I and my Lumos

1.5K 161 25
                                    

Harry Potter

J.K Rowling









Gedung Kementerian selalu saja sibuk, dipenuhi pegawai-pegawai yang amat sangat sibuk berlalu-lalang. Tepat pukul delapan malam Draco selesai mengerjakan tugasnya dan akhirnya ia bisa ber-apparate ke Malfoy Manor. Jalan setapak menuju rumahnya tampak sangat gulita, lampu tua di samping jalan sama sekali tidak membantu dan justru menambah nilai horor bagi sebagian orang. Draco harus berjalan cukup jauh, Manornya luar biasa luas dan Draco sudah lelah merutukiーmeski dulu ia selalu berbangga diri betapa kaya rayanya keluarga MalfoyーManor mewah ini.

Tanaman merambat tumbuh subur di antara pagar besi dan batu bata, Draco tersenyum ketika melihat kumpulan bunga Lily yang masih tampak kuncup dan mungil. Lily putih dengan tubuhnya yang rapuh, namun bunga ini benar-benar indah. Ia jadi mengingat ibunya, sang ibu juga memiliki nama selayaknya bunga. Narsis, lebih dikenal sebagai bunga Dafodil yang selalu mekar di musim semi. Draco terkekeh, "Lily itu 'kan nama ibunya si Potter." Kemudian ia tersadar karena lagi-lagi Draco memikirkan Potter. Pemuda yang sebenarnya cukup manis sekaligus tampan dan Draco bersyukur si Potter itu memiliki tubuh yang lebih kecil darinya.

"Tsk, Potter lagi!"

Draco kembali berjalan, melewati pagar tinggi berwarna hitam legam. Di kanan dan kirinya ia masih diapit tanaman pagar, sebab halaman Manor ini dipenuhi oleh merak congkak yang cukup merepotkan. Begitu tiba di depan pintu, Draco melepaskan jubah dan melonggarkan dasi peraknya. Ia hanya perlu sekali ketukan pada tongkat sihirnya untuk membuka pintu raksasa Malfoy Manor.

Tidak ada peri rumah dan nyaris tidak ada kehidupan. Tentu saja.

Keluarga Malfoy merupakan salah satu keluarga bangsawan dengan darah murni tertua di dunia sihir. Di balik itu semua, ada kutukan tak terbantahkan tentang keturunan-keturunannya yang sulit dilahirkan atau bahkan cacat. Itu salah satu alasan sang Ibu sangat menjaganya, Draco adalah putranya yang berharga. Selain sebagai penerus keturunan, Draco juga satu-satunya orang yang ia miliki sebagai keluarga kandung. Pemuda itu menghela napas, ibunya semakin menua dan tampak lelah, ada banyak beban di wajahnya yang masih jelita. Namun Draco selalu menolak gagasan untuk menikah, sebab ia tidak pernah benar-benar tertarik pada salah satu wanita yang pernah singgah dalam kehidupannya.

Tidak siapapun.

Nyala lilin tampak remang-remang, namun hangatnya udara Manor membuat Draco mendesah nyaman. Tangga-tangga hitam yang curam tidak pernah membuatnya takut untuk melangkah cepat dan derap langkah kakinya menggema rendah. Sang Ibu tengah duduk di dekat perapian, ruangan besar ini sedikit banyak membawa kenangan buruk tentang darah dan kesakitan. Di lantai dua inilah Harry dan teman-temannya disiksa, menangis dan kesakitan. Tapi sang Ibu berusaha berdamai dengan masa lalu, wanita itu tampak lebih hidup setelah perang besar. Terkadang Draco mendengarnya bercerita tentang Harry Potter yang pemberani atau rasa sayang Narcissa pada pemuda itu.

Narcissa menoleh padanya, "Akhirnya kau pulang, Draco." Pemuda bersurai pirang itu tersenyum dan mencium pipi ibunya. Tangan sang Ibu terasa hangat dan akhir-akhir ini Narcissa selalu bepergian ke Hogsmeade, katanya ia sedang banyak agenda pertemuan dengan seseorang dan terkadang ayahnya juga ikut menemani.

"Ibu sudah makan? Di mana Ayah?"

Setelah meletaklan jubah dan dasinya, Draco mulai melepaskan jas hitam dengan lencana ular perak di dada.

We Is MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang