Rahasia

36 0 0
                                    

Persimpangan dan kebimbangan pilihan menjadi permasalahan setiap orang pada setiap waktu dalam kehidupan. Sebuah ungkapan sederhana mengatakan "orang hidup selalu dihadapkan pada pilihan". Tugas kita sebagai orang yang hidup tentu saja memilih. 

Permasalahan tambahan sebagai konsekuensi pilihan adalah memutuskan memilih yang mana dan itu tidak selalu mudah. Pertimbangan-pertimbangan yang mengiringi pilihan selalu menggiring orang untuk semakin terpuruk jatuh dalam kebimbangan. Pun dalam permasalahan hubungan, terutama hubungan yang tidak diterima oleh norma sosial. 

Pasangan atau salah satu diantara pasangan selalu dibayangi kebimbangan siapa dan apa yang harus didahulukan. Apakah kita harus mengutamakan cinta dan mengabaikan keluarga? Ataukah memilih keluarga dan merelakan rasa? 

Pun ketika kita memaksa untuk meraih keduanya, perjalanan untuk sampai ke sana tidak akan mudah. Tidak jarang memang harus mengorbankan salah satunya. Akan sangat naif ketika seseorang mengatakan tidak pernah dihadapkan pada kebimbangan ini. Perbandingan kasusnya dapat dikatakan 1:100, bahkan 1:1000, atau justru lebih dari itu.

Aku juga tengah dalam kebimbangan ini. Aku sangat mencintai Ka, orang yang selama hampir setahun ini menemaniku. Dalam duka bahagia, ups and down selama setahun yang tidak selalu nikmat untuk dilalui. 

Pada titik ini aku mulai berpikir bagaimana perjalanan selanjutnya dari hubungan ini. Akan sangat berat bila aku harus merelakan ia pergi. Aku tidak bisa membayangkan aku hidup jauh darinya. Tapi di sisi lain aku tidak bisa begitu saja mengabaikan keluargaku. Mereka yang akan ada ketika aku dalam kondisi benar-benar terpuruk. Aku tidak bisa memilih, bimbang dengan pilihan yang ada.

Suatu waktu pada sore yang berawan aku duduk berhadapan di dapur dengan Ibu. Dia dengan suara lembutnya bertanya,"Nak, kamu sudah punya pasangan? Rasanya hidup Ibu udah gak cukup panjang untuk terus menunggu kamu punya pendamping."

Aku terdiam, bingung harus menanggapi seperti apa.

"Ibu tidak pernah menuntut pasangan yang seperti apa yang harus menemanimu, yang jelas dia sayang sama kamu dan bisa bikin kamu bahagia. Kamu belum kepikiran ke sana? Janganlah kamu terus mengejar karier dan materi. Itu semua tidak akan dibawa mati."

"Pasangan pun gak akan dibawa mati, Bu." aku menanggapi dengan sedikit bergurau.

"Kamu tahu bukan itu maksud Ibu. Ibu hanya ingin kamu tidak kesepian kalo Ibu udah gak ada, Nak."

"Ibu gak perlu khawatir, aku udah cukup bahagia dengan kehidupanku sekarang."

Percakapan itu berhenti di situ. Tetapi bayangan dan suara Ibu terus terngiang dalam benakku. Aku tidak bisa mengatakan secara jujur bahwa ada seseorang yang istimewa di hidupku kini. Ibu pasti tidak akan dapat menerima. Meskipun beliau berkata tidak memedulikan bibit bobot bebet. Hubunganku dengan Ka bukan sebuah hubungan yang bisa diterima norma. Bukan hubungan yang normal dan wajar.

Tapi aku tidak dapat mengabaikan rasa. Aku mencintainya, karena darinya aku bisa menemukan kualitas pasangan yang aku harapkan.

Aku pernah membahas permasalahan ini juga dengan Ka. Dan memang, kita berada di lingkaran yang sama. Kita masih belum bisa memutuskan bagaimana jalan keluar yang terbaik. Kita sama-sama sadar hubungan ini tidak akan berakhir pada muara yang kita impikan. Namun kita masih terlalu egois untuk menyerah dalam hubungan ini. Ka adalah orang pertama yang menjalin hubungan serius denganku. Dia orang pertama yang bisa mengisi hati dan rasaku. Meskipun sebelumnya aku pernah jatuh cinta, jika kata itu tidak terlalu kekanakan untuk dikatakan, hanya Ka yang bisa membuat aku nyaman untuk menjadi diriku apa adanya. Bersama Ka aku bisa mengungkap lemah dan takutku tanpa merasa lemah dan takut. Aku masih belum bisa untuk menyerahkan hubungan ini pada keinginan norma dan nilai.

Satu kata yang dia ucapkan dan selalu aku pegang selama ini sehingga kita bisa bertahan, "Kita akan terus berjuang, dan jika memang kita harus berhenti berjuang, Kita sama-sama tahu kita tidak menyerah karena kita kalah. Tapi kita menang karena kita mengalah. Dan kamu akan selalu menjadi pemilik hati ini."

Saat ini, dan entah sampai waktu kapan yang belum dapat dipastikan, Kita akan berada dalam kebimbangan dan pilihan yang sulit untuk diputuskan. Saat ini, kita akan tetap bertahan dalam ketidakpastian. 

Jika kalian bertanya, kenapa Ka tidak aku kenalkan kepada Ibu, siapa tahu Ibu akan dapat menerima. Kalian tidak perlu bertanya, Ibu mengenal Ka dengan sangat baik. Tapi Ibu tidak akan pernah menyangka bahwa Ka adalah orang yang saat ini mengisi relung hatiku. Ibu hanya menganggap Ka sebagai sahabat dan bahkan sudah seperti anak baginya. Dia tidak akan pernah bisa menerima jika Ka menjadi anaknya sebagai pasangan hidup untukku. Ibu, maafkan aku yang belum bisa jujur kepadamu.

TentangnyaWhere stories live. Discover now