2 | Memata-matai

300 49 9
                                    

Satu jam sudah kami mengikuti Ayah Lisa dan sekarang kami tengah berada di bandara, ya BAN-DA-RA!

"Kemana?" Tanyaku.

"Busan"

"Sungguh? Lisa, ayo kita kembali ke sekolah!" Ajakku sambil menggandeng tangannya. Hingga tak lama kemudian ia melepasnya.

"Lisaaa...."

"Taee, kumohon.."

Aku menggelengkan kepala sambil menatapnya dengan serius.

"Aku akan pergi sendiri." Ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Lisa mulai berjalan menjauhiku. Sial, aku benci sekali melihatnya seperti ini. Tanpa berpikir lama, aku pun segera berlari menghampirinya dan menggandeng tangannya. Kurasakan gestur tubuhnya yang terkejut melihat kedatanganku dan ia pun tersenyum.

"Terima kasih, Taehyung."

•••

Di sinilah kami sekarang. Dua orang anak SMA yang naik pesawat menuju Busan di tengah jam sekolah. Beragam lirikkan dari para penumpang lain membuatku agak sedikit risih. Bagaimana tidak? Kami pergi masih dengan menggunakan seragam sekolah lengkap! Oh sungguh miris kalau dipikir-pikir bagaimana aku dengan mudahnya diperbudak oleh cinta.

Beberapa jam larut dalam pikiran, tak terasa kami telah sampai dan segera mengikuti kembali Ayah Lisa. Jika ditanya dapat dari mana uang untuk melakukan semua ini? Tentu saja dari Lisa! Ia tak mau rugi sepersen pun. Sebelum mengajakku, ia sudah mengambil uang Ayahnya terlebih dahulu.

•••

Setelah menaiki taksi, sampai lah kami di depan sebuah gedung apartement sederhana. Kemudian, Lisa mulai menarik tanganku kembali untuk membuntuti Ayahnya dari belakang. Kurasakan jemarinya mulai berkeringat dingin.

"Ayo, Tae! Cepat!"

Beruntung Lift apartemen di sini terbuat dari kaca transparan, jadi kami dapat dengan mudah mengetahui ke lantai berapa Ayah Lisa keluar.

Kami pun terus mengikuti Ayah Lisa hingga ia berhenti di pintu nomor A1348 dan dari dalam terlihat seorang wanita muda menyambut kedatangan Ayahnya. Kami menuju pintu itu dan Lisa berniat untuk menggedornya, namun kutahan.

"Jangan, Lisa!"

Kulihat wajah cantiknya penuh dengan emosi yang terpendam. Hampir berputus asa, tiba-tiba pintu sebelah apartemen yang dimasuki Ayah Lisa perlahan terbuka. Terlihat cleaning service keluar dari pintu itu dan kami pun bersembunyi. Sebelum pintu apartemen itu menutup sempurna, kami dengan cepat berlari masuk ke dalamnya.

Lalu, Lisa menuju balkon apartemen itu. Berharap bahwa ia bisa melihat atau setidaknya mendengar sesuatu. Hasilnya tentu saja nihil, karena jarak balkonnya terlalu jauh.

Tak kehabisan akal, aku pun mulai mencari cara untuk membantunya. Kulihat ada lubang listrik yang sepertinya menghubungkan antar ruangan di apartemen. Kuambil sebuah gelas sebagai mediator dan kudengarkan dengan seksama.

"Bagaimana?" Lisa menunggu jawaban dariku.

Aku tahu jawabanku akan menyakitinya. Aku menarik tangan Lisa dan mengajaknya untuk keluar apartemen. Melihat tindakanku, Lisa segera menepis genggamanku. Aku yakin ia telah mengetahui jawabannya. Kemudian, Lisa mengambil gelas itu dan melakukan hal yang sama denganku. Sontak saja, gadis itu langsung menangis sejadinya. Aku yang tak tega pun segera meraih tubuh Lisa dan memeluknya.

•••

Setelah satu jam larut dalam tangis, kini aku dan Lisa tengah berada di pesawat menuju Seoul. Aku tak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan Lisa yang sejak tadi hanya terdiam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang