01-01-20
Akan kuanggap ini sebagai awal, entah untuk melangkah menjauh atau untuk membuka kata yang baru.
Hampir sebulan sebelum, duniaku menjadi hitam sesekali kelabu, gerimis bahkan hujan deras tak pernah berhenti membasahi hati. Tak pula sebuah kata mengerti dapat menjelaskan semua arti. Lelah bukan lagi kata yang terasa berat, hanya saja kehilangan sesuatu yang disebut niat.
Untuk hidup pun rasanya sudah tipis, jika gelak tawa sebelumnya pernah merasa kala itu hanya sakit, hati menyempit yang menemani. Begitu pikir otak kecilku mencoba menerima kenyataan dari suatu yang memang sudah nyata.
Terlepas dari fakta yang mungkin disamar, atau mungkin nyata hasil dari karangan, satu ucap bibir yang terus memohon pada Sang Pencipta "tak lagi ada rasa yang tersisa untuk menyiksa."
Biarkanlah, hari ter jalani tanpa ada asa menutupi, lapang dada menerima jalan di depan yang tak pernah ingin di telusuri.
Satu Januari, bukan seperti tanggal satu pada bulan Januari di tahun-tahun sebelumnya ketika kau berharap senyum di wajah. Satu Januari kini milikku dan milikmu yang mungkin tak pernah lagi sama pada apa yang dulu ter jalani.
02-01-20
Aku bertanya pada dunia, masihkah ia baik-baik saja? Ternyata sama- buruk semakin merasuk, merusak tiap-tiap puing fondasi yang sempat kokoh.
Tak mengapa ucapku, dunia memang sudah buruk, mungkin karena itu perasaanku sedikit membaik. Apa yang aku rasa mungkin tak sekacau dunia, yang kini tengah menangis dan menumpahkan air matanya hingga menjadikan lautan pada tanah yang kering.
Semuanya tampak baik-baik saja, tingkahmu, cara bicaramu, pandangan matamu. Terasa semuanya seolah kembali seperti dulu, hanya saja tak lagi ingin hati melambung, tak pula harap akan digantung. Mungkin menikmati hari demi hari yang terasa menipis.
Tetap pada pendirian yang coba kupegang, melepas apa yang pernah kucengam, tak lagi menaruh dan meminta, hanya saja jangan lagi ada amarah.
Sakit tak dapat sembuh begitu saja, tak pula kumiliki obat yang dapat memulihkannya. Jika boleh kuharap, hanya kau tersenyum dan aku tersenyum.
Kau bahagia dan aku dapat menjalani semuanya tanpa penyesalan dan sesak di dada.
Melupakan ia yang tercinta tak semudah melupakan uang gaji yang habis karena lapar mata semata.
Andai saja semudah itu, aku yakin tak lagi kan terdengar tangis dari mereka yang patah hatinya. Lalu, biarkan saja ini terus mengalir. Anggap saja aku mencoba mencampakkan walau nyata akulah yang dicampakkan.
03-01-20
Hari ini baik-baik saja, setidaknya itu yang terus kutanamkan. Buruk pun mungkin terjadi tapi tetap tak gubris, hal yang akan kuterapkan.
Terlalu pelik jika terus berlarut tanpa berhenti, walau untuk biasa saja sudah lagi tak mungkin namun setidaknya senyum masih dapat terhias. Apa lagi yang terbaik yang bisa kudapatkan? Selain kau masih di sana, di tempat yang sanggup kujangkau.
Jarakmu dari tanganku hanya setipis kertas, bukan jarak bersatu tapi jarak keretakan yang dapat hancur dalam hitungan detik. Setidaknya, bukan hari ini.
Kau mungkin tak akan pernah tahu, kata syukur yang terucap karena semuanya baik-baik saja.
Aku terus berkata jika ingin melangkah, namun tak jua ada pergerakan. Apakah sekarang sudah?
Terlalu percaya diri jika kukatakan langkahnya terlihat, tidak seperti langkahmu yang jelas. Aku hanya merasa ingin sesaat, setidaknya saat ini rasanya sedikit menghilang. Tak tak berani terucap lantang "aku sudah bukan dirimu".