Bagian 1

19 2 0
                                    

Pening menghujam kepalaku begitu aku sadar, cahaya mentari menusuk mataku tatkala aku mengerjapkan mata. Samar - samar aku melihat jam yang menunjukan pukul 8.

Ini masih terlalu pagi untuk bangun di hari Minggu sebenarnya.

Aku perlahan menyibak selimut dan mendudukkan badanku. 10 menit aku duduk melamun di atas ranjangku sebelum mengambil handuk dan bergegas mandi untuk lebih menyegarkan pikiranku.

Kacau.

Satu kalimat yang terlintas di pikiranku ketika aku melihat sosok di sertai mata keruh yang bergeming di depan cermin.

Aku tergelak melihatnya.

Dimana aku yang dulu berkata mencintai diriku sendiri? Apa kehilangannya begitu membuat aku terpuruk?

Sudi aku melihat diriku seperti kehilangan dirinya sendiri?

Benar - benar tak habis pikir.

Aku marah.

Tidak terima atas semua perlakuannya padaku.

Pasca Mavin mengakhiri hubungan kita, bukan lagi rasa cinta dan sayang yang bertumpuk padanya.
Semua itu berubah dalam satu malam menjadi rasa muak.

Bisa bisanya dia melakukan hal seperti ini padaku?

Kelak, akan ku tonjok habis mukanya dan minta dia meminta maaf atas segala kesalahannya.

Tapi, aku rasa dua hal itu tidak cukup untuk menebus semua perbuatannya.

Untuk sesaat ku pejamkan mata lalu menghela napas.

Sudahlah,
selama ini aku tidak di ajarkan menjadi seorang pendendam. Apapun yang aku pikirkan tadi, tidak akan pernah terjadi.

Bagaimanapun, pembalasan terbaik adalah tumbuh menjadi seseorang yang lebih baik dan hidup dengan bahagia sebagai diriku sendiri.

Aku mau untuk tidak menuntut seseorang meminta maaf atas perbuatannya yang menyinggungku.

Aku mau, agar hati yang terlanjur patah bisa tumbuh lebih kuat dan ikhlas melepas yang pergi.

Kuncinya adalah, believe with yourself that you are strong than you think.

Itu kata yang selalu menggema di kepalaku.

Aku perlahan membuka mata, dan menatap lurus kearah bayangan di cermin yang juga menatapku.

Tersenyum.

Ia pun turut tersenyum.

Kemarin malam, sudah ku berikan waktu kepada diriku sendiri untuk meluapkan segala kemarahan, kecewa, patah hati, dan segala penyesalan lainnya.

Sampai kepalaku pening, dan mataku tak sanggup lagi untuk meneteskan air mata.

Sudah saatnya aku bangkit, pikirku.



Bersambung.....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang