Sore itu, angin musim semi bertiup lembut, banyak orang yang duduk dibawah pohon sakura untuk makan bersama dengan teman-teman ataupun keluarga. Namun, berbeda denganku, Aku sendiri, memang selalu seperti itu.
Aku sudah duduk disini kira-kira sejam lebih dan bekalku untuk Hanami juga belum tersentuh. Ayah dan ibu berjanji untuk datang untuk merayakan hanami bersama, namun mereka tidak datang juga, tahun lalu juga seperti itu.
*Hanami : festifal jepang saat bunga sakura bermekaran
Angin bertiup kembali, makan siangku masih belum juga tersentuh. Aku menengadah menatap bunga sakura yang tergatung diatas kepalaku. Aku tersenyum, membayangkan jika diriku menjadi bunga sakura mungkin semuanya akan baik-bai saja. Karena aku adalah sakura, yang selalu ditunggu kemekarannya.
"Kau tidak makan bekalmu?" Tanya seseorang.
Aku menoleh kearah datangnya suara, menautkan alis seolah sedang bertanya, siapakah dirinya?
Tubuhnya tinggi, badannya tegap, wajahnya ramah. Ya tuhan, dia malaikat atau apa?
"Kalau mau ambil saja," Kataku. Aku memang tidak berniat untuk memakannya, duduk dibawah pohon sakura saja sudah lebih dari cukup.
"Shinai, ayo makan bersama." Kata lelaki itu. Ia mengeluarkan bekalnya dan duduk tepat didepanku.
*Shinai : tidak
Ia membuka bekalnya berisi bento. Sedangkan aku masih diam terpaku melihat lelaki yang tidak kukenal itu.
"Jaa, biar kubukakan bekalmu," ia membuka kotak makanku yang berisi sushi yang telah dingin.
"Itadakimasu," ucapnya.
*itadakimasu : selamat makan
Aku sedikit menunduk. "Arigatou nee." Ucapku lalu memakan bekalku yang ibu buatkan untukku.
*arigatou nee : makasih ya
Lelaki itu makan, membuatku ikut melahap bekalku. "Kau baik sekali," kataku tulus.
Angin bertiup kembali, menerbangkan beberapa kelopak bunga sakura. Ia tersenyum. Pada saat itu juga aku merasa sangat bahagia. Aku merasa seperti mempunyai teman. Disaat yang lain tak mau mendekatiku, saat mereka benar-benar tidak tahu bahwa aku ada sedangkan lelaki ini mau menemaniku untuk makan.
Aku melahap bekalku, rasanya ingin menangis. Makanan yang telah dingin ini terasa sangat nikmat jika dimakan bersama. Tanpa sadar butiran hangat itu meluncur saja tanpa permisi dipipiku.
"Kau kenapa menangis?" Ucapnya. Aku bisa melihat gerak geriknya yang kebingungan dengan tingkahku.
"A-- aa-aku tak pernah diperlakukan seperti ini," jawabku terbata-bata.
"Apa aku melakukan sesuatu yang salah?" Lelaki itu panik. "Sumimasen," ucapnya.
*sumimasen : maaf
"Tidak, aku selalu sendiri. Dan kau sangat baik, aku merasa seperti mempunyai teman. Selama ini, tak pernah ada yang ingin menjadi temanku."
Lelaki itu menutup bekalnya yang telah habis lalu mendekat kearahku. Ia memegang puncak kepalaku "Kalau begitu, jadilah temanku." Ia tersenyum lebar, senyum yang tampak tulus. Mungkin itu adalah senyum terindah yang pernah kulihat? Senyumnya seperti bunga sakura yang sedang mekar.
Aku terpaku beberapa saat, tak bisa membayangkan seseorang yang berada dihadapanku. Lelaki itu terlalu sempurna, jika berada disampingku. Sedangkan aku hanya seoonggok kayu bakar dimata orang lain, sedangkan dia... dia benar-benar seperti bunga sakura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshot: March to March [Completed]
Teen FictionAda tiga makna dari bunga sakura. Yang pertama adalah ketenangan, yaitu rasa yang kuberikan padamu saat kita bersama, Haru-chan. Yang kedua adalah bermakna perpisahan, dan yang terakhir adalah kegembiraan dan kesedihan. Ketahuilah, kesedihan bukan u...