku... aku tidak punya apa hari ini." Jawabku ketakutan kala itu.
"Oh, kau sudah mulai belajar berbohong, ya? Pegang dia supaya tidak kabur!" perintahnya. Dan kedua bocah di kiri dan kanan seketika memegang kedua pergelanganku dengan erat. "Akan kuberi pelajaran kau!"
Aku berusaha meronta namun cengkraman tangan mereka sangatlah kuat. Bocah di depanku mendekat dengan mengepal-ngepalkan tangannya. Dia menarik syal di leherku dan tangan yang lain bersiap melayangkan sebuah pukulan ke arah muka. Aku yang terlalu takut hanya bisa memalingkan muka dan memejamkan mata erat-erat.
"Hei!" terdengar teriakan dari arah depan, "Berhentilah menindas perempuan, dasar pecundang!"
Mataku terbuka perlahan dan melihat sosoknya. Seorang anak pemberani dengan sebatang tongkat digenggamannya. Anak itu tidak lebih tinggi dari para pemalak ini, bahkan dengan diriku sendiri.
Bocah yang ingin memukulku segera berbalik arah menghampiri anak itu. "Hei bocah, kau cari mati ya?!" celetuknya kesal.
"Hah? Justru kau yang cari mati!" bocah penuh percaya diri itu memasang kuda-kuda dan mengayunkan tongkat ditangannya.
Sayangnya tongkat itu dengan mudah ditangkap oleh lawan, "Jangan terlalu percaya diri kau, bangsat!" Sebuah bogeman mentah melayang ke pipi kiri anak tersebut.
Dia jatuh tersungkur sampai genggaman tongkatnya terlepas kemudian di lempar oleh lawannya. Tak berapa lama dia berusaha bangun dengan luka lebam di pipi kiri. "Argh, sakit! Tapi... jangan kau pikir kau sudah menang, bocah brandal!"
Bocah itu terlihat sangat kesal. Dia menarik kerah baju anak itu dan bersiap meninju. "Sialan kau!"
Entah apa yang dipikirkan anak itu justru memancing emosi lawannya dan bukannya takut, dia justru tersenyum seakan dia sudah menang dari awal. Jelas itu hal yang tidak mungkin, dia bahkan tidak bisa mengayunkan tongkatnya mengenai sasaran. Tapi aku salah besar.
Sembari tersenyum, dia menoleh ke arah samping, "Hei, pak polisi! Ada tukang onar!"
Sontak bocah yang ingin memukul itu mengurungkan niatnya bahkan melonggarkan genggamanya untuk melihat ke arah sekitar. Begitu juga dengan kedua anak yang memegangiku, mereka melonggarkan genggaman karena panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Arknights FanFic] Frozen Memory (COMPLETED)
FanfictionSumber gambar: https://www.pixiv.net/en/artworks/78488447 Peringatan: Cerita ini berdasarkan official namun tidak canon. Sinopsis: Frostar adalah gadis penyendiri yang di jauhi orang sekitar karena kekuatannya. Hidupnya dipenuhi kesepian dan peni...