Tiga

42 11 0
                                    

Hari itu seisi kelas XI IPA 4 sibuk menatap Irish yang tengah duduk dengan tatapan penasaran. Ada yang menatap kagum, ada yang tertawa meledek, bahkan ada pula yang ketakutan. Katanya sih jika ada orang yang memiliki warna mata yang berbeda, maka ia bisa melihat hal yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa.

Tentu itu hanya mitos. Dan Irish pun tampaknya tak ingin terlalu menanggapinya. Entah karena memang tidak peduli atau memang tak ingin menceritakan hal yang memang tak boleh diceritakan ke sembarang orang.

"Hei! Sendiri aja. Nggak ikut ke kantin?" tiba-tiba seorang cewek berambut sebahu dan berbadan agak mungil datang menghampiri mejanya.

"Gue Nicky. Gue duduk persis di belakang bangku lo. Salam kenal ya!" cewek yang bernama Nicky itu mengulurkan tangannya. Irish terdiam sejenak memandangi Nicky dari atas sampai bawah. Seperti sedang memindai sesuatu.

"Nicky baik ya" ucapnya kemudian. Nicky hanya tertawa kecil saat mendengar itu. "Lo lucu deh. Yuk ke kantin bareng!" katanya kemudian seraya menggandeng tangan Irish.

*****

Kepulan asap rokok memenuhi toilet itu. Sudah lebih dari 3 jam dia ada disana sambil menghisap batang nikotin itu dengan nikmat. Itu memang selalu ia lakukan bila ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Argh!! Brengsek!!" teriaknya sambil melempar puntungan rokok itu ke lantai. "Sekarang apa yang harus gue lakuin?" dia merogoh kantong celananya, mengambil hp dan menekan sebuah nomor dengan cemas. Ketika nada dering berbunyi, keringatnya langsung menguncur dari dahi dan jantungnya berdegup lebih cepat. Namun ketika nada dering itu berubah menjadi suara operator, ia langsung membanting hp itu ke lantai.

"Sialan!!" umpatnya dengan kesal. "Lo liat aja Drew. Kalo sampe lo mati, gue jamin kehidupan keluarga lo nggak akan tenang!"

*****

"Jadi lo mau pesen apa Rish?" tanya Nicky saat mereka tiba di kantin. Irish memandangi daftar menu yang ada. "Gue mau mie rebus sama es teh aja deh Nick!" jawab Irish memutuskan.

"Bentar ya, gue pesenin dulu ke abangnya. Lo tunggu disini!" Nicky pun pergi meninggalkan Irish sendiri. Irish memandangi sekitarnya. Kantin ini benar-benar ramai.

Ramai sekali.

Bahkan 'mereka' pun juga ikut makan dan duduk bersama manusia lainnya. Ini membuat bulu kuduk Irish menjadi meremang.

"Kapan semua ini akan berakhir? "

Sejujurnya Irish pun tak tau darimana ia bisa memiliki kemampuan itu. Kemampuan melihat 'mereka' yang kasat mata. Awalnya Irish mengira mereka semua hanyalah manusia biasa yang kebetulan punya cacat fisik biasa. Tapi seiring bertambahnya usia, Irish menjadi sadar bahwa mereka memang bukan manusia.

Hal ini semakin membuat Irish menjadi tak nyaman berpergian keluar sendiri. Dia takut jika ia sendirian, maka dirinya akan bertemu dengan 'mereka yang tak diharapkan'. Irish sih tidak keberatan jika memang bisa membantu. Hanya saja dia pernah mengalami kejadian yang kurang mengenakan tentang itu. Makanya sekarang kemana pun ia pergi, Irish selalu memakai kacamata hitam dan bersikap seolah tak bisa melihat 'mereka'.

"Sorry ya lama. Soalnya rame banget tadi" ujar Nicky. Irish sedikit terlonjak kaget.

"Gak papa kok. Makasih ya" jawab Irish seraya meneguk es teh nya.

Mereka pun mulai makan dan mengobrol banyak hal. Ternyata setelah mengenal Nicky lebih dalam, Nicky memiliki banyak kesamaan dengan dirinya. Mulai dari warna kesukaan, hobi, bahkan jenis musik pun sama.

"Oya by the way, Irish kenapa pindah kesini? Ortu pindah kerja atau apa?"

"Oh? I..itu karena ibu gue meninggal bulan lalu. Jadi ayah mutusin buat memulai hidup baru disini" jawab Irish dengan gugup.

"Hah? Serius? Aduh maaf ya jadi ngebuat lo sedih. Gue turut berduka" kata Nicky dengan wajah sedih. Irish hanya tersenyum kecut. Dilihat dari wajahnya sepertinya ada sesuatu yang ia sembunyikan.

Ditengah-tengah obrolan, tiba-tiba handphone Nicky berbunyi.

"Halo? Iya kenapa Gi? Hah? Suara lo gak kedengeran. Hah? Aduh bentar gue ketempat yang agak sepi dulu deh" Nicky meminta izin ke Irish untuk pergi sebentar yang dibalas anggukan Irish.

Setelah Nicky pergi, lagi-lagi Irish sendiri. Irish memandang sekitar. "Kenapa kantin rasanya jadi agak sepi? Apa jam istirahat udah mau selesai?" Diliriknya jam yang ada di handphone.

Masih ada sekitar 20 menit lagi. Tapi kenapa kantin ini rasanya jadi lebih sepi dari yang tadi ya? Irish mencoba mengedarkan pandangannya untuk melihat kemana orang-orang pergi. Jantungnya jadi berdegup cepat saat ia menangkap sosok cowok tengah berdiri tepat di sudut kantin.

"Itu orang atau bukan ya?" Keringat dingin mulai menetes pelan di dahinya. Tangannya ia letakkan ke dada agar tak terlalu ketakutan. Ia mencoba mendekati sosok itu dan mulai merabanya. Dan pas disentuh...

Tembus.

Tapi kenapa gak berbayang?

Irish mendadak jadi tersadar apa yang telah ia lakukan. Cepat-cepat ia menarik tangannya dan berlari menjauh dari sosok itu. Jantungnya kali ini berdetak 2x lebih kencang dari yang tadi.

Kenapa dia bisa sampai tak tahu? Padahal dia sudah sering bertemu dengan sosok semacam itu, tapi kenapa yang tadi ia tak merasakan apapun? Apa jangan-jangan...

Irish menghentikan langkahnya dan mencoba menatap sosok itu sekali lagi. Tapi...

"Hilang?"

Bagaimana bisa? Biasanya sosok seperti itu tak akan bisa berpindah tempat kecuali ia masih...

"Hei" tiba-tiba ada suara dari belakang punggung Irish. Irish membeku ditempat. Tangannya menjadi gemetar hebat dan jantungnya kini semakin berdebar tak karuan. Sosok tak nyata itu ternyata sudah berdiri tepat di belakangnya.

"Lo bisa ngeliat gue?"

Irish (The Girl Who Can Sees Me)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang