Part III

19 4 0
                                    

Sabtu, 28/04/2012. Rencanaku berjalan sesuai imajinasiku. Menerobos masuk kamar John Kimbo, menelfon polisi 10 menit sebelumnya, membuat John Kimbo kesal, lalu menjebaknya.

10 menit sebelum John Kimbo diamankan oleh polisi, dia tidak sadarkan diri dengan keadaan tangannya terikat dibelakang. Sementara aku berkeliling di kamarnya yang terdengar suara TV sambil memikirkan rencana.

"Di garasi aku hanya terpikir membawa tongkat baseball dan menyamar memakai kacamata. Aku tidak berpikir bagaimana ke depannya..."

"... Apa yang harus kulakukan ya?"

Aku pun melihat ke arah TV dan melihat ada berita tentang pembunuh berantai yang sedang berkeliaran. Pada berita itu, aku melihat seorang polisi sedang di wawancarai oleh narasumber. Polisi itu bilang bahwa mereka sudah kewalahan mencari si pembunuh ini, jadi polisi itu berkata.

"Saya mohon untuk siapa saja yang tahu atau melihat pembunuh ini, untuk menghubungi kami di nomor '1111'. Ciri-ciri menurut saksi sebelumnya, pembunuh ini selalu beraksi memakai pisau dan memakai kaus putih. Tidak ada yang bisa melihat jelas mukanya, berbahaya memang. Jadi untuk keselamatan semua warga kota ini... Saya mohon bantuannya untuk menghubungi kami!"

"Apakah para polisi sudah mencoba menghubungi Black Justice? Dan kenapa mereka menyerah begitu saja? Jangan kemana-mana tetap di Morning News!....."

Seketika iklan bermunculan di layar TV. Aku langsung tertawa kecil setelah melihat sekilas tayangan berita tersebut.

"Hahaha... Tidak polisi, tidak penjahat, semuanya sama-sama ingin kuat. Tetapi sama-sama bodoh juga. Maka dari itu, izinkan aku untuk memanipulasi kalian... Wahai orang-orang bodoh." Kataku sambil dengan ekspresi dingin.

Aku pun melepas tali di tangan Kimbo dan mengganti bajunya menjadi warna putih dari lemari dan mengikatnya lagi, tapi tidak terlalu ketat. Lalu aku mulai melihat-lihat sambil menyusun skenario.

(Pertama-tama, berakting! Lalu telepon polisi.) Ucapku dalam hati sambil mengetik nomor '1111' di HP ku.

(Setelah itu, buat dia kesal. Pastinya di lantai apartemen ini dia tidak tinggal sendiri bukan? Aku harus membuat keributan untuk memancing keluar para tetangga--)

"1111, ada yang bisa kami bantu?" Tanya seorang petugas dari HP ku.

"Oh i-iya... A-Aku.... Bla bla bla...." Jawabku sambil terdengar memelas.

Obrolan berlanjut dengan baik. Para polisi percaya bahwa pembunuhnya sudah kutemukan. Aku hanya bisa terus tersenyum saat memikirkan itu.

(Aku sengaja melonggarkan sedikit talinya agar dia dapat terbebas. Lalu setelah itu... Aku akan berpura-pura tidak sengaja menaruh pisau di depannya. Membuat dia kesal dengan menghancurkan barang-barangnya terdengar bagus...)

(Setelah dia kesal, dia akan mencoba membunuhku dengan pisau yang ada didepannya, lalu menerkamku dari belakang selagi aku mengobrol bersama tetangga yang sedang bertanya-tanya. Lalu, dia... Salah menerkam orang dan tiba-tiba... Polisi datang! Haha... Sempurna. Rencana yang sempurna!) Pikirku sambil duduk dan memakan donat yang ada di meja.

10 menit kemudian, kamar mandi umum apartemen.....

"Sisanya tinggal 7 lagi!"

(Tak kusangka akan semulus ini.)

Aku pun mulai berjalan keluar apartemen dan menuju tempat tunggu taksi untuk menuju alamat kedua yang disampaikan oleh Ben William kepadaku. Satu taksi pun datang.

(Ah, sial! Aku lupa untuk melihat alamat yang ini di 'booble'.) Pikirku sambil memasuki taksi.

Sesampainya di Jln. Sekar II, aku membayar supir lalu menuruni taksi. Aku pun melihat rumah besar seperti istana berwarna putih dan ada angka bertuliskan '5' di pagarnya.

UNSOLVED : Redemption. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang