For Change the Future

17 4 0
                                    

"Sukses!!!" Pak Yanto dan Pak Udin bergembira. Aku dan Fadil hanya melihat mereka dengan penuh tanda tanya. Kami bertanya tanya, mereka sebenarnya sedang membuat apa. Kami hanyalah anak umur 10 tahun yang tak mengerti apa yang mereka perbuat.

Namaku Rara. Aku dan temanku, Fadil mengamati ayah kami sedari tadi. Pak Yanto, ayahku dan Pak Udin, ayah Fadil adalah seorang ilmuwan, kali ini mereka sedang merakit mesin waktu. Mereka sudah mencoba mesin itu, dan ternyata berhasil.

Aku dan Fadil adalah tetangga. Setiap hari kami selalu ikut ayah kami pergi ke laboratorium milik mereka yang tepatnya berada di belakang rumah kami. Ketika ayah kami berada di laboratorium, kami hanya bermain didepan laboratorium, jarang kami masuk ke dalam laboratorium itu.

Disana ada banyak alat alat aneh yang ayah kami ciptakan. Berbagai racikan racikan cairan kimia yang bagi anak usia 10 tahun termasuk aneh, rumus rumus yang tidak jelas, mesin mesin dan robot dengan berbagai fungsi. Laboratorium mereka cukup besar untuk menyimpan barang barang ciptaan mereka.

Suatu ketika, aku dan Fadil bermain disekitar laboratorium. Kami mendapati pintu laboratorium terbuka dan tidak ada ayah kami disana. Kami masuk perlahan, untuk memastikan bahwa ayah kami benar-benar tidak ada disana. Kami iseng melihat-lihat ciptaan ciptaan ayah kami.

Diantara sebegitu banyaknya ciptaan ayah kami, kami tertarik pada mesin waktu milik mereka. Mesin besar dengan banyak tombol tombol warna warni. Bagi kami tombol warna warni itu terlihat sama saja. Namun ada tombol paling besar diantaranya. Tombol paling besar yang berwarna merah, yang terletak di pojok kanan bawah.

"Cara kerjanya gimana sih ini?" tanya Fadil sambil melihat-lihat tombol tombolnya.

"Coba yuk! Gak ada ayah nih," aku juga ikut tertarik keingintahuan Fadil itu.

"Coba tekan tombol merah besar itu."

"Aku takut!"

"Gak apa-apa, ada aku kok. Sini, pegang tanganku! Biar aku saja yang menekannya," Fadil memberikan tangannya padaku. Ia pun menekan tombol merah besar itu. Kami merasa pusing seketika. Tak kulepaskan genggaman tangannya. Tubuh kami mengecil, tak karuan rasanya.

Kami pingsan? Atau kami tertidur? Aku membuka mataku, aku terbaring di dalam goa. Aku mencoba menggerakkan tanganku, apa ini? Sayap? Tapi sayap ini cukup indah bagi anak seusiaku, ini seperti sayap kupu-kupu, atau ini benar sayap kupu-kupu. Ataukah aku...?

Aku berubah menjadi kupu-kupu? Dan Fadil? Dimana Fadil? Aku menggerakkan kepalaku, menoleh kesana-kemari dan mendapati sayap hitam lebar dibawah sayap kupu-kupuku yang indah ini, apakah itu Fadil? Tapi nampaknya itu seperti kelelawar.

"Ra..." Apakah dia memanggilku? Namun matanya masih terpejam. Tapi bibirnya memanggil namaku. Kubangunkan dia, kutanyakan padanya apakah dia Fadil, dan ternyata iya, dia memang benar Fadil.

Tak lama setelah dia sadar, datanglah seekor kelelawar dan seekor kupu-kupu yang mirip dengan kami. Apakah mereka juga kami?

"Syukurlah kalian sudah sadar, kami khawatir," kata kupu-kupu yang mirip denganku.

"Kalian siapa?" Fadil bertanya pada mereka.

"Kami adalah kalian," kata sang kelelawar.

"Kami minum ramuan aneh racikan ayah. Dan katanya sih, itu ramuan yang bisa membuat manusia menjadi hewan bersayap. Andai kami tak meminumnya, kalian pasti tak kan menjadi begini, kami juga," jelas mereka.

"Mengapa kita ada disini? Bukannya ini goa dibawah sawah kita itu ya? Basecamp kita saat ayah sedang sibuk di laboratorium?" tanyaku pada mereka.

"Iya, benar. Kami membawamu kemari agar ayah tak menjadikan kita sebagai bahan percobaan. Kali ini mereka sedang membuat ramuan agar bisa mengembalikan hewan menjadi manusia."

"Aku ingin pulang..." Fadil menangis, merengek ingin kembali pulang. Sayap lembutku mencoba untuk memeluknya dan menenangkannya, "Don't worry my best friend, I'm always with you." Sebenarnya aku pun juga ingin pulang, tapi bagaimana?

Pagi pun tiba, kelelawar memulai tidurnya. Mereka bergelantung di atap goa. Kami menerima bantuan berupa buah buahan untuk dimakan dari pak burung dara, ia begitu baik hati pada kami. Begitupun hari selanjutnya.

Hingga suatu saat, kami sudah tak tahan lagi. Kami memutuskan untuk membuat rencana agar bisa kembali seperti semula. Kami semua berfikir.

"Mesin waktunya!!!" tak disadari, kami serempak mengatakannya. Kami segera menuju laboratorium, untungnya tak ada ayah disana. Kami menekan tombol mundur, tombol hijau yang juga besar yang berada di pojok kanan atas. Kami menjadi manusia kembali.

Setelah kami berubah kembali, aku dan Fadil akan kembali ke zaman kami lagi. Kutekan tombol mundur lagi, kami telah kembali ke zaman kami yang seharusnya. Zaman dimana kami masih menjadi anak berumur 10 tahunan.

Kini kami sama sekali tak berani masuk laboratorium itu lagi. Kami hanya bermain di halaman rumah dan tak berani bermain disekitar laboratorium. Kejadian itu tak akan pernah bisa kami lupakan. Tentang bagaimana kami menjelajah ke masa depan dan tentang bagaimana kami hidup sebagai hewan bersayap tak akan pernah terlupakan. We Will always remember it and never forget it.

For Change the FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang