o n e

922 115 0
                                    

Kau meniup segelas kopi hangat di genggamanmu, sementara kedua netramu memandangi hamparan salju di depan gedung sekolah, kira-kira sudah berapa lama sejak terakhir kali kau duduk disini dan tertawa bersama-sama dengan semua anggota voli Aoba Johsai?

Senyummu mengecut, menyebalkan juga kalau mengingat bagaimana kalian harus berpisah. 

Pluk!

Sebuah bola salju mengenai kepala, membuat rambutmu dihiasi salju. Kau merutuki siapapun yang melemparnya dan menoleh, mencari siapa yang sekiranya berada di sana. "Iwaizumi?" Ucapmu terkejut. Setengah tidak percaya dengan siapa yang berdiri di sini. Pria itu kini tampak lebih dewasa dan semakin tampan, ia melambaikan tangannya dan tersenyum.

"Sudah lama juga kita tidak bertemu," ucapnya. 

Kau mengangguk, menepuk sudut kosong di tangga, memberikan isyarat untuknya duduk di sana. "Apa kabarmu?" Tanyamu memulai sebuah topik, kau tidak mengikuti acara kelulusan dan kehilangan kontak dengan semua anggota klub voli Aoba Johsai. 

"Aku mendapatkan pekerjaan yang sesuai di perusahaan agensi." Ia tersenyum kecil setelahnya. "Kau sendiri sudah kembali sejak kapan?"

"Aku sudah berada di Jepang setahun yang lalu."

Iwaizumi mengangguk, tidak memberikan komentar lebih lanjut. Tangannya merogoh saku jaketnya, mengeluarkan sebuah kartu, "dia selalu menunggumu."

Akhirnya momen ini muncul. Kau sudah mempersiapkan diri untuk menghapinya, bahkan ketika kau baru saja menginjakkan kaki ke tanah kelahiranmu, tetapi semua hal yang menyangkut perasaan selalu sulit untuk dikatakan dengan gamblang. Kau menghela napas.

Iwaizumi menepuk bahumu pelan. Sejak dulu, ia selalu berada disisimu, menjadi penghubung di antara kalian dan memberikan berbagai saran serta dukungan.

"Apa dia sekarang baik-baik saja?"

Iwaizumi cukup terkejut dengan pertanyaanmu, kau yang dulu tidak akan langsung melontarkannya seperti itu. Membuat ia harus bekerja ekstra untuk menerjemahkan perkataanmu.

Ia tersenyum, "kenapa kau tidak mencoba mengunjunginya ?"

Kau menyesap kopi itu dan menatap hamparan salju. Berbicara dan bertemu adalah dua hal yang berbeda sama sekali.

"Aku," kau mengambil jeda, "takut."

"[name], masalah itu tidak akan pernah menyelesaikan dirinya sendiri." Dia menyodorkan sebuah kartu nama. "Kau harus berani untuk mengambil langkah, biarkan takdir yang memutuskan akhirnya."

❄ ☃️ ❄

Kau berulang kali menghembuskan napas, tingkat kepercayaan dirimu yang sudah susah payah kau siapkan hancur begitu saja ketika berdiri di depan pintu cafe

Tanganmu ragu-ragu untuk membuka engsel pintu kayu itu, berbagai hal negatif terus berkelebatan dalam benak. Bagaimana jika dia membenciku? Bagaimana jika dia tidak lagi mengingatku?

Kau menegak saliva dengan kasar. Padahal sudah sampai sejauh ini, kau mengingat betapa sukarnya satu tahun terakhir untuk mempersiapkan diri menghadapi saat ini. Masa ingin mundur sekarang? Batinmu bergejolak..

Erangan kecil lolos dari mulutmu, kenapa rasanya berat sekali untuk mendorong sebuah pintu dan masuk ke dalam.

"Sudahlah," decakmu, mendorong pintu tersebut dan melangkah masuk. Suasana cafe kecil itu masih sama seperti ketika kau pergi meninggalkannya, membuat nostalgia sesaat. Aroma kopi yang menenangkan serta nuansa cokelat di sana langsung mengingatkanmu dengan rambut serta matanya, kau merindukan kebersamaan itu. Berharap semua kembali terulang meski hanya sessat. 

"[your full name]-san?"

Kakimu membeku. 

Setelah sekian tahun pun suara itu tetap sama, terasa hangat sekaligus menyebalkan di telingamu. Kau memutar tubuh perlahan, menahan diri untuk tidak berlari dan memeluknya.  "Oikawa-san?" Sapamu ragu, diikuti dengan sebuah kurva kaku di wajah.

Snowball Fight | Oikawa Tooru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang