HER

14 1 0
                                    

Jika bukan karena sang Ibu yang memaksa. Si cowok berambut coklat tua yang senada dengan matanya bernama Kaminaga, tidak akan terdampar di jurusan Psikologi di kampus ini. 

Kaminaga sama sekali tidak tertarik dalam belajar Psikologi. Jika dia mendapatkan kebebasan untuk memilih, ia akan mendaftar ke jurusan Desain Komunikasi Visual karena kecintaannya pada dunia seni fotografi.

Kaminaga tau, meski sang ibu tidak pernah bilang, sang Ibu sangat memaksanya untuk masuk kedalam jurusan ini karena beliau ingin sang putra semata wayang mengikuti jejak nya sebagai psikolog.

Jujur menurut Kaminaga menjadi seorang psikolog adalah pekerjaan yang sangat berat dan melelahkan. Semua orang yang datang kepadamu, berekspektasi bahwa kamu harus mengerti keadaan mereka meski mereka tidak berbicara apapun. Seorang psikolog harus ada untuk mereka kapanpun mereka mau, meski itu pada malam hari dimana manusia normal harus beristirahat.

Padahal ilmu psikologi bukanlah ilmu dukun bung! Seorang psikolog adalah manusia yang tidak akan mengerti jika kamu tidak mengatakan apa yang kamu rasakan pada mereka.  Mereka juga tidak dapat sembarangan mendiagnosis pasien dengan gangguan mereka tanpa melakukan tes apapun! Dan tentu saja, sebagai manusia, Psikolog juga mengalami kelelahan dan membutuhkan istriahat. Baik secara fisik ataupun kejiwaan mereka sendiri.

Mengingat betapa lelahnya Kaminaga mengingat tanggung jawab dan bagaimana sibuk nya sang Ibunda yang lebih mempedulikan pasien melebihi diri, ataupun putranya sendiri membuat Kaminaga ingin angkat kaki dari jurusan tersebut. Keinganan itu terus ada, sampai ia bertemu dengan gadis bernama Tama itu.

Kata kata dia lah yang membuat Kaminaga tidak menyerah sampai saat ini.

"Sebenarnya kamu sedang sakit hati." Katanya saat itu, saat mereka berteduh di sebuah gezebo saat hujan menguyur sebuah taman yang berada di belakang perpustakaan. Di tempat itulah Kaminaga pertama kali bertemu dengan gadis itu dan mengetahui bahwa mereka berada di satu angkatan dan jurusan yang sama.

"Aku tau kamu membenci Jurusan ini, tapi tidak ada salahnya bukan jika kamu mau mencoba? Anggap saja belajar ilmu ini juga untuk menyembuhkan hatimu!" Lanjut si gadis sambil tersenyum.

Kata kata terakhir yang dilontarkan oleh sang gadis itulah yang menggema di kepala Kaminaga.
Dan sejak itulah dia menyukai sosok si gadis bertubuh kecil. Jika dia memiliki kesempatan, ia berusaha untuk berada di satu kelas yang sama dengannya. Membantunya belajar, bahkan menemaninya saat pergi ke perpustakaan. Karena seringnya mereka terlihat berdua, beberapa kenalan mereka mengatakan bahwa mereka adalah pasangan serasi. Tetapi baik Tama dan Kaminaga menepis asumsi mereka, mengatakan bahwa mereka bukanlah pasangan.

Sesungguhnya, Ia menyukai Tama. Tapi ia tidak pernah bisa memberitau nya.
Ia tidak tau apakah perasaan yang Tama rasakan sama dengannya, ia juga tidak tertarik.
Ia tidak sanggup menerima penolakan. Kaminaga bahkan tidak tau apa yang akan dia lakukan pada Tama, jika Tama menolak perasaan miliknya. 

Dia tidak ada disini. Pikir Kaminaga saat ia duduk di kursi perpustakaan kampus.

Hujan akan segera datang, namun Tama tidak dapat Kamiaga temukan dimana pun di kampus itu. Kaminaga merasa sedikit khawatir jika Tama akan kehujanan di perjalanannya menuju gedung perpustakaan. Mereka memang tidak janjian, Kaminaga datang kesini karena niatnya sendiri. Semenjak memasuki Tugas Akhir, Tama sering terlihat berada di kampus, mencari buku atau suasana untuk mengerjakan Tugas Akhirnya.

"Oh Kaminaga! Sungguh kejutan aku melihatmu disini!" Suara parau dan berat khas milik sang sahabat bernama Fukumoto membuat Kaminaga terkejut. Ternyata sosok jangkung itu sudah berdiri didepannya, memasang wajah tanpa ekspresi yang entah terlihat bosan atau datar karena kedua matanya yang sayu.  

Cloudy | KaminagaWhere stories live. Discover now