{ Jika kesedihan itu dapat kuganti menjadi kebahagiaan, akan kulakukan apapun untuk bisa menggantinya. Aku janji }
Awal bulan Desember, kota Solo memasuki musim penghujan. Jalanan sekitar Slamet Riyadi basah terguyur hujan,menimbulkan genangan dan lumpur. Banyak orang berlalu-lalang mencari kendaraan untuk pulang. Gadis manis berhodie hitam itu, merapatkan payung yang sedari tadi ia pegang. Matanya tak luput menengok kanan dan kiri jalan untuk menyebrang.
"Hatchiii....", Keira mengusap hidungnya sembari menggosok kedua tangannya yang sudah dingin. Dia melirik sebuah arloji pink yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Ya Tuhan, sudah jam tiga. Suster pasti akan marah karna aku terlambat."
Keira mempercepat jalannya menembus guyuran gerimis kota Solo, dia memasuki sebuah panti jompo yang letaknya tak jauh dari tempatnya menyebrang. Rumah sederhana dengan arsitektur khas zaman Belanda, didepannya ada papan kayu yang mulai lapuk bertuliskan "Panti jompo Kasih". Cat berwarna putih cream yang seakan menambah kesan klasik sebagai rumah lama. Memasuki panti, Keira mendapati seorang wanita bertubuh gendut dengan kalung salib di lehernya tengah berdiri sambil melipat kedua tangan dengan muka geleng-geleng.
"15 menit. Kau terlambat lagi, Kei." Suster Velda mengetuk-ketuk ujung kakinya, mimik wajahnya menyiratkan bahwa ia sedang marah.
Keira mengusap kepalanya yang tak gatal sambil menyengir, dia bersalah. Sudah tiga kali dia terlambat dan hari ini adalah yang terparah.
"Maafkan Kei, sus. Tadi ada mata kuliah tambahan, belum lagi diluar hujan. Kei janji tidak akan mengulanginya lagi.""Semoga suster Velda percaya." batin Keira
"Baiklah, Suster harap ini yang terakhir. Sekarang pergilah ke dapur. Siapkan makan sore untuk Mr.Frans dan beberapa iris buah apel. Jangan lupa obat sore milik Mr.Frans. Suster akan pergi untuk mengurus Nyonya Calibri dulu."
Keira mengangguk.
Azura Keira Renata, seorang gadis manis yang besar di sebuah panti jompo. Panti Jompo Kasih, namanya. Sejak kecil, Keira sudah di asuh dan dibesarkan oleh suster Velda yang kini usianya hampir 50 tahun. Keira kecil ditemukan di depan panti jompo dan pihak panti memutuskan untuk merawatnya.
"Opa makan ya, Kei udah bawain bubur Manado kesukaan Opa." Keira berjalan mendekati Mr.Frans sambil membawa nampan.
Mr.Frans diam tak bergeming memandang keluar jendela.
"Opa", tangan Keira menyentuh lembut pundak Mr.Frans
Keira tau apa yang dirasakan Mr.Frans, dia juga bisa merasakannya. Kehilangan orang yang dicintai untuk selamanya itu menyakitkan. Dua bulan yang lalu, Mr.Frans kehilangan Madam Vena, istri yang amat dicintainya. Kanker otak yang sudah setahun ini menggerogoti tubuh madam Vena membuatnya tidak bisa diselamatkan, Tuhan mengambilnya. Keira memandang Mr.Frans iba. Dia baru mengerti arti cinta yang sesungguhnya dari pasangan ini.
"Madam Vena sudah tenang disisi Bapa di surga. Opa jangan terus berlarut dalam kesedihan. Madam Vena akan sedih melihatnya nanti."
Mr.Frans menoleh, "Tau apa kamu soal Veve –Panggilan sayang Mr.Frans untuk Madam Vena. Tau apa kamu soal dia,hah? Saya lebih mengenal dia hampir lima puluh empat tahun. Saya tahu apa yang Veve inginkan, dia ingin terus hidup mendampingi saya hingga kami mati bersama."
"Opa, jodoh dan kematian sudah digariskan oleh Tuhan dari atas sana. Kita sebagai umat tidak bisa menyangkal takdir yang sudah ada. Mungkin Tuhan ingin Madam Ve menjadi bidadari tercantik di surga,"
Mr.Frans menghela nafas sejenak, mencoba mencerna perkataan Keira "Semoga apa yang kau katakan memang benar Kei, semoga. Sekarang ambilkan makanku, sejak siang tadi Velda terus saja mengoceh seperti beo membuatku tak nafsu makan."
Keira tertawa, "Pelan-pelan, Kei. Kamu akan membuat Mr.Frans kembali menjadi sosok yang kamu kenal dulu."
Mr.Frans menyantap bubur buatan Keira. Dia menoleh,memperlihatkan matanya yang berkaca-kaca. "Terimakasih, Kei.. bubur buatanmu mirip dengan bubur mendiang Ve."
Keira tersenyum menatap kakek tua itu. "Sama-sama Opa. Madam Ve yang mengajarkan Kei memasaknya. Meski rasanya tidak seenak buatan madam Ve tapi setidaknya bisa menghilangkan kerinduan Opa kepada Madam Ve. Jangan lupa minum obatnya Opa. Kesehatan Opa lebih penting dari apapun. Keira permisi."
Mr.Frans mengangguk, kembali ditatapnya jendela yang persis menghadap ke taman depan panti. Dia seakan menyesali sesuatu.
"Seandainya semua masih indah seperti dulu.", lirihnya
****
Suster Velda berdiri di ambang pintu sambil melipat kedua tanganya, lagi. "Tidurlah, Ini sudah malam Kei. Besok pagi, kau harus mengantar Madam Agecy untuk terapi. Suster tidak mau kau kesiangan."
Keira menoleh,"Sebentar lagi,Sus. Tinggal satu bab lagi yang harus Kei kerjakan. tanggung banget"
Suster Velda menghela nafasnya, pasrah "Baiklah, Lima menit lagi atau akan ku tutup paksa laptop kesayanganmu itu. Selamat malam dan jangan lupa matikan lampu."
Keira mengangkat ibu jarinya ke langit. Untuk kesekian kalinya Keira hanya mengiyakan perintah dari suster Velda tanpa melaksanakannya. Dia sadar apa yang ia lakukan itu salah, bagaimana jika suster Velda tau bahwa ia sering tidur ketika menjelang subuh? Bagaimana jika suster Velda memutuskan untuk menutup paksa laptop kesayangannya? Bagaimana jika suster Velda tau bahwa diam-diam Keira memiliki pekerjaan ? Keira tidak bisa membayangkan jika semua hal buruk itu terjadi. Yang pasti sekarang, dia masih aman.
"Revisi cek, Daftar pustaka oke, finally kelar semua".
Keira meregangkan otot tanganya yang terasa kaku sambil menegok jam bergambar hello kitty yang menempel di dinding kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 23.00 yang berarti sudah hampir tengah malam. Tiga modul yang diberikan Pak Calisto kepadanya telah habis ia baca dan perbaiki, juga merevisi dan mengetik ulang skripsinya yang penuh dengan coretan dosen, membuat Kei harus kembali tidur menjelang pagi.
Berstatus sebagai mahasiswi tingkat akhir salah satu perguruan tinggi negeri di kota Solo dengan prestasi akademik yang cukup memuaskan membuat Keira harus selalu memutar otaknya, baginya mempertahankan predikat cumlaude tidak mudah. Belum lagi posisi dia sekarang sebagai asdos semakin menuntutnya untuk belajar lebih giat. Setiap hari, Kei harus membantu Mr.Gody mengoreksi beberapa paper bahasa milik adik tingkatnya yang dia rasa lebih banyak memakan waktu ketimbang mengerjakan skripsinya yang tinggal revisi saja.
Kei sadar,tidak mudah jalannya untuk bisa mencapai titik seperti sekarang. Mungkin jika dia bisa bertemu dengan kedua orang tuanya, mereka pasti akan bangga dengan kerja kerasnya selama ini. Sayangnya,Keira tidak pernah mengetahui siapa orang tuanya bahkan mengenal dan memeluk mereka.
"Masih tentang rahasia takdir," gumamnya tersenyum kecut
Keira merasa cukup dengan kasih sayang dari seluruh penghuni panti jompo. Baginya, panti jompo ini merupakan surga kedua sebelum ajal dan keabadian menjemput. Setiap hari dia bisa melihat bagaimana kebahagiaan dan tawa tercipta dari raut wajah setiap penghuni panti. Madam Agecy, Suster Velda, Nyonya Calibri, Mr.Frans –dulunya dan penguni lainnya.
"Aku harap Bapa masih mau mendengar doa'ku untuk bertemu mami dan papi,semoga--"
KAMU SEDANG MEMBACA
December with Love
RomanceDesember tidak hanya meninggalkan kenangan tapi juga luka. terima kasih banyak, telah membawa hatiku pergi jauh bersama kamu dan kenangan kita-- "Mari memulai kembali" -Kenzo "Bisakah?" -Keira *Slow Update :)