Pertengkaran

36 1 0
                                    

Eliana masih membisu, dia tak tau harus menjawab apa atas pernyataan Arsya. Bahkan dia sendiri tak bisa menolak atau menerima perasaan pemuda yang sudah di anggap kakaknya itu.

Arsya terus menatap menunggu reaksi yang akan diberikan El.

"Setidaknya katakan sesuatu yang membuatku tenang, perasaanmu sama denganku atau sudah ada yang lain, atau apa saja alasan yang masuk akal dan aku akan menerima sebaik mungkin," pinta Arsya.

"Em ... Kak, aku sendiri ...."  El berusaha mengatakan sesuatu.

Kemudian bu Winda datang sebelum El menyelesaikan kalimatnya. Ibunya Arsya memberi tahu bahwa saat ini waktunya makan siang, agar mereka ikut makan bersama.

Terima kasih Tuhan, kau mengirimkan tante Winda untuk menolong kebingunganku. El memejamkan mata seraya bergumam lega.

***
Di meja makan seluruh keluarga menikmati hidangan yang tersaji, tak banyak obrolan dibahas. Tapi ada beberapa orang di sana yang paham dengan situasi El dan Arsya, seperti ada yang terjadi. Bu Ratna dan bu Winda saling melempar pandangan, merekalah hati yang paling peka terhadap keadaan anaknya masing-masing.

Begitu pun Arsy dan El sedang sibuk dengan perasaan dan pikirannya masing-masing.

Tak lama kemudian ponsel Arsya berdering, ada panggilan dari seseorang. Dia mengabaikannya karena tidak ingin menganggu acara makan bersama itu.

Eliana yang duduk di sebelah Arsya sempat melihat nama yang tertera di layar ponsel, jelas tertulis nama Siska. Tergurat tanya dalam pikiran El.

"Siska? seperti tidak asing namanya. Kenapa juga Kak Ars tidak menjawab panggilan itu, jika tidak penting kenapa wanita itu menghubungi. Atau ... Sudahlah aku tak perlu repot memikirkanya. Bukan urusanku."

Acara makan siang selesai, keluarga Permana berpamitan karena mereka sudah terlalu lama berkunjung, lagipula keluarga Permana beberapa hari akan tinggal di sana. Kapan pun mereka bisa saling berkunjung.

Ketika El bangkit dari tempat duduknya, Arsy menahan dengan memegang pergelangan tangannya, karena Arsya paham betul, El tidak suka dipegang tanganya.

El terkejut dan bingung dengan tindakan Arsya, menunjukkan reaksi berlebihan pun tidak mungkin. Jika yang lain tau, El yang akan malu sendiri dan tidak dapat dukungan siapapun. Mereka semua justru malah mendukung Arsya dengan senang hati.

El mendengus dalam hatinya, benar benar hari penuh ketegangan dan menyebalkan untuknya.

"De, Aku mohon selesaikan hari ini juga." Suara Arsya pelan.

"Selesaikan apa Kak?" El menjawab setengah berbisik. Agar tidak terdengar oleh lainnya.

"Jangan pura-pura tidak mengerti, selesaikan semuanya sebelum kau pulang ke rumah dan membuat seribu alasan untuk menghindar."

El duduk kembali karena tarikan dari tangan Arsya.

Dari depan pintu keluar, Bu Ratna memanggil, "El, kau tidak ikut pulang?"

El bingung akan menjawab apa pada ibunya.

"Tidak Tante, El katanya mau main dulu sebentar!" Arsya yang menjawab panggilan Bu Ratna.

El tidak suka dengan sikap Arsya, dia terlalu memaksa dirinya. Tapi El tidak bisa berbuat apapun, dia hanya bisa menunjukkan sorot mata kesal pada Ars.

Arsya hanya tersenyum melihat reaksi El, dia malah suka jika El marah.

***
Para orang tua berbisik-bisik tentang hubungan kedua anaknya. Mereka senang jika semua berjalan dengan lancar. Kemudian keluarga Permana pamit.

***
Arsya menarik tangan El kembali ke taman belakang, kali ini mereka berdiri di dekat gazebo, jauh dari bangunan rumah agar pembicaraan mereka tidak terdengar.

El setengah berlari mengimbangi langkah Arsya yang menarik dirinya.

"Lepaskan tanganku Kak, sakit ...!" pinta El.

Arsya tidak menggubris perkataan El, dia terus memegang tangan gadis itu bahkan ketika sudah berada di area gazebo.

"Aku tidak akan melepaskan tangan ini, sebelum mendapat kejelasan darimu!"

"Terus aku harus jawab apa?"

"Nggak usah buang-buang waktu dengan balik bertanya, aku hanya cukup minta jawaban apapun itu!"

"Bukanya sudah jelas, aku tidak dapat melakukan apapun karena kita sudah terikat secara tidak langsung."

"Tapi aku tidak ingin keterpaksaan, kau berhak untuk menolak jika kau tidak suka dengan rencana orang tua kita, atau apa saja isi hatimu untuk membuatku bisa bersikap dengan pasti kedepannya seperti apa."

El menarik nafasnya panjang, kemudian berkata, "Ya sudah, kakak tetap jadi kak Arsya seperti dulu. Hubungan itu lebih baik!"

Ars sedikit kesal dengan jawaban El yang masih belum jelas, dia masih tetap memegang pergelangan tangan El bahkan semakin erat.

"Jangan membuatku habis kesabaran, aku tau emosi dan kekerasan itu tidak kau sukai. Bahkan aku mencoba sebaik mungkin untuk menghadapi dirimu meski aku sendiri yang akan merasakan sakitnya."  Ars bingung harus mengucapkan apalagi agar El mau menjawab dengan tegas dan jujur.

Bagaimana aku memberikan jawaban yang pasti, aku sendiri tidak tau perasaan yang aku alami, aku harus jawab apa. Batin Eliana

"Baiklah, aku tidak akan berlama-lama lagi, jika kau merasa nyaman dengan hubungan seperti dulu, aku akan bilang pada Ibu dan Ayah. Agar semuanya jelas." Arsya melepaskan tangan El, kemudian pergi menuju rumah.

El panik, bagaimana jika orang tua mereka menjadi sakit hati, bahkan bisa menambah masalah. Dengan segera Eliana mengejar Arsya, kemudian menarik tangannya.

Arsya terhenti dan memperhatikan pegangan tangan El.

El menyadari itu, kemudian melepaskan tangannya dari tangan Arsya.

"Kak, tunggu. Jangan lakukan itu. Kakak tidak memikirkan perasaan orang tua kita?" pinta El.

Arsya berbalik, "Lalu, Aku harus bagaimana?"

El malah menunduk, dia sendiri bingung.

"Coba kamu pikir De, lebih baik pahit di awal daripada terus melakukan kebohongan. Itu akan lebih menyakitkan untuk semuanya, untuk kita bahkan orang tua kita. Mereka tidak bisa menjadi bagian drama kita." Ars menjelaskan, berharap El mengerti.

Tiba-tiba badan El bergetar seperti orang menangis, dia masih menunduk. Mungkin El sudah benar-benar bingung, atau merasa tertekan.

Arsya orang yang sangat peka, dia tau El menangis. Dia tidak bisa jika melihat El sedih bahkan sampai menangis. Ars menjadi bingung harus melakukan apa?

Haduh, kok jadi seperti ini sih? maaf De, Aku tidak bermaksud membuatmu sedih. Aku tidak menekan atau memaksa. Kakak hanya ingin meminta kepastian, mau baik atau buruk sekalipun jawabnya. Batin Arsya

Arsya tiba-tiba memeluk El, dia sendiri ragu apakah hal itu dapat membuat El tenang atau malah semakin memburuk keadaanya. Sebenarnya Arsya, takut, bingung, bahkan canggung untuk melakukan hal itu.

"Maafkan Kakak, El. Kakak tidak bermaksud membuatmu sedih, Kakak hanya ingin kejujuran. Apapun itu tidak akan merubah pertemanan kita. Hanya saja sekarang situasinya berbeda, kita harus bertindak sesuai status kita yang sebenarnya. Hanya itu saja ..." suara Arsya melembut. Dia mencoba menenangkan El dengan mengusap-usap punggungnya.

**Bersambung.

(Maaf, novel ini tidak dapat dilanjutkan di sini. Karena sudah memiliki kontrak dengan platform lain)

Bagaimana sikap El?
apakah akan berkata jujur, atau marah karena Arsya memeluknya?
Pertengkaran akan selesai atau masih berlanjut?
Semoga cerita ini dapat menghibur teman-teman pembaca semua. :)**

Dipaksa Tapi Tidak Terpaksa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang