Dia, Wanitaku

290 25 2
                                    

Masih terlalu pagi saat si kecil mulai merengek minta asi. Bukan, bukan terlalu pagi, namun memang hampir tiap malam mulutnya tak lepas dari puting. Bahkan dengan sedikit gerakan di atas kasur, sekadar pergi untuk ke kamar mandi saja bisa membuat dia bangun dan membangunkan seisi rumah dengan tangisnya.

"Diemin tuh anakmu. Aku bisa kalah nih gara-gara gak konsentrasi!" kata sang ayah tanpa melepaskan pandangannya dari layar handphone.

Wanita itu tampak lelah, bahkan terlihat wajahnya yang memelas seolah minta dikasihani. Namun, aku tahu. Tak ada belas kasihan yang akan diterima sang wanita selain caci maki.

"Aku mau ke kamar mandi bentar," ucap wanita itu pelan.

"Ck! Anj*ng kau! Cepetan!" Lelaki yang sedari tadi melihat layar handphonenya terlihat marah. Dia meletakkan handphone dengan asal, lalu menggendong bayi kecil yang baru beberapa bulan menghirup udara segar.

Wanita itu mulai beringsut pergi, segera ke kamar mandi untuk menyelesaikan panggilan alam yang ditahannya dari tadi. Entah berapa kali dia berucap pelan seolah memberi tahu bahwa dirinya ingin buang air kecil. Aku mendengarnya, entah dengan lelaki yang kini sibuk menggendong bayi sambil melirik ke arah handphone.

Kini dapat kudengar dengan jelas bagaimana suara-suara yang keluar dari handphone itu. Suara tak asing selama beberapa bulan ini dan wanita itu sering menyebutnya dengan Mobile Legend.

Tak berapa lama, wanita itu kembali dengan wajah yang lebih segar. Sepertinya dia pun baru membasuh wajah. Tak hanya wajah, tapi juga kedua tangan sampai siku, sebagian rambut, juga kakinya.

"Aku mau sholat dulu."

"Gobl*k! Bisa ngurus anak gak sih? Aku bisa AFK kalo kelamaan gak balik lagi ke game!"

"Sholatku lebih penting dari gamemu."

"Kulempar kau ke Kali Metro! Biar mampus sekalian!"

Wanita itu tak peduli. Dia terus berlalu menuju lemari, mengambil mukena, lalu berdiri di sampingku. Ah, mana berani lelaki itu melempar istrinya ke kali? Mau minta duit ke siapa nanti? Bahkan aku tahu bagaimana lelaki itu sering diam-diam berjalan pelan ke arah lemari, mengambil beberapa lembar uang dari dompet sang wanita yang entah akan digunakan untuk apa.

Kupandangi wajahnya yang ayu. Wanita bodoh. Aku sering melihatnya mengelus dada saat tahu uang di dompetnya berkurang. Sepertinya dia sadar bahwa lelaki itu yang mengambilnya. Seharusnya dia bisa mendapatkan suami yang lebih baik dari lelaki itu. Tak perlu susah payah membawaku ke mana-mana, bahkan sampai di samping pembaringannya.

Dapat kulihat dengan jelas saat mulutnya komat-kamit melafalkan takbir, lalu beberapa surah. Wanita yang entah bagaimana bisa mempunyai kesabaran yang luar biasa. Tak pernah sedikit pun keluh kesah keluar dari bibir mungilnya.

Keluarga bahagia, itu yang selalu kudengar saat para tetangga dan teman-temannya mulai memperbincangkan dirinya. Aku pun tersenyum bangga, ternyata wanita itu bisa menyimpan semuanya dengan sempurna. Padahal tak hanya sekali kulihat air mata yang mengalir di pipinya. Bahkan pipinya yang halus dan berisi terlihat mulai banyak jerawat dan tirus. Belum lagi uban yang muncul pada rambutnya. Wanita yang masih kepala dua itu sudah mempunyai uban tak terhitung.

"Kamu tau? Hanya kamu yang menemaniku dan tetap setia sampai saat ini," katanya pelan saat air matanya tumpah.

Kini dia sudah duduk di depanku dengan bayi yang berada di gendongannya. Air matanya semakin deras saat dia mulai mengelus lembut tubuhku, lalu menggerakkan sepuluh jarinya di atas tubuhku. Memencet deretan huruf dan angka yang berjejer rapi di sana. Ingin rasanya kukatakan jika aku akan terus menemaninya, sampai tak bisa hidup lagi. Namun, dia sama sekali tak bisa mendengar.

"Alhamdulillah, saat ini ada job baru untuk kita. Kamu semangat, ya? Jangan sampai sakit. Kita berjuang sama-sama untuk dia," katanya pelan padaku sambil tersenyum, lalu melihat ke arah bayi yang masih saja tak melepaskan bibirnya dari puting sang ibu.

"Sayang, sabar, ya? Nanti Bunda akan makan yang banyak agar asinya lancar. Tak mungkin kita mengandalkan lelaki itu." Kali ini wanita itu berucap pada sang bayi, lalu mencium keningnya lembut.

22 Januari 2020

#AnisaAE

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang