Tema : Waktu
———————————————Langit kembali merenung, awan mulai berubah warna menjadi kehitaman, rintikan air perlahan turun di sertai gemuruh petir yang tengah bergelut di atas sana. Angin yang semula berjalan biasa saja, kini mulai berlari seolah di kejar sang hujan. Gadis yang tengah duduk sendiri di halte bis tampak tak menghiraukan pertanda hujan lebat akan datang. Tangan yang saling bertautan, kepala menunduk, dan bahu yang gemetar menandakan bahwa ia tengah menangis sesenggukan.
Wajah manisnya yang tertutup oleh helaian rambut tak juga membuatnya resah. Tampak beberapa kali ia mengusap linangan air mata itu dengan tangan mungilnya tetap saja tak memberhentikan air mata yang turun secara terus menerus. Bersyukur dia hanya sendiri di sana, tak di temani siapapun bahkan semua orang yang harusnya tengah menunggu bis, kini tak ada satupun yang di sana. Mungkin saja, karena cuaca yang hari ini tidak mendukung.
Bahu yang sedari tadi gemetar hebat, kini perlahan hilang. Air matanya di usap sesegera mungkin agar tidak ada orang yang tahu. Dia menghembuskan napas berkali-kali agar dadanya yang terasa sangat sesak ini kembali normal. Takut, takut jika ia kembali mengalami asmanya yang di deritanya sejak lama kembali kambuh dan masuk ke rumah sakit.
Dia mengikat rambutnya yang berwarna cokelat tua, dan membasuh wajahnya dengan air mineral yang ia bawa. Setelah di rasa wajahnya sudah lumayan, dia membuka ponsel yang sedari tadi berdering menandakan telfon dari seseorang masuk.
Missed call from Bagas 23x
Message from Bagas 25xMelihat banyaknya panggilan dan pesan dari lelaki itu, dia segera membukanya. Senyum yang hampir terbit kini memudar kembali. Isi pesan yang membuat dadanya kembali sesak menahan sakit, tak ingin dia melanjutkan kalimat-kalimat menyakitkan itu.
Bagas🌞
Kita masing-masing aja dulu, ya? 12.10
Aku ngga bisa ngelanjutin janji ini. 12.33
Kamu dimana? Angkat telfon aku, Ra. 12.45
Jangan buat aku khawatir gini. Bilang kamu dimana? 12.50
Aku sayang sama kamu, Ra. Tapi, hidup orang nggak ada yang tahu. 13.05
Begitulah pesan lelaki yang sangat ia bangga-banggakan jika ia tengah bersama teman-temannya. Tak ingin berlarut dalam kesedihan, gadis cantik itu berjalan pelan menuju rumahnya yang jauh dari halte. Tak peduli rintikan air hujan yang sudah membasahi tubuhnya hanya dalam beberapa langkah ia jalan. Suara petir yang menggelegar di atas sana pun tak di hiraukannya. Beberapa orang yang ia lewati pun sudah meneriakinya dengan lantang agar gadis itu meneduh. Tapi, dia tetap berjalan tanpa memperdulikan orang-orang yang tengah berteriak memanggilnya.
Jalan raya mulai sepi, tak ada lalu lalang kendaraan yang melintas. Hanya beberapa saja yang sudah memakai jas hujan, atau mobil yang melewatinya. Dia berhenti di pinggir jalan menghadap ke arah jalan yang lebar. Menengok arah kanan kiri. Di rasa sudah sepi, dia menyebrang dengan pelan, dan tetap memandang depan. Hingga suara teriakan orang-orang kembali terdengar dan suara klakson begitu kencang membuatnya seketika terperangah kaget.
BRUKK!
Tubuh mungil dengan kulit putih bersih itu kini terkapar tak berdaya di tengah jalan dengan darah mengalir deras, di tambah air hujan yang mengguyur tubuh itu. Tak butuh waktu lama, semua orang yang melihat kejadian itu langsung menyerbu dan mengerumuni gadis malang itu.
***
Suara alat yang menyatu dengan tubuh ringkih di atas ranjang itu sudah berbunyi dari seminggu yang lalu. Mata yang tetap saja memejam tak jua membuka. Sekelilingnya terdapat orang-orang terdekatnya yang kini tengah menahan tangis, bahkan beberapa orang sudah menangis sesenggukan. Cowok dengan tinggi 170cm duduk dengan kedua tangan menggenggam erat tangan mungil milik gadis yang tengah terbaring lemah di ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALSE COMMITMENT
Teen FictionCerita pendek tentang komitmen dua orang kekasih yang tak bisa berjalan dengan mulus.