April

677 41 14
                                    

Beam meletakkan snellinya di atas meja perawat jaga. Waktu menunjukan pukul 3 kurang 20 menit – subuh, shiftnya hampir berakhir dan tubuhnya rasanya hampir ambruk akibat harus bolak balik UGD karena entah bagaimana bisa hari ini terjadi 4 kecelakaan, hanya dalam kurun waktu 3 jam. Beam menyandarkan tubuhnya pada meja perwat, merogoh kantung celananya untuk mengambil ponsel dan mengeceknya.

Terdapat 3 panggilan tak terjawab dengan display name " Preman Teknik " yang diakhiri 1 emoticon hati berwarna biru di sana.

Satu jam yang lalu.

Kemudian diiringi dengan 2 pesan dari orang yang sama.

Beam membuka 1 pesan.

" Beam? Udah selesai shift? "

Lalu pesan satunya.

" Beam? Kalau udah selesai kasih tau ya "

Beam terkekeh membaca pesan yang Forth kirimkan.

" 10 menit lagi selesai, kenapa? "

Tidak sampai 2 menit setelah mengirimkan pesan, ponsel Beam bergetar menunjukan nama pemanggil yang sama dengan yang ia kirimi pesan tadi.

" haloooo~ " Beam menyapa main-main.

Senyumnya terlampau lebar, rasanya lelah hari ini hilang begitu saja setelah menerima panggilan dari teman kuliahnya itu.

Beam berjalan menuju kursi tunggu cukup jauh dari meja perawat jaga setelah sebelumnya berpesan pada perawat untuk menjaga snelli dan stetoskopnya.

" Beammmmm " suara lelaki di seberang merengek, membuat kekehan pelan tidak dapat Beam tahan lagi.

Dia rindu.

" kenapa? "

" capek "

" iya, kenapa? "

" mau ketemu "

" yaudah, nanti gue mampir- "

" gausah mampir " Beam segera menegakan tubuhnya saat mendapati suara Forth yang sangat dekat, sepasang sepatu pantofel ada di depannya sekarang.

Beam mengernyit mendapati Forth di depannya, masih dengan kemeja kantornya kemarin malam, walau tanpa jas dan dasi sih.

Iya kemarin malam.

Beam memang bertemu dengannya kemarin malam sebelum Forth harus tergesa menyudahi makan malamnya karena salah satu pegawainya bilang kalau ada masalah di pabrik yang ada di Chiang Mai dan Beam harus rela ditinggal sendiri di restoran karena Forth harus segera terbang ke Chiang Mai sebelum pukul 10 malam.

Forth memasang senyum lebarnya. Tapi Beam tahu, Forth sedang lelah-lelahnya.

Jadi Beam memutuskan untuk berdiri dan menarik tangan Forth menuju meja perawat jaga.

" Prim, shift saya sudah selesai kan ya? Saya izin pulang duluan " Beam pamit pada satu perawat wanita yang sedang mendata rekam medis.

Prim mengangguk lalu beralih memberi wai pada Forth yang hanya dibalas mantan ketua ospek teknik itu dengan senyum kecil.

...

Forth tidak berhenti memegang tangan kanan Beam walau dirinya sibuk menyetir. Matanya fokus ke jalanan kota yang cukup lengang mengingat sekarang waktu sudah menunjukan pukul 3 subuh lebih sedikit. Beam sesekali memperhatikan wajah lelah Forth. Keningnya kadang berkerut, seolah menahan kesal dan hal lainnya yang tak ia sampaikan pada Beam.

" tadi pulang jam berapa? " Beam bertanya pelan, beralih menggenggam tangan kiri Forth dengan kedua tangannya. Mengusap pelan punggung tangan Forth yang sangat kering dan memutar-mutar cincin hitam di jari tengah Forth pelan. Cincin yang sama dengan yang ada di jari manis tangan kirinya sendiri.

Our StoriesWhere stories live. Discover now