PENIKMAT SENJA

77 7 8
                                    


Sarah,begitulah mereka memanggilku. Aku adalah anak yang suka sekali pada kata senja.Namun sayangnya, aku penderita disabilitas.bAku hanya bisa bermimpi,untuk meraihnya.Namun tekatku tidak akan berhenti sampai di sini,apalagi aku seorang yang berkebutuhan khusus. Bukan halangan bagiku untuk bermimpi menggapai senja. Aku bersekolah di tempat yang sering di sebut penampungan anak anak yang kekurangan seperti aku. Bukan rasa iri,yang ada hanya bangga,karena bisa tertawa dengan mereka. Ya,teman temanku. Mereka sama sepertiku,jadi mereka pasti juga tidak mungkin jahat padaku. Mereka adalah Azka,Dina,Radit,Tio,Dan Sasa. Mereka semua tak bisa melihat indahnya senja. Aku sering menceritakan pada mereka,betapa indahnya waktu sore atau senja. "Andaikan senja bisa berbicara seperti manusia,dia pasti menceritakan segalanya untuk kalian". Ujar ku sore itu, ketika kita berkumpul dan bercerita bersama.

"Iya Sarah,aku suka mendengar mu bercerita tentang indahnya dunia ini" Ujar Azka sedih. "Jangan sedih Azka, Aku tidak akan bosan menceritakan tentang indahnya dunia ini buat kalian semua". Kami pun kembali tertawa riang.Kringgg,bel berbunyi menandakan waktu sekolah telah usai. "Wah,sudah waktunya pulang,horeee". Dina berteriak senang. Pembelajaran hari ini ditutup dengan bahagia dan juga doa.Kembali ku pandangi wajah mereka yang sering membuat ku tertawa. Kami pun pulang dengan kembali bercanda riang. Kami menyusuri jalan sekolah,menuju gerbang.

Mama ternyata sudah menunggu,dan menjemputku. Begitupun Orang tua teman-temanku,walaupun aku penyandang disabilitas,kebahagiaanku bisa lengkap kalau ada mereka. Tak bisa kubayangkan kalau sehari saja,aku tidak bersama mereka. Di dalam mobil,mama mengajakku berbicara. "Sar,besok kamu pindah sekolah ya nak?"Sekejap aku terdiam,mencoba mencerna kata-kata nya". Pindah sekolah?"Aku baru sadar". Tidak bisa ma,nanti siapa yang menjaga teman teman Sarah?". Mama pasti mengerti keadaan ku. "Iya,nak.Tapi mama mau,kamu bisa maju,bukan sekolah disitu terus".
"Kalau mama mau memindah Sarah ke sekolah lain,kenapa tidak dari dulu ma? Sekarang Sarah sudah nyaman ma". Aku tak kuasa menahan air mataku untuk jatuh membasahi pipi ini. Lagi pula kalau di fikir-fikir,kalau aku pindah ke sekolah yang lain,pasti aku iki jadi bahan pembicaraan teman-teman ku. Bagaimana kalau ada anak yang nakal dan jail? Atau aku tidak punya kawan nantinya? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di benakku. Senja hari itu tiba tiba pudar dan lenyap. Mungkin,dia ikut sedih akan kabar ini. Perjalanan menuju rumah kali ini sangat membosankan. Saat pulang,rasanya aku ingin menghempaskan tubuhku dan melabuhkan semua masalah ini pada Allah.Akhirnya, sampai juga di rumah. Aku pun turun dengan malas. Apa mungkin mama melanjutkan niatnya untuk memindahkan ku ke sekolah baru? Ku naiki anak tangga dengan pasrah. Dengan di bantu mama,aku pun sampai di depan pintu rumah. Dan ku tatih jalan menuju kamarku. "Ya allah,kenapa hamba harus meninggalkan sahabat-sahabat hamba? Bagaimana hamba mengatakannya pada mereka?" Aku bergumam tanpa ada yang menjawabnya. Ku tatap wajah - wajah mereka yang terpampang jelas di dinding lusuh itu. Mereka yang selama ini menemaniku tanpa memandang siapa aku,apapun kondisiku,dan bagaimana pun kekurangan ku. Mungkin rasa sedih dan kata kecewa yang saat ini aku rasakan. Aku kesulitan merangkai kata untuk berpisah dengan mereka. Nantinya aku pasti juga akan resah mengukir cerita yang indah tentang dunia dan senja pada mereka.Dinding mocca itu menjadi saksi perjalanan cintaku dengan Kawan kawanku. Terhempaslah sudah tubuh ini ke kenyamanan yang menyelimuti sore kalau itu. Ku pandangi langit langit kamarku. Dan mencoba membayangkan serunya bercerita merangkai nada bersama mereka. Perlahan rasa bahagia membungkus erat nona kecil ini. Aku pun terlelap bersama angan yang ingin selalu bersama mereka.

Dan ku berharap bisa memimpikan mereka sang Bintang-bintangku. Benar saja,mereka hadir di sela ilusiku. Sebuah kenikmatan yang kudapat darimu ya robbi. Alur cerita dalam khayal ku ini memberiku sebuah arti tentang murninya hati sang mentari pesona sang senja. Malam menyapa,sang rembulan pun mengangkasa. Di taburi bintang.Dan kini sang elok mentari kembali membumi. Ku bergegas bersiap ke sekolah setelah mandi dan sarapan yang membosankan kali ini. Ku langkahkan kaki menuju mobil dan juga di temani mama. Aku sedikit pendiam hari ini. Meskipun mama mengajakku berbicara,aku tak menggubrisnya. Karena menurutku,mama terlalu egois hingga tidak memikirkan perasaanku kalau aku pindah ke sekolah lain. Yang pastinya banyak anak yang nakal padaku.

"Bagaimana dengan rencana mama kemarin? Apakah tetap dilanjutkan?" Air mataku hampir tumpah kala itu. "Tunggu saja nanti." Ia hanya berucap seperti itu. Bagaimana bisa ku tahan,banjir sudah pipi ini. "Kenapa mama seperti ini? Tidak bisakah Mama mengerti perasaan Sarah dan teman-teman?" mama tidak mengubris kata-kataku. Ia lalu mendorong kursi rodaku,menuju mobil. Aku merasa ada sesuatu yang aneh,tidak biasanya mama seperti ini. Oh tuhan,semoga tidak ada apa-apa. Dan semoga,aku masih bisa melihat senja bersama mereka. Kami pun masuk ke mobil tanpa sepatah kata pun."Sarah,ikuti saja alurnya,Kamu pasti masih bisa menikmati senja di langit yang sama."
Kata-kata itu yang membuat ku terbungkam dan membisu seribu bahasa. Hanya air mata yang berani berbicara. Mobil mama melaju di jalanan Jakarta yang ramai kala itu. Kendaraan berlalu-lalang. Bangunan - bangunan yang kulihat dan hiruk pikuk kota tak kuasa ku ceritakan pada mereka. Keadaan pada mobil masih sepi tanpa canda. Terpampang sudah gedung itu. Aku mencoba menguatkan diriku. "Sarah,cepat keluar sekarang". Mama menegangkan suasana."Iya ma". Aku pun keluar dan memandang risau sekolah ku itu. "Mama mau ikut ke kelas mu ya. "Seraya menutup kedua mataku. Mama mendorongku ke jalanan setapak dalam sekolahku,perlahan,namun membawaku ke nuansa penuh rasa cemas. Ku dengar suara tawa mereka yang terngiang erat di memoriku. Kembali teringat saat belajar,dan bercanda bersama mereka. Sepertinya cerita itu tlah usai. Kini aku sampai di depan rumah kedua ku.Ya,itu adalah kelasku. Ku dengar kembali cerita cerita yang selama ini hilang"Suuuttt,Sarah datang". Seperti ada yang berbicara seperti itu.Aku merasa ingin tertawa,namun ku pendam dalam dalam. "Sekarang,nikmati senja bersama mereka". Mama membisikkan kata-kata itu tepat di telingaku,lembut. Tidak seperti tadi.
Dan ku buka perlahan mataku,di depan ku berdiri anggun,Azka.Sang tahfidzul QUR'AN.
Juga teman-teman ku yang lain.Bagaimana hati ini tak terkejut,melihat mata mereka berseri menatapku. "Kalian bisa melihat ku?"Mereka hanya tertawa tipis,sedangkan aku hanya menahan rasa haru yang mendalam. "Iya Sarah,kita sudah bisa melihat sekarang". Ujar Tio .Mereka beranjak meraih diri ini dan memeluk raga yang telah rindu akan suaranya. Kesedihan bahagia ini pecah tak terkendali. Siapa malaikat yang berjasa menolong kalian? Panggillah ke mari,aku ingin memeluk nya erat sekali". Mereka malah tertawa lepas." Malaikat yang baik itu di belakangmu.Memandangmu.Lihatlah,peluklah sekarang". Dina menambahkan. "Iya Sarah,mama mu lah yang telah mencarikan donor mata untuk kita,memperingati hari ulang tahun kamu! Hari ini" Tio berseri berkata padaku,sembari menatap wajahnya."Oh iya,Sarah. Selamat ulang tahun ya!"Ucap Sasa dan Radit kompak sembari menyerahkan kaki palsu yang sepertinya dihadiahkan untukku."Subhanallah, Ini untukku?"Aku tak pernah se bahagia ini. Mama menatapku dan mengangguk pelan. Tanpa berbasa-basi, aku memakainya dan ya dibantu dengan mama.
Ku coba berdiri,dan dengan tertatih akhirnya bisa berjalan dengan normal kembali. Hari ini berakhir bahagia.Bersama mereka yang ter kasih. Meski kita kembali bisa menatap indahnya dunia dan melangkah menggapai senja, takkan pernah melupakan sekolah ini,tempat dimana kata "Penikmat Senja" bisa tercipta. Mari nikmati pagi yang indah dan berlari menggapai bintang dan senja bersama kawan kawanku. Selamat datang dunia baruku. Sang Bagaskara menjadi saksi bisu perjalanan cintaku dengan sang penyandang disabilitas ini. Mama di ujung dinding hanya tersenyum heran melihat tingkah kami. Begitulah cerita kami, sang Perindu hati, Penggemar sang ilusi.






Penikmat Senja.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang