Instastory, ya bulatan kecil di bagian atas fitur instagram itu seperti jendela kecil untuk sekedar mengintip cerita orang-orang di setiap hari. Mungkin akan baik-baik saja jika following kita akun-akun motivasi, masak-memasak, kucing-kucing lucu, apa yang membuat sakit hati dari semua itu? tidak ada. Tapi bagaimana jika kita terjebak dalam dunia selebgram, teman hedon, padahal kita sebenarnya biasa-biasa saja? Mau unfollow, takut dibilang kudet tetep follow kok nyesek.
Sejak instagram muncul, orang-orang berlomba menunjukkan versi terbaik yang mereka miliki. mereka mencitrakan kehidupannya dengan versi paling keren. Mungkin bagi mereka dengan kehidupan sultan untuk pergi ke sana-sini bukanlah pemaksaan, ya karena memang itu kehidupan mereka. Tapi, perlahan kehidupan macam sosialita itu menginspirasi banyak orang.
Dulu, bisa jadi foto sederhana bukan masalah untuk menjadi pameran di instagram. Kini, instagram semacam memiliki norma tidak tertulis bahwa postingan di sana yang memenuhi syarat untuk diakui adalah yang estetik, keren, uwah. OMG
Kehidupan ala sosialita kini menjamur di kehidupan masyarakat. Mulai dari sosialita pemaksaan hingga yang sosialita yang diusahakan. Apa itu? Haha apa kalian pernah melihat from head to toe pakai yang KW KW, terkadang jatuhnya alay, maksa banget :( . Sosialita diusahakan ? Hmm, ini jenis jenis harus punya barang branded dan postingan keren super niat entah itu hasil nabung rela nggak makan demi beli baju bagus, atau biar bisa pergi ke kafe instagramable, atau apapun itu yang menunnjang diri menjadi selebgram dengan usaha maksimal bahkan ada yang jadi ... ehem disponsori oleh sugar dady
Semua karena apa? rasa iri.
Rasa iri inilah yang mendasari semuanya.
Apalagi instastory, memaksa diri untuk kalau-bisa-sesering mungkin kelihatan nongkrong, main, atau terlihat asik dan keren di mata netijen.
Kenapa instastory? Yaa, posting spam di timeline instagram kini bukalah sesuatu yang keren, kecuali kalau ehem anda selebriti. Yaah itulah kenyataannya. Tapi di snapgram atau instastory itu, kau bisa memamerkan kerennya versi dirimu di setiap hari.
Awalnya ingin menciptakan dan mencitrakan diri di mata netijen sebagai "orang yang keren", lambat laun itu menjadi bumerang bagi diri sendiri. Ketika tidak post instastory, kita overthinking "ah nanti dikira lagi nggak main" "ah nanti dikira lagi bokek :(" padahal kenyataannya iya.
Perasaan itu muncul karena takut jika diri sendiri ditolak dalam sosial "maya" itu.
Bahaya jika kau terjebak dalam kehidupan yang pemaksaan menjadi sosialita hedon . Ingin hidup apa adanya masih susah, lagi-lagi takut ditolak. Teman tidak pengertian, kalau nggak nongkrong dianggap nggak asik.
Well, semua itu karena ada sesuatu yang terlelap jauh di dalam sana.
Empathy
YOU ARE READING
Empathy
Non-FictionMemiliki kelebihan namun kurang diapresiasi? Menuntut dan menekan diri untuk diakui? Begitu banyak sudut pandang di dunia ini, begitu mudah dan entengnya seseorang menilai, menyimpulkan, menghakimi hanya dari sebuah instastory. Kejam mencaci maki...