Pernah ada sahabat dekat, merasa kita satu frekuensi, merasa kita dalam jalan yg sama, tujuan yang sama, pemikiran yang sama, seolah kita akan bahagia selamanya
Sampai pada titik, ternyata kita tetaplah manusia biasa, kita berbeda ada sisi kita tidak saling menerima.
Dia pergi-
Kemudian hadir sahabat yang lain, tempat dimana bisa bercerita
Tapi terkadang merasa membebaninya hingga tak enak rasa
Ya, kita tidak bisa memaksa semua orang untuk berada di lingkaran terdalam kita selamanya
Terkadang ia menjauh, adakalanya ia mendekat
Tiap kali sendirian, sedih datang menemani, sedih mengajak kata seandainya untuk memenuhi ruang kosong
Seandainya, aku terlahir rupawan
Seandainya, aku kaya
Seandainya, aku lebih pintar darinya
Seadainya....
Seandainya, satu kata itu tidak mau sendirian
Kata seandainya selalu bersama dengan temannya, sebuah harapan
Bercengkrama dalam lamunan
Kemudian jatuh dan merasa sakit, sampah itu sudah menumpuk banyak dalam jiwa
Dia keluar menjelma sebagai air mata
Bukan orang lain yang menyakitimu, kata seandainya itulah yang menyakitimu
YOU ARE READING
Empathy
Non-FictionMemiliki kelebihan namun kurang diapresiasi? Menuntut dan menekan diri untuk diakui? Begitu banyak sudut pandang di dunia ini, begitu mudah dan entengnya seseorang menilai, menyimpulkan, menghakimi hanya dari sebuah instastory. Kejam mencaci maki...