Warning: explicit sexual content
.
.
.
.
Taplak meja kelabu bermotif rune presisi kugelar ke atas meja makan persegi panjang. Wadah kristal khusus lilin kuletakkan di bagian tengah, sementara di sekelilingnya berkerumun berpiring-piring lauk hewan laut segar juga bermangkuk sayur berkuah ditambah berkendi-kendi sari buah. Perabot makan kutata berjajar sedemikian rupa di bagian tepi.
Lantai batu di bawahnya telah kusapu dan kuseka dengan karbol serta pewangi lantai. Begitu pula dengan kandelir kristal di lelangit ruang makan yang sudah kubersihkan dari debu.
Majikanku, Kim Namjoon, Kepala Institut Pemburu Bayangan kota Ilsan, hendak melakukan perjamuan malam ini dengan Parabatai, Anggota Enklaf, serta para Pemburu bayangan di seluruh Ilsan. Jadi aku dan empat pelayan lain berbagi tugas mulai dari merapikan tanaman di pekarangan depan, membersihkan ruangan, mengatur dekorasi, memasak dan menata meja makan. Aku ditunjuk untuk mengerjakan dua tugas terakhir sendirian.
Kulihat pria menawan itu melewati ruang makan dan memasuki dapur dengan seragam tempur usai melatih dua pemburu bayangan muda yang baru menempati institut dua bulan lalu. Hueningkai dan Soobin. Mereka saudara kembar tidak identik yang yatim piatu.
"Ada yang bisa kubantu, Master?” bertanya ramah menawarkan bantuan seperti yang biasa kulakukan setiap kali melihatnya kebingungan mencari sesuatu di rumahnya sendiri.
"Oh, halo Jin. Aku.. Kurasa ingin meneguk Chianti. Bisa bantu aku menemukannya?" Dia menanggapi tanpa mengirim kerling sedikit pun padaku. Tetap membuka-buka semua lemari penyimpanan.
"Tapi.. Kupikir Master Namjoon belum makan apapun hari ini. Anda sudah melewatkan sesi makan siang sebab seharian penuh menghabiskan waktu di bibliotek dengan dalih ingin lekas menemukan pemunah kutukan iblis lilith. Alkohol tidak pernah baik untuk lambung kosong, Master." sahutku jeri.
"Oh, benarkah? Lantas apa anjuranmu yang sebaiknya kukonsumsi saat ini?" kali ini tangan-tangannya jatuh di sisi tubuh. Kepalanya menghadap padaku sementara visi menyorot lurus tepat ke mataku. Bibir mengulas senyum terlampau manis lantaran pipi menampilkan lekukan lesung.
Kunikmati derap jantung memukul merdu dibalik rusuk. Sementara tetungkai melemas serupa jeli. Sensasi familiar setiap kali lensa netra membidik lesung pipi di wajah itu. Membuat visualnya tampak berkali lipat lebih rupawan.
"Jikalau Master tak keberatan menanti barang sebentar, aku ingin menyeduhkan teh manis hangat untukmu. Kurasa masih ada sekitar setengah jam sebelum para tamu bertandang." ujarku mengusahakan membalas senyum termanis eksklusif untuknya seorang.
"Tentu saja. Akan lebih baik jika kau bisa menyediakan air hangat juga untukku membasuh diri setelah ini."
"Dengan senang hati, Master." Kubalas permintaannya dengan tangan kanan menyentuh dada seraya membungkuk sebagai gestur takzim seorang pelayan terhadap majikan.
.
.
.
.
"Hei, kau perhatikan apa sebenarnya, Jin? Kalau tidak fokus pada kerjaan, bisa-bisa yang kau angkat malah mata pisau alih-alih gagangnya!" Moonbyul menasihati dengan nada tak sabaran. Tentu saja, ia pasti sudah lelah dengan tumpukan pekerjaan rumah tangga yang mesti kami selesaikan demi perjamuan malam ini. Sebagai pelayan senior, dia selalu memperhatikan banyak hal mendetil terkait seluruh pekerjaan setiap pelayan di institut. Memastikan kami bekerja dengan benar tanpa melukai diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUNDANE MENIAL {NamJin}☑️
FantasyMereka diam-diam saling mencintai Namun belenggu status mencegah bibir berkonfesi Padahal hasrat ingin mencumbui mulai menari-nari Perepat karib mulai menasihati, jika yang kau cinta sampai tertawan di lain hati, hendak kau kemanakan rasamu nanti? ...