Bab 4. Ke Rumah Bude (Part A)

18.7K 71 22
                                    

Sudah hampir 2 bulan aku tinggal di Pulau Dewa ini. Menjalani kehidupan perkuliahan dan juga kehidupan anak kos bersama teman gilaku yang menginspirasi, Gita.

Tadi malam aku telepon ibuku saling bertanya kabar. Lalu ibuku kembali mengingatkan agar aku menyempatkan waktu untuk mengunjungi kakak ibuku alias budeku yang tinggal juga di pulau ini di bagian utara. Sangat jauh memang dari pusat kota. Makanya aku harus cari waktu libur yang agak panjang kalau memang mau main kesana.

Setelah kulihat kalender, ada tanggal merah minggu depan di hari rabu. Sementara kamis aku tidak ada kuliah. Jumat bolos saja lah. Jadi bisa dapat 5 hari di sana.

Setelah koordinasi dengan budeku untuk letak alamat lengkapnya, aku memutuskan untuk naik motor saja. Aku cek di google map waktunya lumayan hampir 3 jam.

Aku ajak Gita untuk menemaniku kesana.

"Git, ayo minggu depan temenin aku naik motor ke rumah budeku di utara, kan ada tanggal merah tuh?"

Sambil tiduran dan tentunya tidak pakai baju seperti biasa, Gita menjawab, "Eh buset jauh banget, males ah, lagian gak ada apa-apa di sana. Desa banget. Mandi aja di kali loh itu!"

"Yahh kamu gak temen deh.. Eh beneran mandi di kali? Maksudnya gimana?" timpalku.

"Ya itu masih desa banget. Penduduk biasanya mandi di kali kalo ada kali atau sumber air terdekat"

"Telanjang?"

"Lah iya, masa mandi pakai baju"

"Yah gimana dong nih?"

"Ya gapapa kali. Di sana udah biasa kok. Paling kamu sehari-hari juga lihat wanita lokal gak pakai baju, cuma pakai kain bawahan doang. Emang adatnya begitu."

"Dilihat cowok juga dong?"

"Ya iya lah, udah biasa kali. Mungkin kayak kita lihat cewe pake tanktop di mall kan biasa aja tuh. Sama lah sama mereka lihat wanita lokal pake kain bawahan doang tiap hari begitu. Tapi kamu gak harus ikutan kok, pakai baju biasa aja."

Aku tiba-tiba menjadi excited. Aku membayangkan nanti aku bisa mencoba-coba juga. Siapa tau rasanya seru. Seperti sekarang yang Gita lakukan sehari-hari di kos. Hanya pake cd doang tiap hari. Kadang malah telanjang. Memang dia orang asli sini. Mungkin itu alasannya dia seperti ini.

______________

Setelah packing, aku siap berangkat besok pagi. Gita tetap tidak mau ikut. Baiklah aku harus siap berangkat sendiri. Aku excited sekali.

Esok paginya, aku start pukul 6 pagi agar di jalan masih dingin. Naik motor dengan tas backpacker di punggung. GPS menunjuk ke arah utara sejauh 2.5 jam.

Aku berangkat. Suasana kota masih sepi. Jam 6 juga masih terlalu pagi untuk anak berangkat sekolah. Jadi aku bisa ngebut.

Lepas dari pusat kota, jalanan hanya berupa jalan lurus saja. Seperti jalanan keluar kota. Di maps tertulis jalan raya, padahal kenyataannya hanya jalan 2 lajur mobil. Jika ada mobil menyalip motorku pun ia harus melewati garis tengah.

Lewat dari 1.5 jam jalanan sudah mulai sepi. Jarang ada mobil. Kanan kiri jalan berderet pohon kamboja berbunga kuning. Indah sekali seperti sakura di Jepang hanya warnanya kuning. Juga berderet pagar rumah penduduk dengan ornamen arsitektur lokal berbahan bata orange. Baru kali ini aku melihat pemandangan yang bagus banget.

GPS sudah tinggal 15 menit lagi. Aku sudah keluar dari jalan utama lalu berbelok ke jalan perkampungan. Rumah penduduk jarang-jarang. Jalannya juga tidak terlalu bagus. Jadi motorku pun harus pelan jika tak mau masuk lubang.

Kulihat ada nenek bermain dengan cucunya. Nenek itu persis seperti gambaran dari Gita. Hanya memakai kain seperti jarik lalu topless. Payudara yang sudah kendor dibiarkan saja terbuka. Padahal itu di pinggir jalan. Hmm seru juga ya.

Catatan NadyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang