Three years later.
Sepasang tungkai itu memacu langkah dengan ringan dan teramat cepat. Membelah kerumunan, menabrak siapapun yang menghambat. Tergesa-gesa bersamaan dengan deru nafasnya yang memburu, bak kilat dan hampir tak terlihat. Pacuannya membuat beberapa orang yang mengejar dari belakang mengeluh lelah dengan peluh di wajah. Tak dapat menyamai kekuatan sang subjek yang tengah di kejar. Hingga perlahan mereka berhenti sebab tak kuasa dengan kerah tenaga yang nyaris saja hilang.
Kepalanya memutar ke belakang di sela pelarian yang dibuat, menelisik beberapa orang sebelumnya yang mengejar telah hilang. Lantas perlahan ia berhenti dengan deru nafas yang kian berpacu, terengah-engah bersamaan rasa lelah mendera. Punggung tangannya bergerak menyeka keringat di dahi. Menoleh lagi, setelah benar-benar memastikan keadaan aman ia melanjutkan langkah. Mengatisipasi bisa saja orang-orang itu datang lagi mengejar. Buruk sekali jika itu terjadi.
Hoodie yang semula di pakai menutupi kepalanya dibuka. Surai hitam legamnya terlihat.
Manik tajam itu mengangkat benda yang di pegangnya. Memerhatikan dengan lekat bersama seringaian tipis yang terpatri di bibir.
Satu botol wine mahal yang dirampas diam-diam berhasil dilakukan. Jiyeon merasa puas dengan hasil curiannya. Tidak ada siapapun yang mengetahui identitas gadis nakal sepertinya. Semua aman, sebab Jiyeon memang terlatih dalam hal ini.
Semakin memacu langkah menjadi cepat begitu gedung flat tempat ia tinggal terlihat. Tidak sabar masuk ke dalam sana.
"Aku pulang."
"Selamat datang," senyuman yang sama menyambut kepulangannya. Lantas suara itu menyahut lagi begitu Jiyeon telah menutup pintu, "Datar sekali. Sesekali kau harus berucap riang, Ji."
"Aku tidak peduli," balas Jiyeon ketus. Mendudukkan diri di atas kursi sembari meletakkan satu botol wine itu menghantam permukaan meja dengan keras. Menyentak Jungkook dalam kegiatan masaknya. "Ini."
Kerutan di kening pria itu kentara sekali terlihat. Merasa dilanda kebingungan, lantas Jungkook hanya diam. Mengedip-ngedip tidak mengerti sembari bergantian memandangi Jiyeon dan botol yang baru saja di letakkan kasar.
"Untukmu," balas Jiyeon seakan mengerti dengan raut kebingungan itu.
Jungkook melangkah mendekat, melepas ikatan apron sebelum membukanya. Mengangkat botol itu dan membawanya dalam tatapan penuh telisik.
Lantas ia bertanya rendah dengan sorot mata curiga, "Darimana kau dapat ini?" Begitu penuh intimidasi.
Membuang pandangan seperti biasa, tanpa menatap sang lawan bicara Jiyeon menyahut, "Tentu saja dariku." Jiyeon mengedikkan bahu sekilas. "Kau baru saja lihat, 'kan?" tuturnya ketus.
"Kau bekerja?" Jungkook bertanya cepat. Tanpa melepas pandangan tajamnya dari figur Jiyeon. Merasa curiga dengan gerak-gerik dan mimik wajah itu.
Ludahnya di teguk paksa, Jiyeon semakin mengalihkan tatap. Enggan membalas pandang dengan lawan bicara. Lantas ia berusaha mengangguk dengan gerak kepala yang normal, guna menghindari kecurigaan Jungkook.
Merasa tidak percaya, Jungkook menaruh kasar botol itu lagi ke atas meja. Berjalan dan berdiri tegak di depan wajah Jiyeon. Sebab, gadis itu selalu menghindari tatapan.
"Jawab aku yang jujur, Jiyeon," tuntut Jungkook. "Dari mana kau dapatkan minuman mahal itu?" Jungkook jelas tidak salah lihat. Wine yang Jiyeon bawakan memang tidak bisa terbilang murah. Dan hal ini membuat Jungkook semakin curiga.
Menghela nafas berat, Jiyeon lantas membalas dingin sorot elang Jungkook yang menuntut.
"Aku mengambilnya," balasnya singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daesyn ✓
FanfictionDibawah sinar rembulan pertengahan malam, di selimuti gemerlap malam tak berparas. Jeon Jungkook menemukan takdir pilu yang sama dengannya. Melebihi kadar keterpurukan yang ia punya. Dan akhir hidup yang berbeda. © 2020 proudofjjkabs Started : 01 F...