The Nights

3.8K 435 50
                                    

Malam itu hujan turun dengan lebatnya. Suara gemericiknya keras tanpa ampun hingga tetesannya membuat bahu Hinata sakit. Payungnya terlalu kecil untuk bisa dibawa Kakashi mengantarkan Hinata dari mobil menuju bangunan terdekat tempat berteduh. Beruntung hal itu tak kunjung lama. Langkah ringannya yang cepat memasuki sebuah pub kecil. Kakasih menutup payung dan membiarkan Hinata meninggalkan dirinya sendirian di depan pintu pub.

Seorang pria berkulit pucat dengan tubuh kurus kecil dan seragam bartender hitam melekat padanya, mengamati Kakashi ketika ia sampai pada kanopi pub. Pria itu baru saja mengurus sampah hari ini dan bersiap bertugas kembali. Ketika melihat Kakashi memilih berdiri di depan pub, ia menawarkan pria itu untuk masuk ke pub-nya dan menghangatkan diri.

"Tidak, terima kasih." Jawab Kakashi.

Pria itu masuk dan kembali bekerja, sementara Kakashi sempat melirik tuannya lewat kaca pintu sebelum kembali pada rutinitas malamnya. Berjaga di depan pub.

Tiga puluh menit, Hinata berada di pub tersebut. Ia selalu tepat waktu. 10.30, ia akan keluar dan kembali ke mobil. Kali ini hujan tak menyertai, jadi Hinata hanya perlu berhati-hati melangkah atau mantel tebalnya terkena cipratan air. Kakashi mengikuti tuannya itu, membukakan mobil lalu duduk di kursi kemudi.

Biasanya Hinata tidak mengatakan apapun. Ia selalu mengunci rapat bibirnya pada siapapun, walau terkadang ia mengatakan sepatah dua patah kata perintah pada Kakashi yang tidak terdengar seperti sebuah perintah.

Untuk hari ini, Hinata melempar pertanyaan. Sebuah pertanyaan yang Kakashi rasa sengaja Hinata ajukan untuk menenangkan hatinya.

"Jika aku bersalah, maukah kau berada di sisiku?"

Kakashi hanya menyunggingkan senyum tipis tak terlihat. Pertanyaan tersebut tak perlu jawaban. Hinata tahu sendiri jawaban apa yang akan keluar dari mulut Kakashi. Ia hanya ingin menenangkan hatinya sendiri, dan Kakashi mewujudkan keinginannya itu.

"Tentu saja, Nyonya."

Mobil hitam yang dikemudikan Kakashi melaju dengan kecepatan sedang. Mesinnya yang halus atau mungkin memang mereka berjalan menembus malam. Jalanan sangat mulus, licin, tak ada macet ataupun kendaraan yang menghalangi. Kakashi menyetir dengan begitu piawai hingga Hinata tertidur dalam mimpinya.

.

Pukul 08.00. Waktu yang sebenarnya terlalu pagi bagi Naruto, namun ia tidak bisa bermalas-malasan. Kedua sahabatnya akan datang mengunjungi mereka dan ia harus mempersiapkan jamuan. Sebenarnya seluruh jamuan dipersiapkan oleh pelayan, tapi ia ingin memastikan semuanya berjalan baik.

Ketika Naruto bangun, istrinya tak ada di sampingnya. Pria itu meregangkan otot-otot lengannya, menghilangkan rasa kantuk lalu beranjak dari tempat tidur. Dilihatnya tirai putih transparan berhembus angin. Cahaya panjang masuk dari tirai itu. Menandakan sebuah celah tinggi terbuka. Naruto menyibak tirai. Hinata masih dengan gaun tidurnya, menyesap teh hangat sembari melihat pemandangan dari balkon kamar mereka yang cukup luas. Wanita itu duduk di kursi besi putih dengan beberapa hiasan bunga merah terbuat dari logam.

Naruto mendekatinya dari belakang, lalu mengurung istrinya itu dengan gestur tangan melingkari leher Hinata. Wanita itu tak bergeming, tapi Naruto masih menyunggingkan senyum lebarnya.

"Menikmati matahari terbit?"

Tatapan Hinata masih kosong, menatap sinar-sinar matahari menyeruak dibalik pohon akasia tua yang tumbuh tepat di depan balkon kamar mereka.

Meski Hinata tak bersuara (seperti hari-hari sebelumnya), Naruto tetap tak menyerah. Ia terus mengajaknya mengobrol walau gadis itu sepertinya tidak tertarik sama sekali.

"Sahabatku akan datang kemari."

Hinata masih tak bergeming.

"Sasuke dan istrinya. Kau ingat? Sasuke Uchiha dan Sakura Uchiha."

Silenced Nights [oneshot]Where stories live. Discover now