Hujan dan Bau Tanah

61 0 0
                                    

Hujan mulai turun membasahi bumi. Aku mulai merasakan kembali kehangatan bau tanah yang menyeruak menyertainya. Aneh rasanya mengatakan kehangatan di tengah dinginnya angin yang berhembus menemani hujan. Tapi itu yang saat ini, dan selalu aku rasakan ketika hujan turun.

Semua berawal ketika aku tanpa sengaja menghabiskan hujan dengan seorang wanita tak aku kenal. Aku tengah dalam perjalanan pulang dari bekerja larut yang biasa aku jalani. Bekerja di kota besar seperti Jakarta menuntutku untuk selalu siap pulang larut dan merelakan waktu istirahat yang tidak banyak. Sebagaimana hari ini. 

Baru sebentar aku keluar dari kantor mengendarai sepeda motor butut yang sudah saatnya dimuseumkan, hujan turun menyapa. 

"Damn it", aku mengumpat dalam hati. 

Dengan tergesa aku memacu motorku mencari tempat berteduh. Awalnya aku hanya ingin berhenti sejenak untuk memakai mantel dan melanjutkan perjalanan. Namun siapa sangka, mataku terpaku pada sesosok wanita manis yang tengah mengeringkan pakaiannya yang basah karena hujan. 

Entah apa yang menghasutku, aku mengurungkan niat awalku. Aku berhenti dan menghampirinya."Gak bawa mantel, Mbak." basa-basi aku mengawali perbincangan.

"Oh, iya enggak." 

Dia terlihat ramah di situasi yang tidak menyenangkan menurutku.

"Iya atau enggak?"

Dia tersenyum enggan menanggapi gurauanku. Dengan tanpa memedulikan keenganannya aku melanjutkan celotehan tak bermutuku.

"Aku pernah dapat cerita dari Ibu kosku, kalo hujan di hari-hari Imlek itu berkah. Dan iya aku setuju. Bagiku juga gitu, yang bukan orang China. Tapi yang lucu, Ibu bilang kalo semisal pas hari Imlek gak turun hujan, orang-orang China akan nangis. Aneh gak, sih?"

"Gak juga"

"Kok gitu?" tanpa aku sangka obrolan kita berlanjut.

"Kalo orang menganggap hari Imlek itu adalah hari istimewa dan hujan adalah berkah, wajar dong kalo orang akan sedih kalo semisal berkah tidak menyertai hari istimewa. Menurutku itu make sense dan gak ada yang aneh. Hanya kita aja yang gak biasa dengan konsep itu dan menganggapnya aneh."

Tanpa aku sadari aku terpaku dengan ceritanya. Mulai titik itu aku selalu mendengarkan dengan seksama setiap cerita yang dia utarakan.

Kita menghabiskan hampir dua jam menunggu hujan dengan ngobrol ngalur ngidul. Mulai dari kemungkinan perang ketiga antara Amerika dan Iran, Harry Potter yang menjebak pemainnya dalam tokoh yang sama, hingga pemindahan Ibu Kota Indonesia ke Kalimantan. 

Dari waktu itu aku ingin semakin mengenalnya. Dan tanpa aku renungkan terlebih dahulu, keluar sebuah ajakan memalukan. "Lain kali kita ngobrol lagi yuh. Asyik ngobrol sama kamu."

"Ehmm, boleh. Gimana kalo Sabtu depan."

Setelah bertukar nomor Hp kami berpisah ditemani harum tanah basah yang hangat dengan dinginnya angin yang berhembus.

Sebulan telah berlalu semenjak hari itu, dan kita menjadi semakin sering bertemu dan mengobrol. Hujan, aku harus berterima kasih padamu. Mungkin juga pada Tuhan yang mengirimmu.

TentangnyaWhere stories live. Discover now