1

14 3 1
                                    

"Plakk...." Terdengar jelas suara tamparan dari dalam kelas.

"PUAS LO UDAH NYAKITIN GUE!!"

"CUKUP TAU AJA KELAKUAN BUSUK LO SEMUA" sembari mengusap air mata, lalu keluar kelas dengan membanting pintu.

Mungkin kita saja yang belum bersahabat dengan alam. Sehingga alam belum menerima kita. Kurang sabar apa dengan alam yang membangkai. Walau ditutupi dengan dedaunan yang rimbun nan hijau. Bangkai tetap lah bangkai.

Sore pun berganti malam. Hanya dingin malam yang kini menemani. Secangkir kopi dalam kesepian menghangatkan suasana.

Apa segitu ga pantes nya gue buat hidup? Apa sebenci ini alam sama gue? Apa semua orang membenci gue? Padahal ini semua bukan salah gue!!

Terdengar isak tangis nya dalam menulis di buku kehidupan yang selalu ada ketika dalam kesedihan.

Keheningan pun mulai menusuk. Huruf demi huruf kembali terukir dalam buku kehidupan.

Cukup tau ketika kalian semua mulai menjauh. Mungkin emang gue yang udah ga pantes buat hidup. Ya... ga pantes. Cukup menunggu waktu yang pas untuk menyudahi semua ini.

Buku kehidupan pun terlihat rapih lagi di tempatnya. Terdengar suara seruput kopi yang sedang di nikmati. Malam semakin larut. Bintang kerlap kerlip bercahaya menemani keheningan malam. Mungkin bulan pun sudah bosan menjadi saksi bisu betapa sakitnya hati ini.

"Auu" Ringis nya. Terlihat nyata goresan merah ditangannya yang kembali terukir. Entah sudah berapa kali benda kecil ini membuat garis di tangan nya.

Gelap malam semakin kuat. Matapun sudah tidak bersahabat lagi. Rasa kantuk mulai menyelimuti tubuhnya. tubuh pun mulai tertidur dengan meninggalkan rasa sakit yang tak kunjung hilang.

Kringg... Kringg... Kringg...

Suara alarm menggema di kamar nya. Selimut tebal mulai terasingkan. Terpapang jam menunjukkan pukul 04:15 hanya sekitar dua jam gadis itu tertidur. Kebiasaan buruk yang tidak kunjung hilang.

Gadis itu berjalan mendekati meja belajarnya dan manarik kursi seketika dihadapannya buku kehidupan kembali terukir.

Sudah cape gue memakai topeng semua ini!!. Jikalau pada akhirnya tetap sama. Kenapa semua ini harus terulang lagi!! Kenapa!!? Apa gue harus menaggung semua rasa sakit lagi? Kenapa semua ini terjadi dengan tiba-tiba?

Air mata kembali menetes, menembus halaman buku yang kini ia genggam. Rasa sakit kembali menyelimuti tubuh nya. Sudah menjadi kebiasaan menyambut pagi dengan tangisan, tapi apakah kebiasaan itu akan terulang lagi? Setelah sekian lama kebiasaan itu terhapus.

Tidak ada waktu lagi untuk menangis. Gadis itu mulai pergi mandi untuk bersiap pergi ke sekolah.

***

"Ehh Assa udah cantik nih" Sapa Rhea, ibu Assa.

Rhea sangat menyayangi Assa, begitupun Ferdinand, ayah Assa. Walau mereka sangat menyayangi Assa namun mereka tidak pernah tau bagaimana pertemanan, kehidupan, perasaan Assa yang sebenarnya. Mereka selalu menganggap semua cerita yang Assa ceritakan adalah khayalan dia. Well mungkin belum saat nya kalian tau kebenaran semua ini.

Gadis itu hanya memakai topeng senyum untuk menaggapi Sapa an ibunya. Topeng yang selalu ia pakai dimana pun ia berada.

Gadis itu pun langsung menarik kursi dan duduk tepat di depan kakak laki-laki satu-satunya, Dione.

Ia menatap Dione dengan senyuman, namun terbalas dengan tatapan tajam yang selalu ia lihat ketika memandang kakak laki-laki nya itu. Entah dari kapan tatapan itu berawal.

Sejak kecil Dione memang terlihat tidak suka dengan Assa. Dione selalu enggan berbicara dengan Assa. Walau begitu Assa selalu baik kepada nya. Assa selalu berpikir mungkin hanya butuh beberapa waktu Dione akan berbalas baik kepada nya. Dan ternyata pemikiran itu sangat lah salah jika Assa tau akan kebenarannya.

"Diabisin ya sayang sarapannya " kata Rhea, sembari menyodorkan roti berisi coklat dan segelas susu.

"Mama susu buat Dione mana?" Tanya nya kepada Rhea.

"Kamu buat sendiri aja ya" jawab nya.

Dione pun bangkit dari kursinya menuju dapur sembari menatap sinis Ade satu-satu nya itu.

"Mama, aku mau berangkat dulu ya ojol nya udah di depan" izinnya kepada Rhea.

"Eh cepet banget, yaudah kamu salam sama papa dulu ya di kamar" jawab nya.

Assa memang terbiasa pulang pergi sekolah dengan ojol sama seperti Dione.

"Iya udah, pergi dulu ya ma, ka Dione. Assalamualaikum" ujar nya.

"Iya wa'alaikumussalam hati-hati ya" jawabnya.

Namun, Dione seperti biasa hanya membalas dengan tatapan tajam.

"Tuh Dione kayak adek mu doang, kalau pergi ucap salam" ucap Rhea.

Dione hanya diam sambil menatap Rhea tidak suka.

***

R Ū Æ Ñ G


RUANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang