Hari terburuk dalam hidup ku, tak pernah diangap oleh siapa pun dari dulu hingga sekarang.
Tidak ada harapan untuk ku. Selalu gagal dalam semua percobaan.
Tidak ada dindidng yang bisa aku hancurkan. Selalu melakukan hal yang sama.
Tidak Peduli. Selalu Menyesal.
Tidak selalu aku ingin. Menjadi seperti ini.
"Hei tim, kenapa kamu duduk disitu?" tanya henry, temen yang tidak pernah aku anggap sebagai teman. Kegelapan ini telah memakan ku semuanya. Aku sudah tidak peduli perkataan orang tentang ku.
"Pelajaran music sudah dimulai, ayo ke ruang music." mengulurkan tangannya di depan mata ku yang melihat wajahnya yang ketakutan karena aku menatapnya. Sebagai ketua kelas, dia terpaksa melakukan itu.
Berdiri. Mengambil tas ku yang tidak jauh dari pintu masuk.
"Hei tim kemana kau pergi? Ini belum waktunya bel pulang."
Diam dan terus melangkah. Aku berjalan cepat meninggalkan sekolah.
Hari ini adalah hari ke 12 aku bolos sekolah. 3 kali lagi aku lakukan, aku akan dikeluarkan dari sekolah. Aku sama sekali tidak peduli lagi, karena yang ku pedulikan sudah menganggap aku tidak peduli. Jeruji besi yang sempat terbuka. Kini terkunci rapat lagi. Sekolah atau Rumah. Dua penjara yang tidak pernah ku ingin jumpai.
-Jam 21.00
"Tim........ kau sudah pulang?" suara pintu terbuka, dan suara yang tidak pernah ku ingin dengar. Sudah 10 jam ku terdiam duduk di depan computer yang menyala tanpa melakukan apa pun.
--Creeek
"Kau di depan computer lagi? Kau tau berdiam diri dan menatap layer di computer tidak bagus untuk kesehatan mata mu tim." bicara di samping ku. Aku hanya terdiam.
"Hm... kau tidak sekolah lagi hari ini bukan?" aku hanya menganguk mendengar pertanyaannya.
"Kau tau tim, sekolah itu penting untuk masa depan mu. Sudah 12 kali kamu bolos dari sekolah, 3 kali lagi kamu bolos kamu akan dikeluarkan. Ayah mu pasti sedih kalau...."
--Damm
"Diam.." bentak ku sambal memukul meja.
"Dia bukan ayah ku, dia hanyalah seorang pembunuh."
Tangisan ku. Tanpa sadar membuat dia memeluk ku.
"Ibu tau kamu sedih, tapi...."
"Kau bukan ibu ku, ibu ku sudah lama mati." mendorongnya.
Aku menyelimuti tubuhku dengan selimut dan menangisi masa lalu yang tidak pernah ku ingin itu terjadi.
"Tapi, jangan salahkan ayah mu"
Aku tak peduli lagidengan perkataanya. Penjara yang kutempati ini. Memang sudah lama sedingin ini.Hanya kasur dan selimut ini yang dapat menghangatkan ku.
YOU ARE READING
TIM Jilid 1 : Diary
General FictionSemuanya terjadi begitu cepat, hingga aku sudah tidak peduli lagi dengan siapa pun. Kepedulian ku hanya membuat malapetaka untuk semua orang. Tidak ada harapan ku untuk keluar dari penjara besi ini. Sudah tidak ada lagi yang dapat membukanya. Aku...