2. Terjerat

6.2K 427 9
                                    


Wati menatap dirinya di depan cermin yang ada pada lemari baju miliknya. Beberapa kali ia merubah mimik mukanya, tersenyum lalu diam lalu senyum lagi. Jika diperhatikan ia tak kalah cantik dengan teman-teman sekolahnya yang nasibnya lebih baik dari dirinya. Kulit wati kuning langsat, mukanya oval, bermata bulat hidungnya tidak terlalu mancung tapi pas di wajahnya.

"Ngapain senyum sendiri di depan kaca?" tegur emak dari belakang tubuh Wati.

Wati menoleh ke belakang lalu ke bawah. Ibunya menatap sambil duduk di papan beroda. Papan beroda itu adalah alat andalan ibunya untuk bergerak, sudah 2 tahun sang ibu tidak bisa berjalan karena sebuah kecelakaan. Ayah wati membuatkan papan beroda itu agar ibunya bisa beraktifitas seperti biasa.

"Ditanya bukan jawab malah diem,"

"Wati cantik juga ya, Mak?"

"Namanya perempuan ya pasti cantik masa ganteng."

"Iya juga ya,"

"Sudah tidur sana, besok harus bangun pagi!"

"Iya, Mak."

Wati tidak pernah membantah ibunya, ia tahu ibunya berhati baik. Tadi saja sepulang sekolah saat ia menceritakan gorengannya yang jatuh ke selokan Emak tidak memarahi justru mengkhawatirkan tubuh Wati yang terserempet motor. Wati sungguh menyayangi ibunya.

Wati sudah terlelap, namun suara keributan antara ibu dan ayahnya membangunkannya.

"Mau kemana, Pak?" suara emak terdengar di telinga Wati.

"Cari perempuan yang bisa muasin aku!" bentak sang ayah.

Emak tidak bisa berkata apapun, semenjak kecelakaan 2 tahun lalu ia tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis sang suami, ia tidak ingin dicerai juga tidak ingin suaminya menikah lagi maka ia merelakan sang suami untuk jajan di luar.

Wati mendengar isak tangis ibunya, ia keluar dari kamar lalu memeluk ibunya.

_______

Wati telah bersiap berangkat. Ranselnya telah penuh dengan nasi uduk dan di tangan kanannya wadah gorengan siap diangkat.

Dor! Dor! Dor!
Suara pintu digedor.

"Wati, lihat ada siapa di depan!"

"Iya, Mak."

Wati berjalan menuju pintu, dibukanya pintu berbahan triplek itu. Dua pria bertampang seram menatap Wati.

"Mana ibu kamu?"

"Sebentar saya panggilkan,"

Wati menghampiri ibunya dan memberitahukan keberadaan dua lelaki itu.

Emak bernafas berat, dia sudah menduga hal ini akan terjadi. Papan beroda yang diduduki emak bergerak pelan. Tangan emak bergerak seperti mendayung, menekan lantai hingga roda bergerak.

"Sudah 3 bulan kamu gak bayar cicilan!" ucap salah satu pria begitu melihat emak ada di depannya.

"Saya banyak kebutuhan,"

"Juragan Sultan gak peduli kebutuhan kamu, bayar hutang kamu!"

"Nanti kalo udah ada pasti saya bayar,"

"Nanti? Enak aja kamu!"

"Tolong beri saya waktu,"

"Gak ada waktu lagi, kamu udah nunggak 3 bulan!"

" Tolong beri saya waktu, seminggu saja!"

"Seminggu? Kelamaan!"

"3 hari, saya janji dalam 3 hari saya akan bayar cicilan."

Struggle For LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang