Saat itu jalanan dipenuhi oleh dedaunan berwarna cokelat—menghiasi pinggiran trotoar, menutupi sebagian besar jalanan sempit yang ia lewati dengan perasaan menggebu-gebu penuh tanya.
Oh Tuhan! Benarkah ini? Benarkah aku telah pergi dari sini?
Jeanne membalikkan kepalanya, menatap bangunan tua besar yang terlihat rapuh, tempat bernaungnya selama ini—sebuah panti asuhan yang sejak dulu menampung dirinya. Bibi Lee telah memberikan beberapa berkas dan tersenyum penuh kabut bahagia, memberikannya tas usang dan menolak punggungnya agar segera pergi—dan sekarang Jeanne ingat wanita tua itu juga pernah berkata dengan ketus sewaktu mengurusi dirinya sakit, berkata bahwa ia benar-benar terpaksa akan mengusir Jeanne jika gadis itu tidak ada yang menampung ketika umurnya delapan belas tahun. Bahkan ia juga menawari pekerjaan sebagai pelacur—dan demi Tuhan, Jeanne mendapat lima tamparan ketika ia menolaknya mentah-mentah."Apakah kau sedih pergi dari sini?" ujaran itu diucapkan dengan sekali tarikan napas. Melalui pandangan yang berkabut, Jeanne hampir menangis mengingat seberapa menyedihkannya hidupnya. Dan juga pukulan yang ia dapatkan jika membuat suasana hati Bibi Lee memburuk.
"Tidak," Jeanne bahkan baru menyadari lelaki muda yang sudi membawanya ini berpakaian cukup formal, memiliki kendaraan bagus dan juga wajah yang cukup tampan. "Siapapun akan senang jika dibawa lari dari neraka."
Sebelum membalas ucapan blak-blakan dari gadis itu, ponsel Jeon Jungkook berbunyi—memakai alat yang Jeanne tidak tahu dalam telinganya lalu berbicara bahasa Inggris dengan bernadakan aksen Korea. Gadis itu bahkan tidak repot-repot mengipasi pakaiannya yang basah sebab terlalu gugup, dan malah menelan ludah tidak nyaman setelah melihat pria muda bernama Jeon Jungkook itu menatapnya melalui kaca depan.
"Maaf jika menyinggungmu, tapi, apakah kau diperlakukan dengan baik di sini?"
Gadis itu secara perlahan menarik kedua tungkai kaki, mengelus lututnya yang telah menekuk. Gestur seolah tengah mengecap masa lalu yang enggan ia ingat. Gadis itu terlihat trauma.
"Tidak terlalu buruk, terakhir aku dipaksa menjadi pelacur dan aku baik-baik saja setelah dihukum tidak boleh makan selama dua hari."Jungkook nampak sedikit terkejut."Keluargaku selalu memberikan donasi setiap bulan. Seharusnya wanita itu menggunakannya dengan baik. Kalian tidak boleh bekerja."
"Aku bahkan tidak bersekolah." Jeanne menyahut ketus, membuat Jungkook kembali mengalihkan pandang. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya bersikeras untuk menemukan gadis bernama Min Jeanne dan memaksa Jungkook untuk menikahinya.
Merasa salah paham, Jungkook mengira ia akan bertemu dengan gadis dewasa yang berpendidikan, bertingkah sopan dan dipenuhi aura bahagia. Ia mengira ayahnya akan memikirkan masa depannya dan juga kepada siapa cucu-cucunya akan diasuh. Melihat di mana tempat Jeanne dibesarkan, beberapa memar biru di daerah tengkuk gadis itu—juga caranya menatap Jungkook, sungguh berbeda. Lelaki ini bahkan melihat wajah pemberontak di antara kelopak matanya yang menukik, juga wajahnya yang terlihat lelah. Ia bahkan mengabaikan Jungkook dan lebih memilih kaca mobil yang mengkilap untuk ia berikan uapan dari mulut kecilnya. Menulis sesuatu di sana, seperti anak berumur lima tahun.
Begitu saja, Jungkook sudah dimakan pikirannya hingga menghabiskan menit-menit dengan kepala pusing.
"Jadi, sudah bisa beritahu aku tujuanmu mengadopsiku?"
Jungkook sedikit terkejut, spontan memelankan laju mobil hingga beberapa pengawal dibelakang mobilnya sedikit kebingungan. Ada sekitar tiga mobil, yang mengikuti dan Jeanne juga tahu pria muda ini bukan orang sembarangan.
Lelaki itu berdehem.
"Tidak ada tujuan tertentu. Kecuali ayahku memintaku mencari gadis muda bernama Min Jeanne dan menikahinya.""Dan yakin bahwa aku satu-satunya Min Jeanne di dunia ini?" alis sebelah kirinya naik, terlihat serasi dengan bibirnya yang menukik kebawah. Astaga, Jungkook tidak pernah mendapatkan tatapan remeh seperti ini.
"Kurasa tidak. Tetapi, Min Jeanne yang dimaksudkan ayahku adalah gadis muda keturunan Korea-Inggris. Dan kau satu-satunya Min Jeanne yang memiliki bola mata sehijau emerald sejauh yang kutemui."
Diluar dugaan, Jungkook tidak melihat perubahan signifikan dari gerak-gerik Jeanne, kecuali raut wajah terkejut yang tidak bisa ia sembunyikan. Matanya membulat selama dua detik, sebelum kembali sedatar marmer. "Oh," gadis itu mengeratkan pelukan pada kedua lutut, menutupi seluruh tubuh dengan jaketnya yang besar. Kendati memaki dalam hati, Jungkook tidak bisa berbuat apapun terhadap ketakutan gadis itu yang entah mengapa. Memar itu juga terlihat terlukis diatas pahanya yang kurus dan seputih salju. "Ya sudah. Setidaknya kau sudah menikahiku sebelum melecehkanku diatas ranjang nanti."
"Meleceh—APA?"
"Melecehkan. Kupikir itu kata yang cocok. Memangnya umurmu berapa? Aku ini masih tujuh belas tahun, loh, Tuan. Bulan depan baru delapan belas."
"Astaga, tidak bisa bicara lebih sopan denganku, nona Min?" lelaki berbahu lebar itu menegapkan tubuhnya. Menandakan siapa dirinya yang sedang merasa tersipu dari ungkapan kotor seorang bocah ingusan. Jiwanya bergetar semenjak tahu ia hampir menginjak angka tiga puluh.
"Well—" gadis itu tertawa, gusinya yang berwarna merah jambu terlihat. Tubuhnya yang kecil bergetar lucu. Seperti kucing betina yang garang, Jeanne dapat dengan cepat mengubah cara pandangnya menjadi penuh angkara. "Apa aku salah? Cepat atau lambat penismu itu akan masuk kedalam tubuhku. Jangan terlalu formal, aku tidak terbiasa bicara sopan."
Tanpa menoleh sedikitpun, Jungkook berkata tegas.
"Tidak setelah kau menjadi istriku."Belum lengkap Jungkook mengatakannya, Jeanne sudah merasakan asam lambungnya naik. Ia ingin muntah begitu saja. Memikirkan bagaimana hari-hari akan berjalan semakin lambat, dan Jeanne menemukan dirinya menjadi gadis yang tersenyum setiap detik, bergaun panjang dan sopan, membungkuk kepada setiap orang—dan menjadi nyonya Jeon yang dihormati dan penuh cinta.
Bukankah begitu?
Ah, tapi, melihat bagaimana Bibi Lee yang semula acuh menjadi begitu memperhatikan bagaimana rupanya yang telah berubah seperti bunga lily, membuat dirinya menjadi lebih yakin bahwa kendati dirinya diberkahi oleh kecantikan dan juga keindahan—ada segumpal racun dan segelas kemarahan turut didalamnya.
"Fuck off, Tuan Jeon yang terhormat."
"Aku akan memanggil pengajar pribadi untukmu. Kukira kata-katamu harus diperbaiki."
"Terserah padamu saja." lalu gadis itu mendengus keras.
"Dasar orang kaya."[]
Hell yeah. I'm back red apples!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanctuary | Jeon Jungkook
FanfictionJeanne tidak pernah membayangkan akan seperti apa hidupnya setelah pria bernama Jeon Jungkook menariknya dari tempat terkutuk itu; mendeklarkan diri menjadi satu-satunya tempat perlindungan paling aman yang tidak akan pernah ia tinggalkan.