Riuh

20 1 0
                                    

20.48|Januari, 31 2020

Aku mungkin terkadang terlihat banyak diam. Atau mungkin sepi. Tapi aku riuh, kepalaku riuh. Seolah-olah ramai. Ya, seperti ramai dalam sepi.

Satu sisi dewasaku berpikir mengenai kehidupan mendatang, bagaimana aku harus bersikap, hingga terkadang terpikirkan apakah usiaku akan sampai untuk membahagian mereka. Satu sisi kekanakanku terkadang membuatku egois, semisal ingin memiliki segalanya, merasa diri ini kecil, merasa aku pantas untuk mendapat semua yang ku cita.

Meski pada akhirnya, sisi dewasaku mulai mengimbangi--

aku bukan poros dari dunia ini.

Pada akhirnya aku ada fase ini lagi--

5 stages of grief.

Menolak, menyesal, sampai akhirnya menerima.

Proses ini tentu, membuat sisi sedihku muncul, hingga terkadang sisi terkelam mulai banyak andil dalam permainan rasa dan logika. Dimana, kemudian sisi bahagiaku muncul saat semua coba ku terima.

Perjalananku sampai saat ini, telah banyak menguras emosi dan menguji logika. Sungguh, sangat sulit untuk memanage emosi, terlebih saat logika tak kunjung mendapat jawaban yang tepat.

Aku merasa ramai. Meski, pada kenyataannya ini sepi. Aku merasa isi kepalaku sangat riuh, bergemuruh, padahal aku sendiri.

Aku terkadang butuh seseorang untuk berbagi pemikiran. Tapi, aku terlalu takut. Aku takut orang-orang akan mengiraku aneh atas pembicaraan acak yang sering muncul di kepalaku.

Aku tidak suka dengan perasaan ini. Perasaan marah yang bercampur sedih. Setelah itu muncul kecewa yang tak berdasar. Aku benci sedih disaat tak ada alasan kuat atas itu.

Aku bimbang hanya karna pilihan sepele yang mereka ajukan. Aku denial atas apa yang aku rasa, atas apa yang aku miliki. Aku pusing. Aku sedih. Aku marah. Aku menyesal. Meski pada akhirnya aku yakin akan mampu menerima. Aku hanya butuh merasa bahagia. Aku hanya butuh mengerti. Maka aku akan mampu menerima.

FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang