Orang Suci Pohon Kelapa:
Kearifan Lokal Indonesia dalam Sajak-Sajak Choi, Jun
Oleh Vannesya T.M
Judul Buku : Orang Suci, Pohon Kelapa (kumpulan sajak)
Pengarang : Choi, Jun.
Penerjemah : Kim Young Soo dan Nenden Lilis A.
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit : 2019
Tebal Halaman : 123 + vii halaman
"... Melalui 61 potong sajaknya dalam kumpulan orang suci, pohon kelapa ini penyair Choi, Jun mendedahkan banyak sisi, baik tentang alam Indonesia, aktivitas masyarakatnya, keberadaan flora dan faunanya, dan lain-lain."
—Nenden Lilis A.
Kutipan di atas merupakan pandangan tertulis penerjemah dalam buku kumpulan puisi Orang Suci, Pohon Kelapa karya Choi, Jun. Buku Kumpulan Sajak Orang Suci, Pohon Kelapa, merupakan buku yang ditulis oleh Choi Jun. Diterjemahkan oleh Kim Young Soo, dan Nenden Lilis A. memiliki ketebal 123 halaman, diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada bulan Oktober 2019. Buku ini berisikan sepatah kata dari Choi Jun pada awalan buku. Lalu disambung dengan sajak-sajak yang diulis Choi Jun sebanyak 61 sajak. Setelah kumpulan sajak, terdapat kata penutup dari penerjemah. Lalu tidak luput adanya biografi dari penyair dan biografi penerjemah.
Kearifan lokal Indonesia yang kental dengan kebudayaan yang beraneka ragam ditulis Choi, Jun dengan begitu apik. Kumpulan sajak Orang Suci Pohon Kelapa, merupakan menggambarkan imajinasi pengalaman Choi Jun di Indonesia. Choi Jun tulis karena ia tinggal selama lima tahun di Indonesia, yakni dari tahun 2000-2005. Hal tersebut membuat ia mampu menyoroti sosial atau budaya Indonesia yang beraneka ragam. Kumpulan sajak Orang Suci Pohon Kelapa ini diterbitkan atas dana bantuan bagi penciptaan karya sastra dari Arts Council Korea pada tahun 2007.
sajak Choi, Jun menjelaskan Indonesia sebagai negara maritim yang didominasi laut dengan banyak pulau-pulau di dalamnya dalam sajak yang berjudul "Tiga Orang Pengembara ke Pulau Seribu". Choi, Jun memaparkan petualangannya menyusuri pulau demi pulau dan berkenalan dengan begitu banyak manusia, juga seorang gadis yang ia cantumkan dalam sajak tersebut. Ia menjelaskan bahwa dalam peta Indonesia memaparkan nama-nama pulau tapi tidak dengan banyak cerita, banyak nama, dan perjalanan yang ia tempuh selama di Indonesia.
Seribu pulau punya seribu nama
Seribu balon reklame punya seribu legenda
Seribu hotel punya seibu parasol
Seribu macam rumah yang punya seribu mata
Seribu kali pengembaraan
Tapi,
Tak dapat mencari seribu nama di peta
(Choi, Jun, "Tiga Orang Pengembara ke Pulau Seribu")
Pemilihan kata yang apik ditambah dengan pengulangan kata yang membuat pembaca dengan mudah menikmati makna dalam sajak tersebut. Hal itu memaparkan jelas mengenai kekayaan alam Indonesia mengenai pulau-pulau, tetapi penulis menitik fokuskan kepada perjalanannya yang menempuh banyak cerita di dalamnya, di akhir sajak "Tiga Orang Pengembara ke Pulau Seribu" menuliskan dengan jelas bahwa perjalanan tersebut adalah perjalannan yang benar-benar ditempuh Choi, Jun di negeri seribu pulau tersebut.
Tiga orang mendayung di musim kemarau
Menuju seribu pulau itu
Sebenarnya adalah aku,
Dengan penyesalan
dan ransel yang bersulam matahari, bintang, dan nama
wanita di punggung.
Aku masih mengembara di pulau angin.
(Choi, Jun, "Tiga Orang Pengembara ke Pulau Seribu")
Kearifan lokal Indonesia lainya dipaparkan melalui sajak-sajak, yaitu "Bandung, Malam, Bandung" yang menceritakan kota Bandung dengan kebudayaan sunda yang kental dengan memaparkan alat musik dan kesenian mayang yang khas dengan adat sunda. Choi, Jun melihat dengan begitu seksama mengenai kehidupan masyarakat adat yang dipenuhi kebudayaan di dalamnya.. Sebagai orang asing yang awam dengan kebudayaan yang baru, ia menemukan banyak hal menarik di Indonesia lalu menjadikan sajak-sajak yang begitu apik. Indonesia yang memiliki kekaya sumber daya alam, yang harus dilestarikan sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia sendiri dan dapat pula menjadi suatu kebanggaan. Sajak-sajak karya Choi, Jun ini didominasi oleh citraan penglihatan. Seperti dalam sajak "tiga orang pengembara ke pulau seribu" terdapat kutipan "Tiga orang mendayung di musim kemarau".
Buku ini mampu menjadi suatu bacaan mengenai kehidupan dan kebanggan bagi masyarakat Indonesia. Ketika mata orang asing mampu menghargai dan menikmati alam indoensia dengan kearifan lokal yang kental dengan kebudayaan serta keadaan sosial merupakan suatu anugrah yang memiliki makna yang kuat bagi suatu kehidupan.
YOU ARE READING
Orang Suci Pohon Kelapa: Kearifan Lokal Indonesia dalam Sajak-Sajak Choi, Jun
PoetryResensi buku kumpulan sajak