Tetesan air membasahi kaca, mengalir lembut hingga jatuh ke aspal. Adapun warna abu yang menyertai langit sejauh mata memandang. Guyuran hujanlah yang menjadi penyebab suasana kelabu menyelimuti kota Tokyo.
Walaupun begitu, hal tersebut tidak menghalangi pandangan seorang Ren Jinguji. Pemuda itu asyik memperhatikan jalanan yang basah dari kaca jendela mobilnya. Pandangannya terhenti pada sesosok orang yang sedang kewalahan membawa barang-barangnya.
Tanpa aba-aba, pemilik marga Jinguji membuka pintu mobilnya dan menerobos hujan. Tidak peduli sederas apa hujan yang menerpa, ia mendatangi orang yang dilihatnya. Tangan Ren menahan bawaan orang itu yang hampir terjatuh ke tanah.
Terdengar helaan napas lega dari orang yang ditolong Ren. "Terima kasih, tuan..?" ucapnya seraya menatap Ren di balik kantung kertas yang berisi bahan-bahan pembuat roti.
"Ren. Jinguji Ren. Mau dibawa ke mana barang sebanyak ini?"
"Oh, terima kasih, Jinguji." Ia membenarkan barang bawaan di tangannya lalu menjawab pertanyaan Ren, "Ke toko, beberapa blok dari sini."
"Baiklah." Ren mengambil kantong kertas dari tangan orang itu.
"Hei--." Belum sempat sang pemilik kantong itu protes, Ren menyela, "Aku akan membantumu membawanya sampai ke toko. Jika kau keberatan, aku akan mengembalikannya."
Tawaran yang lumayan, lagipula tokonya tidak begitu jauh juga dari sini. "Setidaknya aku tahu kau tidak akan mencurinya," ucapnya lalu memayungi Ren.
Ren tertawa kecil. "Apa aku terlihat seperti penjahat?"
Sang lawan bicara mencermati dengan saksama wajah Ren. "Ya."
"Lalu kenapa kau mengizinkanku membawa barangmu?"
Ia melirik pakaian Ren yang basah sebelum berucap, "Karena kau sudah menolongku di tengah hujan deras begini. Setidaknya aku bisa membalas budi di tokoku nanti."
"Tidak perlu balas budi. Aku tulus menolongmu."
Tidak ada balasan. Ren melirik ke sosok yang lebih rendah darinya. Tatapan sosok bernetra ungu itu seolah berkata jangan-menolak-niat-baikku. Ren membuang napas pelan. "Oke, tuan keras kepala."
"Aku punya nama."
"Aku tidak tahu namamu."
"Hijirikawa Masato. Tolong ingat itu baik-baik, tuan pemaksa."
"Tentu, Hijirikawa."
***
Suara bel di pintu memenuhi toko kecil itu. Tanda bahwa seorang pelanggan masuk ke toko. Sudah jelas sang pemilik toko menyambut kedatangan tamunya.
"Selamat da--." Perkataan Masato terhenti ketika netranya berbenturan dengan netra milik sang tersangka yang memasuki tokonya. Helaan napas dibuangnya pelan. "Jinguji, kau datang lagi?" Intonasi yang digunakannya terdengar tidak senang.
Pemuda yang dipanggil Jinguji itu melempar senyum ramah. "Ya. Tidak boleh?" tanyanya seraya melepas syal yang dikenakannya.
Masato mendengus. "Memangnya wajar seseorang mendatangi tokoku hampir setiap hari? Aku sampai bosan melihat wajahmu."
Ren menaikkan sebelah alisnya. "Kau kan bisa mengusirku jika merasa terganggu," ucapnya santai. Perkataan Ren membungkam sang lawan bicara. Ia menyodorkan roti kepada Masato.
"Sekarang roti melon?" Setiap kali Ren datang, pemuda itu membeli roti yang berbeda-beda. Sedikit heran juga kenapa roti yang dibelinya tidak pernah sama.
"Ya." Senyum pemuda itu terlihat merekah. "Sepertinya aku menemukannya."
"Menemukan apa?" tanya Masato bingung sembari memberi roti itu kembali ke Ren usai transaksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring's Bread [F]
FanfictionSo.. I decide to post it in my dear orange's world that already ignored for almost 2 years I guess? It's not a good story that makes your heart will full with love, it's just a simple story. I was make it for an event from OA. I'm feeling so bad to...