The beginning

8 1 0
                                    

Vancouver, 17 September

'Honey! Jangan lupa bawa rapot mu!' Mom memberikan rapot dan beberapa data penting.

Aku tersenyum dan memasukannya ke dalam ransel. Hari ini aku akan berangkat ke Chicago untuk ujian masuk perguruan tinggi. Aku sangat berharap ujianku lancar dan lulus dengan baik.

Aku mengeluarkan koperku dari mobil.

'Kopermu sangat berat. Bisakah kau membawanya honey?' ayahku mengusap kepalaku lembut.

'tentu, aku sudah besar tahu.' Aku menyeringai.

Dan bagian terberatpun datang, yaitu berpamitan. Adikku memeluk dengan sangat erat, 'bye little bro', Jace hanya tersenyum kecil.

Dengan langkah berat aku pergi dan terlihat mereka mulai mejauh. Hanya pergi untuk melakukan ujian saja hatiku terasa berat untuk meninggalkan kota ini, memori di otak ku terasa berputar kembali.

Aku sempat mengalami masa sulit dalam kehidupan sekolahku dulu, aku bukanlah tipe perempuan yang tertindas, tapi you know bahwa highschool life tidak selalu berjalan lancar dan mulus.

Tidak terasa berjalanan ini telah berjalan beberapa jam, tubuhku mulai pegal-pegal. Aku melihat ke jendela dan daratan mulai terlihat. 'pemandangan yang sangat indah' gumamku. Aku tersenyum dan memejamkan mata sejenak. Tenang rasanya, ditambah lagi sambil mendengarkan lagu klasik.

Aku menegakkan sandaran kursi dan melepas earphone yang ku pakai.

***

Setelah check-in dan menaruh barang di hotel, aku pun mengambil barang penting dan bergegas mencari bus ke stasiun. 'Semoga saja aku tidak terlambat, karena ujian mulai 1 jam lagi.' Hanya itu yang ada di benakku.

Aku melihat dari kejauhan pintu kereta mulai tertutup, shit. Aku berlari sekuat tenaga dan memekik 'Tolong tahan pintunya! Aku mohon.'

Dan yah, aku tertunduk, sangat tidak lucu aku jauh-jauh kemari namun tidak jadi ujian.

'kau ingin masuk atau tidak?' aku pun melihat kehadapanku, terlihat laki-laki dengan rambut cokelat menatap kearahku.

Syukurlah, aku melangkah. Leganya hatiku saat ini. Aku masih memiliki peluang untuk lulus. 'terimakasih banyak.' Aku terengah-engah.

'it's okay, sebagai manusia kita harus saling membantu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'it's okay, sebagai manusia kita harus saling membantu.' Ia tersenyum lembut. Penampilnnya rapi dan bersih, sungguh terimakasih tuhan telah memberikan pemanis di hari yang menegangkan ini. Aku membalas senyumannya.

Teleponnya berdering, dengan segera ia mengangkatnya. Terdengar dari percakapannya sepertinya ia bekerja di dunia hiburan. Baguslah sudah tampan, memiliki pekerjaan bagus serta memiliki hati yang lembut. But wait, seharusnya aku tidak menguping percakapannya, dasar tidak sopan.

Akupun tiba di stasiun tujuan dan segera mencari arah ke kampus. Wish me luck.

***

Hujan deras mengguyur Chicago, sial bukan? Setelah lancar menjawab semua soal ujian, kesialan datang lagi. Tubuhku sudah basah kuyup sekarang. Aku memutuskan menunggu di stasiun, melirik kanan kiri, tidak ada yang aku kenal.

Hembusan angin mulai kencang dan mulai merasuki tubuhku, hidungku mulai terasa ngilu.

Melihat ke sekeliling aku menemukan sebuah vending machine. 'Sepertinya kopi hangat sangat pas jika diminum sekarang.' Aku bergumam.

Terlihat seorang pria yang mengunakan jaket kulit hitam sedang duduk di lantai stasiun, ia menunduk sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya. Di tangan kanannya ia memegang botol minuman keras.

Namun tak selang beberapa lama ia memperlihatkan wajahnya dan menghisap rokok dengan tangan kirinya. Wajahnya terlihat kacau dan frustasi, aku hanya berani menatapnya dari jauh.

Sepertinya ia sadar dan memberikan tatapan sinis kepadaku. Aku pun beranjak dan kembali membeli kopi hangat di vending machine.

'ambil lah, aku pikir kau membutuhkannya.' Aku menjulurkan tanganku namun ia hanya menataku tajam. Tidak mengubris kata-kata ku, aku berbalik.

'apa peduli-mu?' Ia berdiri dan mendekat pada ku.

Hembusan rokok mengarah ke wajahku, ia mengambil name tag ujian ku dan melihatnya. 'nona kecil lebih baik urusi masalah kuliah mu dibandingkan mencampuri urusanku.' Ia duduk kembali dan menatap kosong kearah rel.

Aku pun memberikan senyuman terpaksa, tadi aku baru saja menemui pria baik. Namun sekarang malah kebalikannya. Aku pun menaruh kopi itu disampingnya dan berbisik kecil 'dasar tidak punya hati.' Aku berjalan menjauhinya.

***

Pengumuman kedatangan kereta pun berbunyi, aku yang masih di dalam toilet pun segera menyelesaikan urusanku. 'tolonglah aku tidak ingin berlari-lari lagi.'

Aku pun berjalan cepat, dan hal itu terjadi lagi, pintu kereta hampir tertutup 'tolong tahan pintunya!' seru ku.

Aku masih memberi harapan karena pasti akan ada orang baik yang menahan pintu itu, setelah aku sampai, you know what? Pria yang tidak punya hati itu sedang berdiri di hadapanku dan tidak menahan pintunya untuk ku. Ia meminum kopi pemberianku dan tersenyum kecil kepada ku.

'fuck you.' Aku mengancungkan kedua jari tengahku. Aku yakin sekali wajahku memerah menahan amarah. Namun pria tadi hanya bertawa kecil dan dari mulutnya terlihat ia mengatakan 'wanita bodoh, senang bertemu dengan mu.'

Kereta itupun mulai berangkat, aku mengejarnya sambil berteriak 'kau gila!' dan pria itu melambaikan tangannya lalu membalikan badannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kereta itupun mulai berangkat, aku mengejarnya sambil berteriak 'kau gila!' dan pria itu melambaikan tangannya lalu membalikan badannya.

Sepertinya penderitaan itu bermula dari sana.

TO BE CONTINUED~

[A/N] :

I hope you guys like it

don't be silent reader

Vote and Comment

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Matted of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang