埃利什 : Prologue

100 17 10
                                    

Pertama-tama, mari kutanya perihal satu hal, apa kau pernah mendengar kisah ini? Tentang gemburan harapan yang membumbung hingga menembus nirwana. Tentang sosok wanita yang di peruntukan dewa sebagai sarana pembalasan dendam.

Kendati ini bukan sekadar bualan yang semerta-merta dibuat untuk mendongengkan anak agar cepat tidur. Bukan pula kisah picisan ala-ala bumbu roman dambaan gadis setengah baya. Ini cerita yang justru diyakini telah mendongkrak kepercayaan warga dari peradaban Yunani.

Hesiod dalam bukunya pernah mengisahkan,
dahulu kala Zeus dari Olympus menurunkan murka untuk umat manusia yang telah lancang. Gemparnya menyeru tatkala Zeus menitahkan sang dewa pandai besi, Hefaistos, untuk membuat seorang manusia perempuan pertama diatas muka bumi. Lekukan bahagia tergambar jelas dalam gurat Hefaistos, jadi, dengan tangan terampilnya dia bergerak telaten dalam merangkai tiap lekuk tubuh sang hawa.

Maka bergemuruhlah alam dewa. Manusia wanita pertama berhasil diciptakan. Letupan suka cita ditorehkan para dewa atasnya. Barulah seketika itu, dewi Athena bersama hati lembutnya mengajari sang hawa menjahit dan menenun. Apollo mengajarinya bernyanyi dan bersenandung syahdu. Aphrodite menaburkan kecantikan dan hasrat. Para Kharis mengalungkan perhiasan. Para Horai menyematkan mahkota. Dan dengan segala kuasanya, Hermes menghadiahkan kecakapan dalam berbicara serta seuntai nama untuknya; Pandora, bermakna penuh hadiah.

Maka tak ayal lagi jika gadis itu diberkahi kesempurnaan tiada tara. Parasnya seakan mampu mengalahkan pendar pelangi kala senja. Inilah alasan mengapa Epimetheus tergolak hasratnya, terjerat oleh pesona Pandora. Sayangnya, Hefaistos menciptakan Pandora dalam bentuk lebih lemah. Hatinya mudah luluh dan rapuh, sementara Epimetheus sukses mengalirkan sengat yang tepat mengalirkan hatinya.

Akhirnya, Epimetheus dan Pandora menikah.

Merayakan hal itu, Para dewa memberi sekali lagi hadiah untuk Pandora; sebuah kotak berlapis emas dengan ukiran lumayan rumit nan menawan. Pandora menerimanya dengan suka cita meski Sang Dewa telah mewanti-wanti agar jangan sesekali berniat bahkan membuka kotak tersebut.

Kepercayaan telah diturunkan, dan Pandora dilepaskan di atas muka bumi. Agaknya gadis itu menurut selama beberapa masa, tangannya tak barang sejengkal pun menyentuh kotak itu, tapi mari ingat fakta lainnya. Pandora itu tetap lah manusia sebagaimanapun rupa maupun jenisnya. Hasrat yang Aphrodite berikan menjadi tombak buncahan rasa ingin tahu yang mengelakar kuat dalam kepala.

Jadi pada hari itu tatkala letupan penasaran telah mencapai pada ambangnya, dia melanggar apa yang telah dilarang. Kotak berlapis emas serta ukiran rumit diatasnya menggelitik raga untuk segera membuka. Maka tak lagi sanggup mengunci hasrat, gadis itu nekat membuka kotak disana.

Barulah seketika itu kerumunan roh bergejolak melesat hingga membumbung menyentuh langit-langit. Aroma kebusukan merangsek teritori seluruh muka bumi. Membelalak kaget, gadis itu nyaris terperanjat dari tempatnya. Sial. Para dewa telah berkonspirasi sebelum ini, Pandora dijebak.

Tanpa dia sadari dia telah mengirim ribuan teror ke atas muka bumi. Keburukan segera menjangkiti umat manusia. Gadis itu telan sesalan yang membabi buta. Kendati hal itu tak selamanya berbuah buruk, sebab masih ada satu hal yang tersisa dan tersimpan rapat didalamnya. Sesuatu yang nyaris hilang dan berpendar pergi seperti yang lainnya. Sesuatu kecil dan berharga, bernama Harapan.

Well, Aurie Austen telah mendengar cerita ini setidaknya tiga kali dalam sebulan meluncur dari bibir ibunya saat umur nya baru mencapai lima. Kala itu matanya berbinar-binar seperti permata. Aurie bahkan pernah bercita-cita menjadi Pandora dan menemukan kotaknya untuk membuat satu harapan. Iya konyol memang. Kendati gadis yang masih menggunakan popok di selangkangannya itu belum mengetahui bahwa cerita Pandora hanya digeletak sebagai mitologi belaka.

Meski Aurie ingat sekali kalau Harry Styles—pria kecil yang katanya ingin menjadi sahabatnya itu—menertawakannya dengan brutal di tahun pertama sekolah.

"Aurie, kenapa tidak sekalian jadi dinosaurus saja? Kan lebih keren." 

Sialan memang.

Jika saja Aurie dilahirkan sebagai putri Poseidon- atau mungkin lebih baik putri Ares, dia pasti akan menebas mulut si Styles itu sampai dia tidak bisa lagi berbicara sembarangan. Sayangnya, hidup tak seindah itu dengan berharap menjadi anak salah satu Dewa atau memiliki setidaknya darah keturunan Dewa dan manusia.

Namun meski cerita Pandora seolah mendarah daging ditubuh Aurie, dan membangkitkan rasa penasaran perihal bidang filsafat semenjak usia lima belas tahun, di umur yang nyaris mencapai seperempat abad ini Aurie juga tidak akan pernah menyangka jika dia termasuk satu peran didalamnya.

Iya, Aurie salah satu peran didalamnya.

Konyol ya? Memang. Aurie bahkan hampir menyelupkan wajahnya kedalam lubang parit setelah mengetahui fakta tersebut. Rasanya seolah dunia tengah berkonspirasi atas hidupnya, mentang-mentang dirinya kali ini tak lain hanyalah sebatang kara.

Sebab kau jelas tahu ketika sepasang amber itu terbuka, dan gelagak saga mulai menyambut mesra. Rayuan genderang fantasi serta aksi telah mengajaknya menuju sebuah misi yang Dewa haturkan padanya.

Sebuah misi untuk menemukan kembali kotak Pandora.

.
.
.
.

next or not ?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PANDORA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang